Ayam dan telur adalah dua jenis kuliner rakyat yang punya andil sangat besar dalam kehidupan sosial dan kebudayaan masyarakat Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Begitulah, ayam dan telur mempunyai fungsi sentral.
Selebihnya, ayam dan telur hadir sebagai energi komunal yang menyatu dengan kehidupan masyarakat Manggarai sejak berabad-abad tahun yang lalu.
Pertama-tama, saya akan menjelaskan fungsi ayam dan telur dalam kebudayaan masyarakat Manggarai.
Fungsi ayam dan telur bagi orang Manggarai tak hanya sekadar persoalan lauk-pauk yang sering tersajikan dengan lezat di atas meja makan keluarga, tapi ayam dan telur memiliki nilai sakralitas dalam tradisi kebudayaan.
Apabila ditelaah secara biblis pun, ayam dan telur merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Atau dengan kata lain, mereka bukan lagi dua melainkan satu--karena pars pro toto dari telur adalah ayam, demikian pun sebaliknya.
Sebagaimana babi, ayam merupakan ternak adat. Hal itu terlihat dari fungsi simbolik ayam dan telur sebagai hewan kurban dan bagian dari sesajen dalam setiap prosesi ritual adat di Manggarai.
Secara simbolik, ayam dan telur merupakan lapeng (simbol) doa yang dipanjatkan kehadirat Mori Kraeng (Tuhan), ihe pa'ang bele (arwah nenek moyang) dan alam, agar senantiasa melimpahkan berkat dan perlindungan ke atas mereka.
Di sini saya juga akan menjelaskan seperti apa fungsi ayam dan telur dalam upacara Penti, salah satu rangkaian ritual adat tahunan yang wajib bagi masyarakat Manggarai.
Sebagaimana upacara Penti adalah upacara syukuran panen. Upacara ini dipimpin langsung oleh tua adat yang kami sebut juga tua golo. Ritual ini mengikutsertakan ayam jantan putih dan telur sebagai simbolisasi doa.
Baca Juga: Mengenal Upacara Adat Perkawinan Aso Sule' pada Suku Dayak Taman
Ayam sendiri diartikan sebagai lambang kehidupan dan kesuburan, sementara telur melambangkan kelahiran baru--walaupun dia harus menetas terlebih dulu.