Semakin jelas sudah apa yang menjadi kerisauan saya selama ini, bahwa geliat proyek pembangunan di Pulau Rinca kelak akan mengganggu habitus Komodo. Selain merusak rona alam yang ada di wilayah itu.
Baru-baru ini, misalnya, tampak seekor komodo jantan berhadap-hadapan dengan sebuah truk yang sedang melintas dilokasi proyek di Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo (TNK).
Pemandangan langka tersebut sempat terekam dalam sebuah foto yang sesekini berbuntut panjang pada perdebatan tak keruan dikalangan warganet. Sepantauan saya, lalu lintas perdebatan masih ramai hingga detik ini.
Ada pihak yang membaca foto tersebut sebagai bentuk perlawanan satwa komodo terhadap aktivitas proyek geopark di wilayah teritori mereka. Sementara pihak lain menganggap satwa tersebut sengaja mendekati truk tersebut karena saking penasaran dengan suara mesinnya.
Tetapi saya pikir, perdebatan semacam itu hanya sekadar buih di lautan lepas. Tidak penting untuk dibahas dalam tulisan ini.
Yang perlu disoroti dalam ranah ini, sebenarnya, apa kira-kira urgensi dari proyek berbasis geopark di Pulau Rinca? Apakah proyek itu membawa kemaslahatan atau malah mendatangkan malapetaka bagi kelangsungan hidup komodo? Apakah pemerintah berani menjamin peroyek geopark itu kelak tidak merusak rona alam dan lingkungan di kawasan TNK?
Pertanyaan-pertanyaan ini sejatinya perlu direnungi bersama, sebagai dasar epistemologis sikap kita dalam melihat rencana pemerintah menyulap wilayah TNK menjadi Jurassic park.
Baca juga: Pengembangan Pulau Rinca Jadi "Jurassic Park", Kenapa Dikecam dan Ditolak?|
Jelas bahwa, proyek ini menghadirkan dua wajah paradoksal. Bila melihat rencana pemerintah, proyek ini bertujuan untuk mempromosikan kesejahteraan ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan dengan mengembangkan potensi yang ada dengan cara yang berkelanjutan.
Sementara di sisi lain, proyek ini jelas melanggar SK Menteri Kehutanan No 306 Tahun 1992 tentang Pembentukan Taman Nasional Komodo. Di mana dalam SK itu dijelaskan bahwa TNK adalah kawasan konservasi alami yang utuh dari satwa Komodo dan ekosistem lainnya, baik di darat maupun udara.
Sehingga, proyek geopark dengan cara betonisasi secara tidak langsung akan merusak bentangan alam yang indah di Pulau Rinca dan Loh Buaya. Setidaknya pada artikel sebelumnya saya sudah mengulas panjang lebar (selengakpnya).
Lebih lanjut, dalam proyek geopark ini, pemerintah juga turut serta menggandeng pihak investor dari luar.
Tahu sendirilah ulah para investor sekarang ini. Yang ada didalam batok kepalanya hanya uang dan uang. Mereka akan melakukan segala cara untuk mengeruk keuntungan. Sekalipun itu dengan merusak lingkungan, misalnya.
Saya pribadi bukannya anti investor. Tidak, tentu saja. Hanya saja, bila membaca pada pengalaman sebelum-sebelumnya, kehadiran para investor ke tanah Manggarai selalu menorehkan rekor buruk.
Aktivitas mereka hanya menyisahkan kekacauan dan kerusakkan, setelah mereka mengeruk habis-habisan kekayaan alam kami. Padahal, katanya, proyek mereka itu sesuai dengan AMDAL. Tapi nyatanya, AMDAL itu mereka khianati!
Yang menjadi ketakutan saya selanjutnya adalah (...dan mungkin kebanyakan masyarakat diaspora Manggarai) kedatangan sejumlah investor ke wilayah TNK kelak akan menorehkan cerita seperti itu juga. Apalagi proyek ini berada di tengah habitus satwa Komodo.
Saya tidak bisa membayangkan jika suatu saat permainan para investor itu sudah pincang dan salah arah, kawasan TNK hanya dijadikan lahan bisnis dan sebatas toilet oleh mereka.
Jadi, pesan saya untuk Presiden Jokowi dan semua Kementerian terkait, tolong jangan anggap sepele soal ini!
Baik pemerintah pusat dan daerah, harus serius memperhatikan segala sesuatunya dengan baik. Demi menghindari salah urusnya TNK ke depan. Begitu kira-kira.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H