Awal bulan Maret ini, kita bicara lagi soal minuman keras (miras). Dan sebelum melanjutkan tulisan ini, perkenankan saya untuk meneggak segelas sopi dulu. Biar semangat saja nulisnya.
O ya, tulisan ini juga tidak ada relevansinya dengan diskursus RUU Minol dan investasi miras yang heboh nggak karuan belakangan ini ya.
Kalaupun akhirnya kedua hal itu menemui jalan buntu/batal diberlakukan, ya, nggak bakalan ngaruh juga sih pada tingkat produksi miras di tengah pengrajin lokal berikut tetap akan di perjual belikan juga.
Adapun miras lokal yang dihasilkan oleh pengrajin di tempat saya, Flores, yakni tuak dan sopi. Masing-masing miras ini terdapat kandungan alkohol 20 sampai 40 persen.
Sampai saat ini, kedua minuman ini masih diolah secara tradisional dan tanpa dicampuri dengan zat atau senyawa lain. Pokoknya sueedap pisan dan no-oplosan, sob!
Lebih lanjut, tak bisa dimungkiri lagi, bahwa tuak dan sopi telah lama menjadi bagian dari kehidupan orang Flores. Dari generasi awal, nenek moyang, proses pembuatan miras lokal ini terus menurus diwariskan seiring lintas generasi, sampai saat ini.
Dan di dalam komunitas adat, misalnya, tuak dan sopi memiliki peranan penting dalam menyukseskan upacara-upacara dan/atau pelaksanaan ritual adat.
Begitu juga fungsi tuak dan sopi dalam kehidupan sehari-hari, misalnya. Tuak dan sopi hadir sebagai simbol keakraban, penghormatan, untuk mengawali diskusi penting, meminta maaf, mensyukuri kehidupan, memaknai kematian, menerima tamu dan lain sebagainya.
Jadi, nggak usah kaget saja misalnya sewaktu-waktu basodara dong (dari luar pulau) bertamu ke rumah orang Flores. Pasti di sana kamu akan ditawari tuak oleh tuan rumah, selain disuguhkan Kopi Flores yang aromanya menampar bulu hidung, tentu saja.
Mengenal tuak dan sopi
Tuak dan sopi merupakan produk miras lokal yang dihasilkan dari penyulingan air pohon nira/aren. Proses pembuatan hingga jadi tuak dan sopi tidaklah gampang dan/atau cukup rumit.
Sekurangnya, cara pembuatan sopi dan tuak bisa dilihat pada gambar di bawah ini:
Pembuatan sopi dan tuak di Flores masih dikategorikan sebagai industri rumahan. Ya, karena skala produksinya masih tergolong kecil. Begitu juga dengan skala prioritasnya, misalnya.
Tapi, selama satu dekade terakhir, para pengrajin miras lokal di Flores sudah semakin banyak. Mungkin sebagian dari mereka merasa bahwa usaha pengembangan gula aren kurang menjanjikan sehingga memilih banting setir jadi pengrajin miras lokal.
Harus diakui memang bila usaha miras lokal cukup menguntungkan dibandingkan gula aren. Bicara terkait harga sopi dan tuak Flores, pada dasarnya memang variatif. Tergantung racikan si pembuatnya sih.
Untuk segelas sopi kualitas no 1 misalnya, dihargai Rp 5.000,00. Sementara untuk sopi satu botol (kemasan 600 ml) dihargai Rp 30.000,00. Dan untuk satu jerigen jumbo Rp 700,000,00.
Harga sopi dan tuak di atas merupakan harga yang diterima di muka si pengrajinnya. Tidak tahu lagi ketika sudah berada di tangan orang kedua, mungkin sudah berubah lagi.
Sopi dan tuak dari daerah saya, Manggarai Barat, biasanya dibeli oleh orang-orang yang datang dari Flores Timur untuk tujuan adat. Sementara sisanya disimpan untuk kebutuhan sendiri dan juga untuk tetangga sekitar yang mengadakan acara.
Konsumsi sopi dan tuak dapat menyehatkan
Konsumsi miras lokal tidak selalu mendatangkan kemudaratan. Ada juga sisi manfaatnya kok.
Kandungan alkohol (OH) yang terdapat di dalam sopi dan tuak memang dapat memabukkan dan membuat diri terlihat goblok jika jumlah miras yang kita tenggak sudah tidak terkontrol lagi. Sebaliknya, jika diminum sesuai takaran dan/atau disesuaikan dengan kebutuhan, maka otomatis kesehatan kita akan terjaga. Sesederhana itulah kira-kira ya.
Jadi, tetap kembalinya pada setiap pribadi saja sih. Soal baik-buruk, mudarat-manfaatnya miras itu tergantung dari cara kita memanfaatkannya.
Kurang lebih begitu ya. Hm.. Satu gelas lagi, penghantar tidur. Tenggak!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI