Bagi orang NTT, buah pinang itu boleh dibilang sudah menjadi salah satu kebutuhan yang sifatnya dasariah, seiring dengan keperluan menyirih pinang dalam ritual-ritual adat dan pada saat upacara seremonial lainnya.
Pada prinsipnya, masyarakat NTT mengelola dan memanfaatkan buah pinang [termasuk juga daun sirih dan kapur sebagai bahan pokok "menyirih"] utamanya untuk keperluan adat dan selebihnya untuk tujuan kesehatan.
Bertolak dari hal itu, eksistensi buah pinang di tengah warga komunitas dirasa perlu dan selalu dibutuhkan. Baik itu yang diperoleh dari tanaman sendiri ataupun yang dibeli dari orang lain dengan harga berapa pun.
Tersebab jika tidak, penyelenggaraan sebuah ritual adat akan terasa kurang dan/atau tidak berjalan sebagaimana mestinya.
2. Gaya hidup
Selain sering dihadirkan dalam ritual-ritual adat, buah pinang [yang dikunyah bersama daun sirih dan kapur] merupakan bagian daripada gaya hidup warga komunitas.
Memang dalam hal ini tidak semua suku-suku di NTT berkegiatan menyirih setiap harinya. Tapi, pada sebagian reksa wilayah seperti Sumba, Flores Timur dan Kupang, kegiatan menyirih sudah menjadi bagian daripada gaya hidup dan mereka melakukannya hampir setiap hari.
Karena biar bagaimanapun, rasa sirih pinang ialah sepat dengan sensasi hangat. Selebihnya, menghadirkan rasa nyaman dan ketagihan tersendiri di lidah penggunannya.
Kalau di Manggarai, kegiatan menyirih baru dilakukan tatkala melaksanakan ritual adat, atau pada saat menerima tamu, menemani diskusi penting, dlsb. Tetapi, kini, kegiatan menyirih hanya dilakukan oleh para tetua dan sesepuh kampung.
3. Untuk tujuan kesehatan
Bukan barang baru lagi jikalau buah pinang bermanfaat untuk kesehatan, utamanya kesehatan gigi dan menurunkan tekanan darah tinggi.
Intinya dikonsumsi dalam batasan-batasan yang wajar, sehingga meminimalisir terjadinya risiko peradangan pada mulut dan lain sebagainya.