"Cengkeh..Cengkeh..pulang petik cengkeh!" begitu teriakan anak-anak SD menyeruak bebas diatas truk yang lewat di sepanjang ruas jalan Desa Pacar tatkala masyarakat diberkahi panen bunga cengkeh.
Bila musim panen tiba, hembusan debu jalanan yang melayang ringan menjerat pandangan seolah tak dihiraukan lagi. Apa lagi berjalan dibawah teriknya matahari, sama sekali tidak diperdulikan. Lantaran, hasrat ekonomi kembali berdenyut dikalangan petani sudah mendahului jiwa yang berapi-api.
Terhitung untuk setiap kepala keluarga yang tergolong sebagai petani--cengkeh-besar ditempat saya, sehari mereka bisa menghasilkan 7 sampai 8 karung cengkeh basah. Sementara untuk petani-cengkeh-kecil hanya menghasilkan 2 sampai 3 karung cengkeh basah per harinya.
Direksa wilayah Kabupaten Manggarai Barat, desa saya sedemikian menjadi salah satu sentra penghasil tanaman cengkeh. Selain terdapat beberapa desa lainnya yang tersebar dibeberapa kecamatan.
Desa saya bernama Pacar dan terletak di Kecamatan Pacar, Kabupaten Manggarai Barat,Flores. Sejumlah perkebunan cengkeh yang ada disini umumnya perkebunan cengkeh milik rakyat. Luas perkebunan cengkeh di Kecamatan Pacar sendiri kira-kira 150 hektar (Ha).
Berangkat dari hal itu, kehidupan warga Pacar sangat bergantung pada perkebunan dan atau hasil cengkeh ini. Harga jual bunga cengkeh yang lumayan tinggi terbukti membuat kehidupan masyarakat disini lebih baik.
Fakta lain juga menyuguhkan bahwa, sejumlah warga disini yang nota bene berprofesi sebagai petani cengkeh, kini sudah mulai tinggal diirumah tembok. Alas lantai juga sudah dipasang keramik maupun tembok semen biasa.
Untuk sekaliber orang desa, kriteria- kriteria tersebut sudah bisa diklasifikasikan sebagai rumah tangga sukses.
Kebanyakan perkebunan cengkeh milik rakyat yang berada ditempat saya berada dilereng-lereng perbukitan. Untuk menyambang ke kebun pun kita harus berjalan kaki berkelok-kelok dan naik-turun perbukitan. Ya, cukup melelahkan. Tapi tidak menyurutkan semangat pekebun cengkeh.
Jarak antara desa dan kebun masyarakat pun cukup jauh, juga membutuhkan waktu berjam-jam untuk sampai.
Sebagai contoh, salah satu kebun cengkeh milik kami yang letaknya lumayan jauh dari rumah dan butuh waktu 3 jam perjalanan baru bisa sampai. Lantaran setengah perjalanan bisa dilewati dengan mobil dan/ truk, sementara setengahnya lagi harus dilalui dengan jalan kaki.
Tapi memang kebanyakan orang-0rang desa dan atau buruh petik memiliki nafas panjang dan berotot baja. Mereka sudah menganggap hal demiikian biasa-biasa saja, karena kesehariannya memang sudah seperti itu.
Pun ketika sudah sampai dikebun dan bertengger diatas pohon cengkeh, nyanyian dan kelakar tawa mereka memecah keheningan dan menemani paduan suara-suara burung dan moyet penghuni hutan. Tambah ramai pastinya.
Saya sendiri biasanya tidak bertahan lama bila menaiki pohon cengkeh. Pun tidak kuat berdiri dianak-anak tangga selama berjam-jam. Selebihnya saya hanya bisa pantau mereka dari bawah sembari memutarkan kopi hingga menyiapkan sarapan siang. Hehe
Tak lupa pula saya selalu mencari bahan diskusi agar mereka tidak ngantuk plus melamun diatas pohon
Para buruh petik yang sudah menjadi langganan kami setiap tahunnya ini memang cekatan dan profesional dalam bekerja. Mereka berjumlah 17 orang. Biasanya, 50 pohon-bunga- cengkeh bisa mereka petik tuntas dalam kurun waktu dua minggu.
Terhitung cepat karena kebanyakan pohon cengkeh yang berproduktif berbuah dikebun adalah pohon-pohon cengkeh yang besar dan tinggi. Selebihnya acap kali berbuah lebat setiap tahunnya.
Sementara untuk upah dihitung perhari Rp 90.000 per orang. Nominal ini sudah termasuk makan, minum dan uang rokok. Jumlah upah ini pun setiap masa panen tiba kadang berubah-ubah lantaran disesuaikan dengan harga cengkeh dikalangan pengepul.
Semisalkan, bila harga cengkeh kering Rp 110.000 per Kg, berarti upah buruh petik Rp 90.000 per orang. Tentu setiap petani cengkeh memiliki kesepakatn kerja masing-masing ihwal hitung-hitungan pemberian upah.
Sementara untuk jam kerja, biasanya dimulai jam 07 pagi hingga 16.00 sore. Semisalkan terjadi hujan tengah hari, upah pun dihitung setengah hari dan dipotong setengah.
Begitu kira-kira bila menghela narasi seputar diskursus pekebun cengkeh ditempat saya, Desa Pacar, Manggarai Barat, Flores. Bagaimana ditempat kamu?
Salam sukses petani cengkeh Indonesia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H