Mohon tunggu...
Guıɖo Arısso
Guıɖo Arısso Mohon Tunggu... Insinyur - ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Pertanian Kita Tidak Pernah Maju karena 2 Hal Ini, Apa Saja?

15 Desember 2020   09:43 Diperbarui: 15 Desember 2020   15:41 898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Badan Restorasi Gambut via KOMPAS.com

Tulisan ini sengaja dibuat sebagai dasar epistemologis pilihan sikap kita dalam menganalisis penyebab utama mengapa petani kita tidak pernah maju dan sejahtera.

Tanpa berpanjang kata lagi, mari kita langsung masuk ke pokok bahasan.

Masalah yang dialami oleh petani kita sejauh ini begitu amat kompleks dan memang tidak dapat disederhanakan begitu saja. Tapi kali ini saya coba meringkasnya ke dalam 2 (dua) pokok pikiran berikut ini.

Pertama, terkendala alat-alat pertanian.

Sistem pengolahan pertanian kita masih menggunakan konsep dan/atau cara-cara tradisional. Yakni, tidak didukung dengan penggunaan alat-alat pertanian moderen seperti bajak subsosil, traktor dan lain sebagainya.

Padahal pada era 4.0 sekarang ini, perkembangan dunia pertanian sangat bergantung pada penguasaan teknologi.

Kita ambil contoh pertanian di Rusia, misalnya. Di sana petani justru digolongkan ke dalam profesi yang makmur. Rata-rata petani di Rusia sudah menggunakan alat-alat moderen dalam menunjang aktivitas pertaniannya.

Oleh karena penerapan teknologi pertanian yang mendukung, sistem pertanian di sana jauh lebih efesien dalam menyokong produktivitas pertanian. Selebihnya, dapat menaikkan taraf hidup petaninya.

Kedua, tata niaga pertanian.

Tata niaga pertanian Indonesia, saya pikir, hingga saat ini merupakan diskursus buruk. Terkhusus bila kita berbicara soal harga jual produk pertanian, misalnya.

Potensi pengembangan pertanian di negara kita pada dasarnya punya prospek cerah jika dikelola dengan baik. Tentunya didukung oleh politik pertanian yang komprehensif. Maksud saya, terintegrasi dari hulu hingga hilir.

Faktanya, pada tahun 2020 ini saja meski masih dibayang-bayangi pandemi Covid-19, sektor pertanian kita menorehkan rekor pertumbuhan baik. Di mana BPS mencatatkan bahwa sepanjang April-Juni kinerja sektor pertanian tumbuh 2, 19 persen secara tahunan.

Sayangnya, kinerja baik sektor pertanian ini tidak disokong oleh harga jual produk pertanian yang egaliter. Yang ditandai juga dengan terjungkalnya hampir semua komoditas di kalangan petani.

Dua persoalan di atas, hemat saya, merupakan kendala terbesar yang menyendat laju sektor pertanian di Indonesia selama ini. Padahal jika ditilik dari etos kerja, petani kita lebih bersemangat dibandingkan petani-petani di negara maju. Berikutnya soal luas lahan pertanian, misalnya.

Solusi:

1. Pemerintah perlu memfasilitasi Petani

Ya. Petani kita perlu difasilitasi. Entah itu dengan pemberian bantuan berupa alat-alat pertanian, subsidi pupuk, subsidi harga, membantu memasarkan hasil tani, dan lain sebagainya.

Saya sendiri sejauh ini merasaya senang seraya mendukung segenap kebijakan pemerintah pusat, melalui Kementerian Pertanian (Kementan) yang sudah melaksanakan beberapa kebijakan yang pro petani.

Misal, dengan mendirikan Kios Tani, memberikan bantuan berupa alat-alat pertanian kepada petani, yang meskipun dalam hal ini belum merata dan/atau belum menyasar semua petani di negara ini.

2. Pemberian pupuk bersubsidi

Menjadi penting karena memasuki musim tanam gelombang kedua saat ini, petani kita acapkali mengeluhkan kekurangan pupuk. Adapun pupuk yang tersedia di pasaran saat ini adalah pupuk non-subsidi yang harganya dua kali lipat dibandingkan pupuk subsidi.

Tentu saja petani akan kelabakan jika harus terpaksa membeli pupuk non-subsidi. Ihwal harus mengeluarkan biaya operasional dua kali lipat besarnya.

3. Penyuluhan Pertanian

Penyuluhan di sini perlu ditingkatkan sebagai bagian dari usaha pencerahan konsep pertanian secara parsial dan simultan.

Ada kecendrungan masyarakat tani di daerah yang punya etos kerjanya sangat tinggi tapi masih terkendala sistem dan pola bercocok tanam yang baik. Sehingga menjadi penting, kegiatan penyuluhan harus dilakukan. 

Selebihnya, dengan aktif memberikan penyuluhan secara langsung dan tidak dapat menumbuhkan jiwa wirausaha pada diri petani.

Semoga bermanfaat demi kemandirian, kesejahteraan petani dan keniscayaan pertanian kita.

*Penulis adalah seorang petani picisan yang tinggal di pelosok Nusantara*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun