Dan menurut saya, berapa pemicu ini bisa dijadikan alasannya;
Pertama, pembangunan wilayah perkotaan.
Seperti berkaca pada hasil riset kebanyakan, alih fungsi lahan nyata terlihat di wilayah perkotaan. Ukurannya adalah banyak lahan persawahan yang dibangun tembok-tembok perumahan, pertokoan/mal, perkantoran dan seterusnya.
Kedua, transmigrasi
Membludaknya masyarakat pedesaan ke kota untuk mencari nafkah. Sebagai profesi alternatif, lahan pertanian di desa sedemikian ditinggalkan karena masyarakat pedesaan memilih untuk bekerja di sektor jasa dan industri.
Ketiga, usaha di bidang pertanian tidak lagi membantu perekonomian petani
Faktor anasirnya banyak. Bisa karena luas lahan yang kecil sementara banyak keluarga yang mencari nafkah di atasnya--seiring pertambahan penduduk. Bisa juga karena faktor anomali cuaca, hama wereng, irigasi, dll.
Keempat, tidak ada standarisasi harga komoditas pertanian
Daya beli petani yang menurun yang disebabkan karena harga jual komoditas pertanian terjun bebas. Satu sisi, karena impas dengan biaya produksi yang tak sedikit.
Ya, tentu saja petani rugi bukan kepalang apabila terus dihadapkan dengan situasi semacam ini. Maka jalan keluarnya adalah konversi atau dijual.
**
Saya kira, seruan untuk melawan usaha pengalih fungsian lahan pertanian harus beriringan juga dengan geliat pemberdayaan petani. Misalnya, lewat subsidi pupuk, bantuan alat-alat pertanian, perbaikan sistem/politik pertanian yang terintegrasi dari hulu hingga hilir, proaktif mendampingi petani di lapangan, dan sebagainya.
Jika usaha tersebut dilakukan secara intens maka, petani di pedesaan khususnya akan lebih survival mengolah lahannya. Berikut usaha petani kecil bisa bersaing dengan pelaku industri bersekala menengah maupun atas. Saya yakin itu!
Namun, jika kita masih bermain pada sebatas wacana ini dan wacana itu, ya, gitu deh! Bukan tidak mungkin 10 atau 20 tahun yang akan datang persentase penyusutan lahan pertanian akan semakin membesar.(*)
》Salam Cengkeh《
Baca juga: Menggugah Kesadaran Petani dalam Merawat Hutan