Mohon tunggu...
Guıɖo Arısso
Guıɖo Arısso Mohon Tunggu... Insinyur - ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bule Itu Sama Seperti (Kita) Penduduk Lokal, Jadi Biasa Sajalah!

18 Januari 2021   23:32 Diperbarui: 19 Januari 2021   13:36 1841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Panorama Pulau Padar. (SHUTTERSTOCK/PRAWAT THANANITHAPORN via Kompas.com)

Teman saya yang berprofesi sebagai guide (pemandu wisata) di Labuan Bajo itu sekitar 7 (tujuh) orang. Di antara mereka, ada yang disebut sebagai guide senior dan adapula yang masih junior.

Simplifikasi guide senior dan junior ini dilihat dari pengalaman dan lama masa kerjanya. Begitulah kira-kira.

Saya merasa beruntung karena pernah mengenal dan berelasi baik dengan mereka hingga kini. Selain menambah daftar teman, saya juga akhirnya punya sidikit gambaran bagaimana kehidupan mereka sebagai pemandu wisata-- yang notabene selalu berada dekat dengan bule dan umumnya wisatawan. 

Dan selebihnya, saya tidak perlu mengeluarkan uang jika hendak pergi ke Pulau Komodo dan pulau di sekitarnya ihwal sudah punya 'orang dalam'. Heu heu heu

Pernah suatu waktu, saya bertanya kepada mereka tentang apa saja sih perbedaan yang mencolok dari tamu bule (wisman) dan wisatawan domestik/lokal? Lalu, apakah ada perbedaan dalam pemberian service/layanan?

Teman-teman guide ini lalu menjawab:

Pertama, perbedaannya hanya pada kontak sosial atau cara mereka berkomunikasi. Selebihnya hampir sama.

Menurut mereka lagi, justru melayani tamu lokalah yang lebih enteng ketimbang bule. Misal, seketika mereka menjelaskan seputar spot-spot wisata yang ada di Labuan Bajo.

Yang kedua adalah soal melayani tamu. Terkait pelayanan, kata teman saya, hampir tidak ada diferensiasi sama sekali. Baik tamu bule dan tamu lokal, pukul rata.

Toh, mereka sama-sama wisatawan. Plus besaran ongkos yang dikeluarkan oleh mereka untuk datang berwisata, sewa kapal dan paket lainnya sama saja (terlepas dari akomodasi perjalanan wisatanya).

Ketiga adalah bonus. Nah, terkhusus untuk hal satu ini, memang tegantung kerelaan hati si tamu. Tapi, pemberian bonus memang tidak terlepas dari pelayanan guide-nya.

Kalau si tamu dilayani dengan baik, sopan, dan bahasa kita selama berkomunikasi itu etis, ya otomatis dapat fee. Sebaliknya, kalau sambil bentak-bentak, wah jangan haraplah, kawan. 

Tapi, selain bule, banyak juga tamu lokal yang royal lho. Entah, mungkin karena faktor kedekatan emosional sebagai sesama anak bangsa, mereka biasanya memberikan 'uang rokok' lebih kepada si guide-nya (di luar paket).

Lebih lanjut, baik bule dan wisatawan lokal, menurut mereka, sama-sama dipandang dan diperlakukan sama. Ya, walaupun, terkadang ada juga wisatawan yang stupid dan norak karena tidak patuh aturan selama melakukan perjalanan wisata.

Semisalkan dengan membuang sampah makanan di laut, mencuri pasir di Pantai Pink, nyolong kerang, hingga bertingkah sembarangan di wilayah teritori Pulau Komodo. Tapi, sekali lagi, kejadian tersebut memang tergolong sedikit sekali.

**

Fakta lain juga menyuguhkan bahwa, baik para pelaku wisata di Labuan Bajo, maupun kami yang masyarakat biasa, selalu memandang setiap orang asing yang berkunjung ke tempat kami adalah para tamu yang harus dihormati.

Ya, tersebab adat kami memang mewajibkan demikian. Sekalipun ada wisatawan (baik bule dan wisatawan lokal) pasti akan disambut dengan baik. 

Dalam situasi ini, kami akan memandang dan memperlakukan Anda sama.

"Jika Anda bertamu ke rumah kami, pasti kami akan menyambut lalu menawarkan Anda minum kopi, teh atau tuak. Jika Anda hendak menginap, pasti akan kami siapkan tempat tidur yang empuk, walau hanya beralaskan loce (tikar dari anyaman). Di atas tikar itu ada juga kain songke untuk mejauhkan Anda dari dingin yang menyengat di malam hari" 

Bagi kami masyarakat adat di Labuan Bajo, baik itu bule dan tamu lokal semuanya istimewa dan dipandang egaliter "duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi".

Lha, wong kita sama manusia kok. Kodrat manusia itu sama, jadi tidak boleh dikotomi oleh unsur biologis dan/atau badaniah.

So, jangan pernah bermental budak, minder apalagi sampai memandang diri rendah.

Dia WNA dan saya WNI, so what?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun