Mohon tunggu...
Guıɖo Arısso
Guıɖo Arısso Mohon Tunggu... Insinyur - ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Tak Dipanen Sayang, Dipanen Malah Rugi

2 Juli 2020   22:34 Diperbarui: 6 Juli 2020   03:24 2146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pohon cengkeh yang berbuah dan siap di panen (dok.pri)

Pemetikan bunga cengkeh di kampung saya sudah memasuki pekan ke-4. Terhitung di mulai sejak tanggal 7 Juni 2020 kemarin. Di tengah panen raya tahun ini, sulit rasanya meluputkan perhatian terhadap harga cengkeh yang kian lesu di kalangan petani.

Bagaimana tidak, harga cengkeh kering yang semulanya Rp 93.000 per kg, kini terjun bebas ke Rp 50.000 per kg. Penurunan harga ini tergolong paling signifikan selama lima tahun terakhir.

Salah satu penyebab dari terjun bebasnya harga cengkeh tahun ini dikarenakan ulah pandemi Covid-19. Selebihnya, adanya kecendrungan setiap memasuki masa panen, harga cengkeh di kalangan petani tiba-tiba kisut.

Adapun beberapa alasannya ialah karena industri rokok dalam negeri sedang membatasi produksi rokok, sehingga berpengaruh langsung dengan harga cengkeh.

Tak dapat dipungkiri memang, hampir 93% hasil cengkeh di Tanah Air di serap oleh industri rokok dalam negeri.

Selain itu juga, adanya kebijakan impor cengkeh yang kian tak terkendalikan oleh pemerintah, yang berefek pada jatuhnya harga cengkeh petani lokal.

Panen Raya Kurang Menggairahkan

Lebih lanjut, meski tahun ini dihadapkan pada panen raya, petani tetap tak kunjung diberikan nafas lega. Ihwal, panen raya selalu diidentikan dengan pengeluaran biaya operasional yang tidak main-main besarnya.

Semantara di suatu sisi, pengeluaran semasa panen yang besar itu tidak diimbangi dengan harga cengkeh yang berlaku di pasaran. 

Fenomena ini tentunya sangat merugikan para petani, khususnya bagi petani cengkeh kecil yang modalnya kecil.

Tak pelak, mereka acap kali langsung menjual hasil panenannya kepada pengepul meski dengan harga murah. Dikarenakan terdesak oleh berbagai kebutuhan, hingga untuk menutupi biaya selama masa panen.

Namun, tidak demikian dengan petani cengkeh besar yang nota bene modalnya banyak. Setelah masa panen usai, mereka lebih memilih untuk menyimpan cengkehnya terlebih dulu, sembari menunggu harga yang baik.

Tak Dipanen Sayang, Dipanen Malah Rugi

Panen raya di tengah kisutnya harga cengkeh tahun ini, hemat saya, menjadi sebuah klimaks.

Di mana kalau bunga cengkeh dibiarkan tidak di petik, sungguh kasihan. Nanamnya dulu berdarah-darah dan perawatannya susah setengah mati.

Sementara kalau masih ngotot untuk di petik, kosekuensi logisnya petani merugi. Karena biar bagaimanapun, upah harian buruh petik lumayan mahal. 

Belum lagi untuk biaya konsumsi (makan- minum), uang rokok, transport, dan lain sebagainya selama pascapaneb. Betul- betul dilematis.

Panen raya tahun ini sedemikian menghadirkan dua wajah paradoksal, suatu sisi petani dihadapkan dengan panen raya (baca: pohon cengkeh berbuah lebat). Tetapi di sisi lain, harga cengkeh tidak memberikan nafas harapan.

Fakta di depan mata, sejauh ini memang tidak ada perhatian serius dari punggawa Negara terhadap harga cengkeh yang saat ini melesukan para petani.

Padahal kalau boleh dibilang, pemerintah bisa saja menggunakan instrumen kekuasaannya untuk mengontrol harga cengkeh dipasaran. 

Selebihnya, menjadi mediator antar pengusaha dan petani dalam penentuan pemberlakuan harga komuditas pertanian.

Tetapi ya, begitulah. Ada pun informasi yang beredar kini adalah, pemerintah pusat, melalui Kementrian Pertanian, ingin memperluas areal perkebunan cengkeh.

Saya kira inisiatif pemerintah ini baik, tetapi ada baiknya dibarengi dengan politik dunia usaha (baca: tata niaga pertanian) yang komperhensif dan integratif. Pemerintah juga perlu mengatur standarisasi harga komuditas pertanian yang jelas. 

Hemat saya, percuma bila nanti terjadi perluasan lahan, toh pada akhirnya akan berdampak pada harga cengkeh karena produksi cengkeh yang terlalu banyak (over supllay).

Saya kira demikian, pemerintah harus mempertimbangkan secara ringkas dan jeli terkait hal- hal ini. Dan untuk segenap petani cengkeh di Tanah Air, saya harap di tengah panen raya tahun ini kita dapat memahami kondisi yang ada. 

Kita doakan saja seusai wabah ini berlalu, srhingga harga cengkeh pun kembali bersahabat.

Salam sukses dan semangat selalu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun