Pada suatu Sabtu di awal Juni, bersama seorang dua orang teman, saya berwisata ke Purwakarta. Sebenarnya saat kendaraan kami meninggalkan Jakarta, kami belum begitu pasti akan pergi ke mana. Kami sudah pernah pergi ke waduk Jatiluhur dan Cirata, oleh karena itu kami tidak ingin mengunjungi kedua tempat itu lagi. Di dalam mobil, kami masih mencari-cari tempat yang akan kami kunjungi. Akhirnya kami putuskan untuk mengunjungi Situ Wanayasa dan Curug Cijeruk karena tempatnya berdekatan.
Jam 9 pagi kami sudah sampai di kota Purwakarta. Saat memasuki kota Purwakarta, saya merasa bahwa kota tersebut bersih dan menarik. Masih banyak terlihat bangunan kuno peninggalan masa kolonial. Kami juga melewati semacam taman yang kelihatannya indah, tetapi kami tidak mampir di situ.
Kami berkendara terus melewati situ Wanayasa. Kami berencana mengunjungi curuk Cipurut dahulu baru nanti pulangnya mampir ke situ Wanayasa. Menurut situs di internet yang saya baca, Â letak curug Cipurut tidak jauh dari situ Wanayasa. Setelah beberapa kilometer melewati situ tersebut, belum ada tanda-tanda yang menunjukkan arah situ Cipurut. Maklum, kami semua belum pernah ke sana sehingga masih meraba-raba. Kami kemudian melihat sebuah baliho besar yang menunjukkan gambar beberapa curug, namun tidak ada nama curug Cipurut. Supir kami turun untuk bertanya dan kata penduduk di sana kami harus balik arah. Saat mobil kami memutar arah, kami membaca lagi baliho yang ada di tepi jalan tersebut. Kami lalu memutuskan untuk mengunjungi curug-curug yang ada di baliho tersebut.
Setelah mengendarai kendaraan selama kurang lebih 15 menit, sampailah kami di pintu masuk curug. Rupanya kami sudah masuk kawasan Subang. Kami pun membayar tiket masuk. Â Saat itu masih minggu pertama puasa sehingga daerah itu sepi pengunjung. Kami adalah pengunjung pertama di tempat itu pada hari itu. Setelah bertanya kepada penjaga di sana, kami ditunjukkan jalan menuju curug Pamoyaman (curug yang paling dekat). Rupanya petunjuk jalan yang ada di situ kurang jelas, sehingga kami sempat salah jalan. Setelah berjalan selama 45 menit melewati hutan cemara (yang seharusnya hanya 25 menit), kami bertemu dengan penduduk setempat yang sedang memanen kopi. Dia mengatakan bahwa curug itu sudah sangat dekat tetapi airnya kecil sekali.Â
Perjalanan menuju curug Cijalu cukup indah. Kami melewati kebun teh dan melihat pemandangan gunung Burangrang di hadapan kami. Curug Cijalu dapat kami lihat di kejauahn. Saat tiba di area parkir, hanya sedikit sekali pengunjung yang datang. Warung-warung di situ pun tutup semua karena bulan puasa. Setelah turun dari mobil, kami berjalan menuju curug. Jalannya mudah sekali dan tidak jauh. Sangat berbeda dengan jalan menuju curug Pamoyaman yang jauh dan agak sulit.
Supir kami mengatakan bahwa di Purwakarta terdapat sebuah gunung batu yang indah. Kami masih memiliki banyak waktu dan akhirnya kami memutuskan untuk ke Gunung Parang. Perjalanan dari curug Cijalu sekitar satu jam. Jalanan ke arah Gunung Parang cukup lancar, namun semakin mendekati kawasan Gunung Parang, jalan menjadi lebih sempit. Pemandangannya menakjubkan. Di kejauhan terlihat gunung batu dan di kiri kanan jalan terlihat sawah membentang. Indah sekali
Wah lumayan melelahkan jalan menuju  'panenjoan'. Saya harus mengatur langkah dan napas, sementara pemandu saya dengan lincahnya menaiki anak-anak tangga tersebut dan hilang dari pandangan saya. Saya harus memanggil-manggil dia agar tidak meninggalkan saya. Awalnya saya akan kembali saja sebelum mencapai 'panenjoan', tetapi anak itu mengatakan bahwa sedikit lagi akan sampai di sana. Beberapa kali saya mengatakan ingin turun saat melihat anak tangga yang harus dilalui masih panjang. Waduh lelah juga rasanya. Keringat sudah mengucur dengan deras. Namun, semua itu terbayarkan saat sampai di 'panenjoan'. Semua rasa lelah hilang saat melihat pemandangan di kejauhan. Waduk Cirata kelihatan indah, juga sawah-sawah yang ada di bawah.  Tanpa membuang waktu, saya pun segera mengabadikan pemandangan tersebut dari berbagai sudut. Indah sekali.
Saya merasa belum puas mengekplorasi Gunung Parang. Mudah-mudahan di masa mendatang saya dapat kembali ke sana dan mencoba untuk memanjat tebing (yang melalui anak tangga) di gunung tersebut.
gmt26072016
sumber foto: milik pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H