Mohon tunggu...
Guıɖo Arısso
Guıɖo Arısso Mohon Tunggu... Insinyur - ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masihkah Budaya Manggarai Relevan dengan Masa Kini?

14 Juli 2020   00:35 Diperbarui: 14 Juli 2020   02:04 1347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Swafoto di Wae Rebo (Dok. Guitzariso)

Dari sekian budaya luar yang masuk itu, secara tidak langsung membuat generasi muda Manggarai melupakan nilai-nilai luhur kebudayaannya sendiri hingga lenyapnya rasa peduli.

Sebagai contoh saja, banyak anak-anak muda (seumuran penulis) yang saat ini enggan untuk belajar mengenai kultur Manggarai, mengenakan aksesoris adat seperti towe songke (kain tenun khas Manggarai), memakai sapu/ jongkong (topi adat), jarang ikut pentas tarian adat seperti caci untuk laki-laki dan sanda untuk perempuan, dan masih banyak 'ketidaknampakan' yang lain.

Saya pribadi melihatnya ada sebuah gejala pemutusan pengetahuan lintas generasi. Tersebab, yang masih mempertahanakan kultur budaya kini tinggal generasi tua saja. Kalau generasi muda, lain cerita.

Tidak bisa dibayangkan bagaimana jika nilai-nilai kearifan lokal yang sangat kita banggakan dan muliakan ini 10 dan 20 tahun lagi akan hilang dan hanya namanya saja.

Solusi

Ketika sudah membaca adanya fenomena memudarnya kultur seni-budaya di pundak muda-mudi sekarang ini, tanggungjawab kita kemudian yaitu mencari solusi agar supaya menumbuhkan rasa cinta memiliki budaya bagi kaum muda (milenials).

Bahwasannya kebudayaan Manggarai itu seni, unik, otentik dan memukau jiwa

Maka dari itu sebagai langkah antisipasi dan solusi, demi mempertahankan eksistensi dan citra rasa budaya Manggarai pada kalangan muda-mudi sekarang ini, perlu dilakukan 2 (dua) langkah berikut;

Pertama, perlunya dukungan dan perhatian keluarga, masyarakat hingga lingkungan terhadap minat dan kreasi budaya kaum milenials.

Karena fakta didepan mata, masyarakat Manggarai umumnya terlalu permisif dengan budaya dari luar. Sehingga tanpa disadari nilai kearifan lokal sedemikian dikebelakangkan. 

Dalam situasi ini kaum muda dilanda sikap apatisme dan keraguan dan semakin tak percaya diri dengan budaya lokal.

Maka disinilah pentingnya peran orang tua itu. Bagaimana menularkan nilai-nilai berbasis lokal dalam keluarga. 

Selebihnya, saya tidak mengajak kita untuk menutup diri terhadap pengaruh dari luar. Baiknya ialah bagaimana berkolaborasi secara random dan seimbang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun