Kalau si tamu dilayani dengan baik, sopan, dan bahasa kita selama berkomunikasi itu etis, ya otomatis dapat fee. Sebaliknya, kalau sambil bentak-bentak, wah jangan haraplah, kawan.
Tapi, selain bule, banyak juga tamu lokal yang royal lho. Entah, mungkin karena faktor kedekatan emosional sebagai sesama anak bangsa, mereka biasanya memberikan 'uang rokok' lebih kepada si guide-nya (di luar paket).
Lebih lanjut, baik bule dan wisatawan lokal, menurut mereka, sama-sama dipandang dan diperlakukan sama. Ya, walaupun, terkadang ada juga wisatawan yang stupid dan norak karena tidak patuh aturan selama melakukan perjalanan wisata.
Semisalkan dengan membuang sampah makanan di laut, mencuri pasir di Pantai Pink, nyolong kerang, hingga bertingkah sembarangan di wilayah teritori Pulau Komodo. Tapi, sekali lagi, kejadian tersebut memang tergolong sedikit sekali.
**
Fakta lain juga menyuguhkan bahwa, baik para pelaku wisata di Labuan Bajo, maupun kami yang masyarakat biasa, selalu memandang setiap orang asing yang berkunjung ke tempat kami adalah para tamu yang harus dihormati.
Ya, tersebab adat kami memang mewajibkan demikian. Sekalipun ada wisatawan (baik bule dan wisatawan lokal) pasti akan disambut dengan baik.
Dalam situasi ini, kami akan memandang dan memperlakukan Anda sama.
"Jika Anda bertamu ke rumah kami, pasti kami akan menyambut lalu menawarkan Anda minum kopi, teh atau tuak. Jika Anda hendak menginap, pasti akan kami siapkan tempat tidur yang empuk, walau hanya beralaskan loce (tikar dari anyaman). Di atas tikar itu ada juga kain songke untuk mejauhkan Anda dari dingin yang menyengat di malam hari"
Bagi kami masyarakat adat di Labuan Bajo, baik itu bule dan tamu lokal semuanya istimewa dan dipandang egaliter "duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi".
Lha, wong kita sama manusia kok. Kodrat manusia itu sama, jadi tidak boleh dikotomi oleh unsur biologis dan/atau badaniah.