Serempak mereka mengangkat kepala, melirik sejenak lalu menunduk lagi tanpa membuka mulutnya dan terkesan merasa sangat terganggu dengan sapaan dan kehadiran saya.
Tiba-tiba saja secara serempak mereka semua menggerutu, "Ah, loading lagi, loading lagi." Saya tertegun sesaat, seolah merasa tertinggal sewaktu saya seumuran mereka. "Dasar bocah zaman now", saya membatin penuh pengertian.
Selain itu, ketika saya menanyakan, "Pande apa meu?.. (Kalian sedang berbuat apa?)", semua anak serempak menjawab, "Toe manga pande.. (Tidak ada). Jawaban mereka begitu singkat. Mungkin supaya urusan cepat selesai.
Padahal jelas-jelas mereka sedang melakukan sesuatu, yakni bermain HP. Tetapi jawaban mereka seolah-olah tidak ada kesibukan atau pekerjaan yang sedang dilakukan.
Hal positifnya bahwa, mereka sudah bisa merespon seperti yang diajarkan oleh orangtuanya. Yang berarti pula mereka sudah bisa menerima kehadiran orang lain di dekatnya.
Dengan pengalaman kecil itu, saya sungguh memahami bahwa mereka terlahir dalam sebuah dunia yang sangat berbeda dengan duniaku. Mereka terlahir pada zaman digital -- era bermain jari. Kecepatan jari pada layar HP berarti sebagian besar dunia sudah ada dalam genggamannya.
Dalam pengertian bahwa, mereka sudah bisa mengetahui bentuk dunia ini beserta seluruh isinya. Karena itu mudah saja bagi mereka menjelajahi dunia ini dan bahkan sudah bisa menguasai dunia ini dalam waktu yang relatif singkat.
Dengan sebegitu mudahnya semua informasi dapat diakses, mereka lebih mengandalkan HP yang ada di tangannya dari pada manusia lain yang berada di dekatnya.
***
Maka teringatlah saya akan permainanku pada zaman dulu yang bila disebutkan dengan nama: era bermain biji kemiri pada sebuah tempurung kelapa, era rangkuk alu, era kelereng, era karet, era bermain tali merdeka, era gasing, era bermain batu-batu kecil pada tanah yang sudah dilubangkan, dan era bermain bola kasti.