Semakin mendekati deadline, semakin gencar timses tidak resmi 'TEMAN AHOK' berusaha mengumpulkan 1 juta KTP. Selain Sekretariat di gedung perkantoran, ada 57 Posko yang entah dibiayai siapa dan dari mana, apakah cukup dari jualan kaus dan gelang karet, wallahualam. Stand juga dibuka di berbagai mal terutama saat weekend, untuk menjaring KTP, dengan penjaga stand tak kalah agresifnya dengan SPG, meminta KTP kita untuk koh Ahok.
KTP yang dikejar-kejar itu sejatinya adalah identitas kita yang berharga. Berbagai penyalah-gunaan KTP acap diberitakan terjadi. KTP tidak sulit untuk dipalsukan, terutama ketika mesin cetak hologram bisa dibeli bebas. Informasi yang ada di KTP asli milik seseorang, bisa dicetak ke KTP palsu dengan mudahnya.
Ketua BNN pernah memperingatkan, jangan sembarang ngasih KTP dan copy KTP karena bisa dipergunakan untuk membeli narkoba. Pegawai Pemkot Solo pernah meng-upload scan KTPnya sebagai sample di website, terkejut ketika menemukan KTPnya dipergunakan untuk kasus kejahatan penipuan MLM. KTP juga bisa dipakai untuk mendaftar SIM Card, yang kemudian dipakai untuk melakukan kejahatan mulai dari minta pulsa sampai mengancam dan teror. KTP bisa digunakan untuk mengambil santunan seperti BLT, BLSM.
KTP juga bisa untuk mengajukan kredit. Meskipun KTP palsu, dengan data identitas yang asli bisa dicek ke Biro Kredit Bank Indonesia - supaya lolos untuk mendapatkan pinjaman. Kredit itu tentunya nanti dibikin macet, dan yang ketiban pulung adalah yang informasinya dipakai. Intinya jangan pernah meremehkan rawannya menyerahkan identitas begitu penting seperti KTP ke sembarang pihak, karena kalau hari sial tiba, kerepotan dan kerugiannya bisa tak terkira.
Di Indonesia kelemahannya tidak ada UU Privasi, hanya ada sejumlah UU yang sedikit banyak melindungi privasi termasuk dari pemalsuan dan penyalahgunaan KTP. Misalnya Pasal 263 KUH Pidana tentang pemalsuan surat (di antaranya KTP), yang ancamannya adalah pidana.
Ada berbagai institusi yang meminta anda memberikan copy KTP, dan semua institusi tersebut selain identitasnya jelas, juga berada di bawah UU yang mewajibkan mereka menjaga kerahasiaan dan melindungi data kita. Contohnya kalau Bank dan Multifinance, mereka tunduk pada UU Perbankan dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan. Kalau data kita diminta oleh orang yang menjual barang ke anda seperti supermarket dll, anda dilindungi oleh UU Perlindungan Konsumen. Kalau data kita diserahkan ke Parpol, minimal ada UU Partai Politik.
Intinya adalah memiliki IDENTITAS JELAS. Ada lisensinya, izin pendirian, izin operasi, domisili, organisasi, penanggung-jawabnya. Apabila data kita disalahgunakan, minimal kita tahu kemana harus minta jawaban, siapa yang harus dituntut, siapa yang harus dilaporkan supaya dikenai pidana dan jera. Institusi tersebut juga mengerti mereka harus bertanggung-jawab sesuai UU, wong identitas mereka terpampang jelas.
Sekarang pertanyaannya, siapa TEMAN AHOK? Siapa pendirinya, siapa penanggung-jawabnya? Kalau sekedar nama dan no telpon yang ada di website, besok juga bisa diganti, lusa tinggal dihapus. Apa organisasinya? Adakah izinnya, adakah identitasnya yang menunjukkan domisilinya? Kalau sekedar sekretariat, hari ini disewa besok tinggal pindah. TEMAN AHOK menulis di mukadimahnya bahwa mereka adalah pendukung Ahok, mereka relawan. Gampang sekali kok mengaku relawan. Hari ini relawan si A, besok si B. Hari ini relawan, besok bayaran, lusa relawan lagi. Tapi, siapa sebenarnya mereka?
Kemudian soal penanganan data KTP yang diserahkan seperti cek kosong. Siapa yang menjamin data tersebut tidak akan disalahgunakan? Siapa yang menangani data KTP tersebut, si A memfotocopy, si B menyalin di excel, si C men-scan, si D merekap. Bagaimana kalau copy tsb jatuh ke tangan orang yang tak berhak? Bagaimana kalau ada yang mengupload scan tsb, mengcopy di disc, menyimpan foto copynya kemudian digunakan untuk bukan tujuan sebenarnya? Siapa yang menjamin itu tidak akan terjadi? TEMAN AHOK, gitu ya. Siapa TEMAN AHOK?
Kalau suatu hari kita kena kredit macet, tiba-tiba didatangi debt collector, tiba-tiba didatangi polisi, dst dst; baru kaget setengah mati, baru serangan jantung. Terus kepada siapa kita harus bertanya, menuntut, minta pertanggungjawaban? Kepada Ahok? Lah, Ahok saja tidak mengaku itu timsesnya. Mencalonkan diri lagi aja belum. Yang ngumpulin KTP juga bukan dia. Tak pernah sekalipun Ahok mengakui TEMAN AHOK ini timsesnya, atau mengumpulkan KTP atas instruksinya.
Kenapa Ahok tidak mengakui ini timses pengumpul KTP buat pencalonannya sebagaimana calon-calon independen lain yang mengumpulkan KTP? Ahok mestinya tahu, bahwa ada pasal pidana penyalahgunaan KTP, sekian banyak anak muda baik relawan maupun bayaran susah dikendalikan kejujurannya. Dalam kegiatan semacam ini, mudah disusupi, mudah masuk angin. Selain KUH Pidana untuk pemalsuan identitas, juga bisa terjadi saat verifikasi KPU, orang mengaku KTPnya disalah-gunakan. Komisi Pengawas Legislatif (Kopel) dan Koalisi Kawal Pilkada sudah acapkali bersuara keras agar calon independent yang memalsukan dan menyalahgunakan KTP dikenai pidana.