Mohon tunggu...
Guıɖo Arısso
Guıɖo Arısso Mohon Tunggu... Insinyur - ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Watu Tinggil, Benteng Perang hingga Dijadikan Tempat Wisata Rohani

25 Mei 2020   15:07 Diperbarui: 27 Mei 2020   17:55 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang peziarah sementara berdoa di depan patung Bunda Maria di Watu Tinggil (Dokpri)

Bila menghela narasi seputar Watu Tinggil, ada beberapa hal yang bisa dijadikan diskursus. Yakni, mengenai sejarah keberadaannya hingga kisah-kisah heroik yang di tuturkan secara lisan oleh tetua di kampung.

Watu Tinggil sendiri adalah batu raksasa yang tingginya sekitar 50 kaki dan berdiameter 60 x 120. Watu Tinggil terletak di Desa Pacar, Kecamatan Pacar, Kabupaten Manggarai Barat, Flores.

Di dalam batu raksasa ini terdapat gua-gua kecil. Konon, semasa peperangan dengan Belanda, masyarakat setempat bersembunyi dan berlindung diri di dalam batu. Berangkat dari hal itu, batu raksasa ini lebih akrab dengan sebutan Benteng Tinggil.

Lebih lanjut, dari sekian cerita yang di wariskan secara lisan, ada nama Macang Pacar yang lahir sebagai tokoh heroik di balik perlawanan penuh terhadap kedatangan bangsa Belanda ke wilayah selatan Manggarai.

Macang Pacar kemudian gugur bersama pasukannya dalam pertempuran sengit hingga kepalanya di penggal oleh pasukan Belanda dan di bawa ke Batavia (sekarang Jakarta).

Untuk menghormati perjuangan beliau semasa itu, kini ada dua kecamatan di Kabupaten Manggarai Barat yang mencatut nama Macang Pacar, yakni Kecamatan Macang Pacar yang beribukotakan Bari dan Kecamatan Pacar beribukotakan Pacar.

Sejauh ini memang tidak ada dokumen jelas dan yang memberi indikasi bagaimana Belanda menjajah di Pacar dulunya, kemudian apa yang mereka cari dan beberapa lama mereka menduduki reksa wilayah Pacar dan sebagainya.

Besar kemungkinan, kolonialisme Belanda datang ke wilayah Pacar pada tahun 1910, ihwal menurut Eduard Jebarus dalam bukunya 'Sejarah Persekolahan di Flores' (hal. 43), Belanda melakukan ekspedisi ke Manggarai Raya pada tahun 1908.

Menurut Eduar juga, mulanya kolonialisme Belanda melakukan perjalanan untuk mencari timah dan emas. Namun usaha mereka lantas sia-sia. Dugaan saya, mereka kemudian pergi dari wilayah Pacar seiring bangsa Indonesia merdeka pada tahun 1945.

Baca juga: Bulan Maria dan Batalnya "Ngaji Giliran"

Lebih dari pada itu, bila kita menyelisik ke beberapa peninggalan kolonialisme Belanda di Desa Pacar, terdapat bangunan era kolonial berupa rumah papan dengan gaya arsitektur barat (namun beberapa tahun lalu sudah roboh) hingga di temukan alat perang berupa meriam besi.

Meriam besi peninggalan kolonialisme Belanda di Desa Pacar(Dokpri)
Meriam besi peninggalan kolonialisme Belanda di Desa Pacar(Dokpri)

Candela Watu Tinggil

Watu Tinggil yang tinggi dan besar ini memiliki lorong yang menembus dan atau menghubungkan kedua sisinya. Masyarakat desa setempat lazimnya menggunakan lorong ini sebagai jalur untuk menuju perkebunan yang ada disebelah batu itu.

Swafoto di lorong yang menghubungkan kedua sisi Watu Tinggil (Dokpri)
Swafoto di lorong yang menghubungkan kedua sisi Watu Tinggil (Dokpri)

Tak hanya itu, kini Watu Tinggil di sulap oleh masyarakat setempat menjadi tempat wisata. Baik untuk sekadar foto- foto hingga untuk wisata rohani. Lantaran dari atas batu ini kita bisa melihat penampakan desa-desa yang ada disekitar.

Pun pada salah satu sisi batu ini terdapat sebuah gua yang di dalamnya di letakan patung Bunda Maria.

Kebiasaan umat Katolik di wilayah Pacar menjelang Bulan Rosario dan/ atau Bulan Maria yang jatuh setiap bulan Mei dan Oktober, yakni melakukan ziarah ke Gua Maria Watu Tinggil untuk berkumpul dan berdoa bersama.

Baca juga: Sepak Bola Pentakosta Dikampung, Kalau Belum Terjadi Baku Pukul Berarti Belum Rame

Sisi lain, terdapat potensi dari Watu Tinggil di sambangi untuk tujuan penelitian. Terkhusus bagi seorang geolog untuk meneliti bebatuan itu dengan catatan sejarah di baliknya.

Keberadaan batu raksasa ini sangat unik dan menjadi daya tarik tersendiri bagi khalayak yang mengunjunginya.

Harus diakui memang selama ini daya promosi pariwisata di reksa wilayah Manggarai Barat sangatlah minim. Padahal bila di sibak lebih jauh, banyak tempat wisata yang berpontesial dan punya harga jual.

Salah satu alasannya mungkin belum ada pelaku pariwisata yang berani menjual paket perjalanan wisata untuk mengeksplorasi nilai sejarah beserta keunikan lain di balik Watu Tinggil ini.

Demikian narasi seputar Watu Tinggil di Desa Pacar. Catatan sejarah seputar peninggalan bekas jajahan Belanda di Desa Pacar sedini memang masih tercecer dan belum dirampungkan.

Selebihnya ialah faktor pemutusan pengetahuan seiring lintas generasi. Sehingga secara tidak langsung menyulitkan dalam pengumpula data.

Referensi: Eduard Jebarus, Sejarah Persekolahan di Flores (Maumere: penerbit Ledalero, 2008), hal.43

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun