Masyarakat Nusa Tenggara Timur merupakan konsumen buah pinang tertinggi di Indonesia, atau bila meminjam istilah Viktor B. Laiskodat, orang NTT adalah pemakan buah pinang nomor satu di Indonesia.
Saya pikir, itu merupakan predikat yang relevan, karena pada faktanya memanglah demikian.
Menurut perkiraan Dinas Perindustrian dan Perdagangan-NTT, dalam sehari masyarakat di NTT menghabiskan sekitar 1 miliar rupiah untuk keperluan buah pinang. Ya. Tinggal dikalikan saja jumlahnya dalam setahun.
Dalam perjalanannya, lebih lanjut, untuk memenuhi tingginya permintaan akan buah pinang di tengah masyatakat, para pebisnis di NTT terpaksa mengimpor buah pinang dari sejumlah daerah, yang di antaranya, didatangkan dari Padang [Sumatra Barat], Surabaya, dlsb.
Hal ini dilakukan, lantaran persediaan buah pinang dari petani lokal NTT tidak mampu mencukupi permintaan yang ada.
Dan, apabila dikuantifikasi, besaran buah pinang yang didatangkan dari luar daerah kurang lebih berjumlah 60% dari total keseluruhan buah pinang yang saat ini sedang diperjual belikan di pasar tradisional.
Sebagai konsekuensi daripada pinang impor, harga jualnya pun dipatok sedemikian tinggi, yakni mulai dari Rp 50.000 hingga Rp 70.000 per kg. Tentu besaran nominal ini masih setali tiga uang dengan kualitas barang, citarasa dan seterusnya.
Sementara, untuk buah pinang lokal asal Pulau Flores dan Sumba dihargai Rp 35.000 sampai Rp 40.000 per kg.
Alasan harga buah pinang lokal tetap stabil
Kabar baiknya, di tengah pandemi ini harga buah pinang di tengah petani NTT tetap stabil. Stabil dalam artian stagnan, lantaran kalau diperhatikan selama ini hampir tidak ada perubahan harga yang menonjol.
Saya kira, alasan di balik stabilnya harga jual buah pinang lokal di NTT saat ini bisa jadi karena faktor tingginya permintaan konsumen untuk keperluan-keperluan adat, kesehatan, gaya hidup, dlsb.
1. Permintaan untuk keperluan adat
Bagi orang NTT, buah pinang itu boleh dibilang sudah menjadi salah satu kebutuhan yang sifatnya dasariah, seiring dengan keperluan menyirih pinang dalam ritual-ritual adat dan pada saat upacara seremonial lainnya.
Pada prinsipnya, masyarakat NTT mengelola dan memanfaatkan buah pinang [termasuk juga daun sirih dan kapur sebagai bahan pokok "menyirih"] utamanya untuk keperluan adat dan selebihnya untuk tujuan kesehatan.
Bertolak dari hal itu, eksistensi buah pinang di tengah warga komunitas dirasa perlu dan selalu dibutuhkan. Baik itu yang diperoleh dari tanaman sendiri ataupun yang dibeli dari orang lain dengan harga berapa pun.
Tersebab jika tidak, penyelenggaraan sebuah ritual adat akan terasa kurang dan/atau tidak berjalan sebagaimana mestinya.
2. Gaya hidup
Selain sering dihadirkan dalam ritual-ritual adat, buah pinang [yang dikunyah bersama daun sirih dan kapur] merupakan bagian daripada gaya hidup warga komunitas.
Memang dalam hal ini tidak semua suku-suku di NTT berkegiatan menyirih setiap harinya. Tapi, pada sebagian reksa wilayah seperti Sumba, Flores Timur dan Kupang, kegiatan menyirih sudah menjadi bagian daripada gaya hidup dan mereka melakukannya hampir setiap hari.
Karena biar bagaimanapun, rasa sirih pinang ialah sepat dengan sensasi hangat. Selebihnya, menghadirkan rasa nyaman dan ketagihan tersendiri di lidah penggunannya.
Kalau di Manggarai, kegiatan menyirih baru dilakukan tatkala melaksanakan ritual adat, atau pada saat menerima tamu, menemani diskusi penting, dlsb. Tetapi, kini, kegiatan menyirih hanya dilakukan oleh para tetua dan sesepuh kampung.
3. Untuk tujuan kesehatan
Bukan barang baru lagi jikalau buah pinang bermanfaat untuk kesehatan, utamanya kesehatan gigi dan menurunkan tekanan darah tinggi.
Intinya dikonsumsi dalam batasan-batasan yang wajar, sehingga meminimalisir terjadinya risiko peradangan pada mulut dan lain sebagainya.
Saya kira, sebagai sebuah konklusi logis, tingginya konsumsi buah pinang orang NTT tidak saja hadir sebagai motif tunggal [untuk keperluan adat dan/atau gaya hidup semata], melainkan karena masyarakat sedemikian mafhum akan fungsi buah pinang bagi kesehatan manusia.(*)
Salam Cengkeh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H