Mohon tunggu...
Guıɖo Arısso
Guıɖo Arısso Mohon Tunggu... Insinyur - ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pemicu Kemiskinan Dibenci

17 Oktober 2021   21:15 Diperbarui: 20 Oktober 2021   20:56 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Rakyat miskin Madagaskar yang dilanda krisis kelaparan karena perubahan iklim. [SS/YOUTUBE/AL JAZEERA ENGLISH]

Hal ini kita bisa lihat dari kehidupan masyarakat di kota-kota besar di Indonesia, sebut saja misalnya di Jakarta.

Di mana seseorang dianggap miskin karena tidak memiliki handphone, sepada motor, mobil, dlsb. Sehingga, lama-kelamaan benda-benda sekunder tersebut dijadikan ukuran bagi keadaan sosial-ekonomi seseorang, yakni apakah orang itu miskin atau kaya.

Dari kasus-kasus seperti itu, persoalannya mungkin menjadi lain yaitu tidak adanya pembagian kekayaan yang merata. Ini untuk diskursus kemiskinan di reksa wilayah perkotaan.

Tak hanya berhenti di situ, persoalan menjadi lain bagi mereka yang turut dalam arus urbanisasi. Sebab, bagi kelompok perantau ini, pokok kemiskinan terjadi karena ketidakmampuan memenuhi kebutuhan primer sehingga timbullah tunakarya, tunasusila, dlsb.

Karena biar bagaimana pun, kota seringkali digambarkan dengan kesejahteraan, dikisahkan dengan hidup bahagia. Tapi, siapa nyana, kota adalah sebuah gelanggang pertarungan hidup yang amat keras.

Kota adalah pemanggungan sosial, di mana yang kaya akan semakin kaya dan yang lemah, miskin akan makin terhimpit atau lebih sadisnya lagi bakal mati kutu. 

Namun, lebih daripada itu, banyak orang yang pada akhirnya punya kehidupan yang lebih baik setelah memutuskan untuk bekerja di perantauan. Meski ada juga yang bernasib sial karena tidak diterima bekerja sehingga memunculkan perasaan benci pada kemiskinan.

Wasana kata

Keseluruhan daripada isi tulisan ini merupakan jawaban daripada amatan sosial sepihak dan selebihnya obrolan ide.

Dikatakan obrolan ide, karena ada begitu banyak persepsi, kongsi, argumentasi menyoal permasalahan kemiskinan. Dan tulisan ini tidak untuk menutup adanya kemungkinan dan/atau ide mengenai kebenaran lain di luar itu.

Sehingga, silakan pembaca budiman sekalian secara sukarela berkesimpulan. Tersebab di sini saya hanya mencoba untuk secara sepihak menelaah dinamika kemiskinan yang terjadi di tengah masyarakat kita.(*)

Salam Cengkeh & Kopce☕

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun