Mohon tunggu...
Gubuk Literasi SMAIS
Gubuk Literasi SMAIS Mohon Tunggu... Penulis - Komunitas Literasi SMA Islam Sabilillah Malang

Kumpulan siswa-siswi melek baca-tulis di SMA Islam Sabilillah Malang Boarding School Sistem Pesantren. Berdiri sejak 1 Agustus 2018 dan telah meretaskan 80 buku solo maupun antologi ber-ISBN.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perjuanganku di Mosul

30 April 2024   07:35 Diperbarui: 30 April 2024   07:40 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis: Rama Bagus Rizky Kardhian
Kelas: X

----------------------------

Tahun 2017, di kota Mosul di negara Iraq yang dulunya sangatlah indah, terjadi pertempuran sengit antara pasukan militer Iraq dengan pasukan milisi radikal ISIS atau yang merupakan singkatan dari Islamic State in Iraq and Syria. Aku, Ahmad Reza adalah seorang warga Indonesia yang menjadi sukarelawan untuk pasukan pemerintah Iraq.

"Mereka menyerang posisi kalian dengan pasukan elit! Mundur sekarang juga!" teriak komandanku dari radio yang sudah biasa aku dengar semenjak pertempuran ini dimulai.

Aku mengintip ke jendela dari tempatku bersembunyi ke jalanan. Aku melihat 6 orang yang sedang berjalan dengan santainya di tengah jalanan yang telah menjadi tempat beberapa belas orang meregang nyawanya dalam baku tembak sengit.

"Abdul, apakah mereka adalah milisi dari pihak kita?" tanyaku kepada seorang prajurit Arab Saudi yang ikut mendaftar sebagai sukarelawan.

Abdul mengambil teropongnya untuk melihat lebih jelas penampilan 6 orang bersenjata tersebut.

*Dor!

Sebuah suara tembakan terdengar dan mengenai leher Abdul yang menyebabkann darah muncrat ke segala arah. Setelah itu tubuh Abdul langsung terjatuh di lantai menunjukkan matanya yang secara perlahan menutup.

"Sniper!" teriakku kepada rekanku yang berisi beberapa orang asing dari berbagai negara.

Seorang anggotaku yang dari Pakistan melemparkan bom asap ke lantai yang segera memenuhi ruangan dengan asap putih.

"Segera mundur!" teriakku kembali sambil pergi keluar ruangan dari tembok yang telah roboh. Setelah aku keluar dari ruangan, tiba-tiba seorang pria yang wajahnya tertutupi kain yang hanya memperlihatkan matanya menembakkan senapan AKM kepadaku. Langkahku langsung terhenti dan melompat ke belakang untuk menghindari radius tembaknya.

*Drrrrrt!

Aku mengokang senapan AK-101 milikku lalu menunggu saat yang tepat untuk menembak. Setelah 2 detik, suara rentetan tembakan seketika berhenti. Aku langsung memperlihatkan sedikit bagian tubuhku dan mengarahkan laras senapanku yang telah siap menembak kepada wajah pria tersebut.

*Dor! Dor! Dor!

3 tembakan aku lepaskan dan salah satunya dengan tepat mengenai dahi pria tersebut yang sudah pasti membuat  kesadarannya melayang ke alam lain. "Safe!" Aku langsung melanjutkan perjalananku ke ruangan lainnya dari gedung ini. Salah satu anak buahku yang dari Iraq tiba-tiba berhenti. "Tunggu kapten." Aku segera berhenti. "Ada apa?" tanyaku padanya. Dia berjalan mendekati sebuah laci meja dan tiba-tiba sebuah suara terdengar.

*Cting

Salah satu anggotaku langsung menyadari suara apa barusan itu. ""Granat!"" teriak kami bersamaan.

*Boom!

Ledakan muncul dari laci meja yang menyebarkan ribuan serpihan kayu melesat bersamaan dengan serpihan granat.

            "Aaaaaaakh! Aaaaakh! Sakit! Sakiiittt!!!"

            "Aku tidak mau mati seperti ini!"

Beberapa orang anggotaku mengerang kesakitan. Aku sendiri tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka katakan. Aku merasakan telingaku seperti mengalirkan sesuatu yang basah. Aku menyentuh telingaku yang terasa basah dan noda merah memenuhi sisi sarung tangan yang menyentuh telinga.

*Ngiiiiing!

"Akh, aku tidak suka ini." ucapku merasakan kesakitan dan dengungan keras di telingaku yang menyiksa.

*Drap drap drap

Aku mendengarkan derap suara langkah dari banyak orang dari lorong ruangan tengah. Setelah itu aku melihat beberapa orang pria jakung dengan wajah yang tertutupi kain maupun topeng yang seperti perampok dengan ikatan kepala menunjukkan lambang ISIS.

            "Habisi seluruh pendosa yang tidak mau bertaubat ini." ujar salah seorang dari mereka.

            "Siap pak."

Mereka langsung bergerak mendekati seluruh anggotaku yang saat ini sedang terkapar akibat ledakan granat tadi. Salah satu dari mereka mengarahkan laras senapan AKM-nya kepada Aziz, temanku dari Solo yang mengikutiku untuk menjadi sukarelawan di Iraq. Aziz melihat kepada pria yang menodongkan senapan kepadanya dengan senyuman.

            "I-ibu... aku... akan.... menjadi.... pahlawan....."

*Dor!

Senapan AKM meludahkan peluru 7,62 x 39 mm kepada dahi Aziz.

"Aziz!" Aku berusaha meraih Aziz yang sudah tidak bernyawa.

Aku merasakan besi dingin di leher belakangku.

'Aku telah hidup selama 24 tahun. Berlatih untuk menjadi prajurit dengan sangat keras selama 2 tahun, dan bertempur selama 3 tahun di Iraq membunuh 41 anggota ISIS. Inilah akhirku, setelah bertahun-tahun berjuang. Terimakasih Ayah dan Ibu yang telah melahirkan dan membesarkanku. Terimakasih Aziz telah mendukung keinginanku hingga mengikuti kemari. Terimakasih kepada seluruh rekanku yang telah tiada. Sekarang, aku akan mengikuti kalian. Aku sangat senang telah hidup di dunia selama ini. Allahu Akbar.'

*Dor!

-----------------

Tamat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun