(2)
Terkait dengan hubungan dan kerja sama antar Kakar Tana dan Manusia, hal tersebut memang benar adanya.
Hipotesis ini diperkuat dengan adanya sejarah campur tangan Kakar Tana dalam pembangunan compang (batu-batu persembahan raksasa yang tersusun rapih) di tengah kampung-kampung di Manggarai Barat.
Selain itu juga, lewat sekolah lisan (cerita yang diwariskan secara turun-temurun) oleh nenek moyang dan tetua kampung adat.
Menurut para tetua, dalam pembuatan compang dahulunya, Kakar Tana membantu nenek moyang orang Manggarai Barat dalam memikul batu-batu besar itu. Sebab bila mengandalkan tenaga manusia sangatlah tidak mungkin.
Ihwal selain besar, batu-batu tersebut juga didatangkan dari pedalaman hutan dan dari wilayah lain yang notabene jauh dari kampung.
Untuk memanggil Kakar Tana (kami menyebutnya juga roh alam), terlebih dulu diadakan sebuah acara adat yang dipandu oleh Tua Golo (tetua kampung) dan/atau oleh Ata Mbeko (orang yang berilmu).
Dalam acara tersebut, disertakan juga beberapa hewan kurban seperti ayam dan babi untuk disembelih. Selebihnya, ucapan memohon pertolongan Kakar Tana dituangkan lewat torok (penuturan).
Menariknya lagi, menurut cerita yang diwariskan para leluhur, batu-batu yang berukuran besar ini sengaja dibawa dari suatu tempat oleh Kakar Tana pada malam hari. Dan selanjutnya, compang dikerjakan pada saat warga kampung tertidur lelap. Itu berarti warga tidak ikut terlibat.
Menjadi pantang tersendiri bila pada saat Kakar Tana menyusun batu-batu (membuat compang) itu, tidak boleh ada satu atau dua manusia yang melihatnya. Dengan begitu, bila berjalan normal, pengerjaan compang oleh Kakar Tana bisa terselesaikan dalam semalam.