Kemarin sore, di WAG petani yang saya ikuti sedang ramai mendiskusikan soal konversi (alih fungsi) lahan pertanian. Saya sendiri cukup kaget seketika melihat statistik penyusutan luas lahan pertanian kita hingga tahun 2019.
Ada banyak interpretasi menyoal problem satu ini. Ada rekan yang mengatakan, konversi lahan terjadi akibat sistem pertanian yang kacau. Ada juga yang bilang imbas dari kelangkaan pupuk, transmigrasi, daya beli petani yang menurun yang disebabkan harga komoditas kisut dan seterusnya.. dan seterusnya.
Saya pikir, apa yang dikatakan oleh teman-teman itu semuanya benar. Hanya saja, konversi lahan bukan sepenuhnya kesalahan para petani. Melainkan ada dosa pemerintah daerah dan tentu saja pemerintah pusat.
Di tengah-tengah diskusi serius di WAG itu juga, saya bilang:
"Begini. Maraknya konversi lahan di daerah sebenarnya bisa ditekan oleh pemerintah daerah (Pemda). Kendati UU No 41 tahun 2009 sudah mengamanatkan kepada Pemda tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan"
"Tapi, siapa nyana, dari periode 2011 hingga 2019 jumlah lahan pertanian yang menyusut sekitar 150 ribu hektare. Jadi, perintah UU itu tidak sepenuhnya dilaksanakan dong." lanjut saya.
Begitulah. Setelah saya berkotbah cukup panjang, akhirnya administrator grup menyuruh kami untuk 'konversi' tema diskusi. Karena dirasa terlalu berisik.
Belum lama ini juga Kementerian Pertanian (Kementan) beserta DPR- RI menyerukan kepada seluruh Pemda agar melakukan pencegahan dan/atau pelarangan konversi lahan pertanian.
Hal ini dimaksudkan karena lahan pertanian merupakan soko guru perekonomian desa sekaligus faktor esensial dalam kemajuan pertanian Indonesia.
Lalu, pernahkah kita berpikir bahwa, apa sih alasan mendasar di balik maraknya konversi lahan pertanian selama satu dekade terakhir? Dan seperti apa usaha konkret dari pemerintah dalam menekan laju alih fungsi lahan ini?
Meski di sini saya bukan pakar, tapi saya ingin mengajak pembaca saleh sekalian untuk sama-sama baku pikir serta bersama mencari penyebab di balik maraknya konversi lahan pertanian akhir-akhir ini.
Dan menurut saya, berapa pemicu ini bisa dijadikan alasannya;
Pertama, pembangunan wilayah perkotaan.
Seperti berkaca pada hasil riset kebanyakan, alih fungsi lahan nyata terlihat di wilayah perkotaan. Ukurannya adalah banyak lahan persawahan yang dibangun tembok-tembok perumahan, pertokoan/mal, perkantoran dan seterusnya.
Kedua, transmigrasi
Membludaknya masyarakat pedesaan ke kota untuk mencari nafkah. Sebagai profesi alternatif, lahan pertanian di desa sedemikian ditinggalkan karena masyarakat pedesaan memilih untuk bekerja di sektor jasa dan industri.
Ketiga, usaha di bidang pertanian tidak lagi membantu perekonomian petani
Faktor anasirnya banyak. Bisa karena luas lahan yang kecil sementara banyak keluarga yang mencari nafkah di atasnya--seiring pertambahan penduduk. Bisa juga karena faktor anomali cuaca, hama wereng, irigasi, dll.
Keempat, tidak ada standarisasi harga komoditas pertanian
Daya beli petani yang menurun yang disebabkan karena harga jual komoditas pertanian terjun bebas. Satu sisi, karena impas dengan biaya produksi yang tak sedikit.
Ya, tentu saja petani rugi bukan kepalang apabila terus dihadapkan dengan situasi semacam ini. Maka jalan keluarnya adalah konversi atau dijual.
**
Saya kira, seruan untuk melawan usaha pengalih fungsian lahan pertanian harus beriringan juga dengan geliat pemberdayaan petani. Misalnya, lewat subsidi pupuk, bantuan alat-alat pertanian, perbaikan sistem/politik pertanian yang terintegrasi dari hulu hingga hilir, proaktif mendampingi petani di lapangan, dan sebagainya.
Jika usaha tersebut dilakukan secara intens maka, petani di pedesaan khususnya akan lebih survival mengolah lahannya. Berikut usaha petani kecil bisa bersaing dengan pelaku industri bersekala menengah maupun atas. Saya yakin itu!
Namun, jika kita masih bermain pada sebatas wacana ini dan wacana itu, ya, gitu deh! Bukan tidak mungkin 10 atau 20 tahun yang akan datang persentase penyusutan lahan pertanian akan semakin membesar.(*)
》Salam Cengkeh《
Baca juga: Menggugah Kesadaran Petani dalam Merawat Hutan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H