Mohon tunggu...
G Tersiandini
G Tersiandini Mohon Tunggu... Lainnya - Mantan guru di sekolah internasional

Mantan guru, penikmat kuliner dan senang bepergian.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mencoba Keberanian di Via Ferrata Gunung Parang, Purwakarta

10 April 2018   20:27 Diperbarui: 11 April 2018   11:34 940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Biarpun gemetar, tetap masih bisa bergaya (Dokumentasi Pribadi)

Pasti banyak dari para pembaca yang sudah mengenal tempat ini (gunung Parang). Saya pun sebenarnya sudah tiga kali mengunjungi tempat ini tapi belum sempat mencoba menapaki dinding gunung Parang. 

Oleh karena itu, suatu hari  tepat hari pertama puasa setahun yang lalu, bersama dengan tiga orang teman kami ingin mencoba via Ferrata di gunung Parang tersebut.

Kami berjanji untuk bertemu di UKI. Awalnya kami berencana untuk pergi sebelum jam 6 pagi untuk menghindari kemacetan di jalan tol. Namun, dua orang teman datang terlambat. Jadilah kami beru berangkat sekitar jam 6 lebih dan benar saja tol sudah padat. Supir yang membawa kami memutuskan untuk lewat jalan biasa karena walaupun padat namun masih jalan. OK ... jalan biasa. 

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Di sepanjang perjalanan, tentu saja kami tidak berhenti berkicau. Kami sempat terpikir untuk meneruskan perjalanan sampai Semarang dan melupakan Purwakarta. Kami hampir memutuskan untuk melakukannya, tapi seorang teman tidak bisa karena dia ada tugas pada hari Minggu pagi. Akhirnya kami bulatkan tekad  untuk ke gunung Parang.

Tiba di gunung Parang sudah siang dan panas. Seorang pemandu di tempat itu tidak menyarankan kami untuk naik pada siang hari karena besi yang akan kami pakai untuk berpegangan pasti panas sekali karena terkena paparan matahari. 

Jadi kami disarankan untuk naik pada sore hari. Untuk mengisi waktu, daripada 'bengong', kami disarankan untuk pergi ke Panenjoan yang letaknya tidak jauh dari situ. Setelah beristirahat sebentar, kami pun pergi menuju Panenjoan.

Saya melihat Panenjoan sudah banyak berubah, karena sekarang sudah dibangun jembatan-jembatan bambu yang menghubungkan bukit yang satu dengan yang lain. Tempat ini memang cocok untuk berfoto-foto. Tentu saja kesempatan ini tidak kami lewatkan. Kami menapaki jembatan bambu tersebut. Pemandangannya indah sekali, apalagi saat cuaca sedang cerah. 

Dari jembatan bambu tersebut kita dapat melihat danau Juanda Jati Luhur di kejauhan. Indah sekali. Setelah puas menikmati pemandangan dan berfoto, kami kembali ke Gunung Parang. Awalnya kami ingin mendaki Gunung Lembu dulu, tapi menurut pemandu yang ada di situ, paling bagus kalau naik pada sore hari. Jadi kami jadwalkan untuk mendakinya setelah dari via Ferrata.

Pemandangan dari Panenjoan (Dokumentasi Pribadi)
Pemandangan dari Panenjoan (Dokumentasi Pribadi)
Indahnya pemandangan (Dokumentasi Pribadi)
Indahnya pemandangan (Dokumentasi Pribadi)
board walk: Panenjoan (Dokumentasi Pribadi)
board walk: Panenjoan (Dokumentasi Pribadi)
Setelah mendengarkan 'briefing' dari sang pemandu, kami kemudian harus mengenakan peralatan yang sudah disediakan di sana. Setelah itu kami mulai mendaki. Wah, ternyata pendakian yang hanya sedikit itu cukup melelahkan. Peluh mengalir dari tubuh kami. 

Setelah sampai di dinding gunung, kami pun mulai naik satu per satu. Ternyata untuk naik, ada teknik tersendiri. Kami harus tautkan carabiner ke tangga besi, kemudian cara memegang talinya pun  harus sesuai aturan. Kami melakukan semua yang dijelaskan kepada kami. Kami langkahkan kaki menaiki tangga besi secara perlahan sambil sekali-kali berhenti untuk foto-foto (maklum ... jaman 'now' harus ada foto :) ) atau melihat pemandangan yang ada di kejauhan. Indah sekali. 

Saya kebetulan naik paling belakang, jadi saya terhalang oleh teman-teman saya yang ketakutan.  Sebenarnya pendakiannya sendiri tidaklah sulit, tapi bagaimana mengatasi rasa ketakutan dan kegamangan berada di ketinggian. 

Biarpun gemetar, tetap masih bisa bergaya (Dokumentasi Pribadi)
Biarpun gemetar, tetap masih bisa bergaya (Dokumentasi Pribadi)
Setelah puas menikmati pemandangan dan foto-foto, kami pun turun. Ketika tiba di bawah, gerimis mulai turun. Kami cepat-cepat turun ke 'base camp' dan menanggalkan semua perlengkapan yang tadi kami pakai. 

Sambil menunggu hujan berhenti,  kami beristirahat dan mandi karena badan terasa lengket.  Setelah mandi dan hujan mereda, kami kembali ke Jakarta. Kami tidak jadi mendaki gunung lembu karena hari sudah mulai gelap. Di perjalanan, kami tidak lupa  berhenti di warung sate Marangi. Ah nikmat sekali rasanya. 

Kalau ada kesempatan lagi, tentu saya akan kembali lagi tidak saja ke gunung Parang, tetapi juga mencoba untuk mendaki gunung Lembu dan gunung lainnya yang ada di sekitar situ.

gmt100418

foto-foto: koleksi pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun