Mohon tunggu...
G Tersiandini
G Tersiandini Mohon Tunggu... Lainnya - Mantan guru di sekolah internasional

Mantan guru, penikmat kuliner dan senang bepergian.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Berwisata ke Purwakarta

26 Juli 2016   20:50 Diperbarui: 26 Juli 2016   21:15 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wah lumayan melelahkan jalan menuju  'panenjoan'. Saya harus mengatur langkah dan napas, sementara pemandu saya dengan lincahnya menaiki anak-anak tangga tersebut dan hilang dari pandangan saya. Saya harus memanggil-manggil dia agar tidak meninggalkan saya. Awalnya saya akan kembali saja sebelum mencapai 'panenjoan', tetapi anak itu mengatakan bahwa sedikit lagi akan sampai di sana. Beberapa kali saya mengatakan ingin turun saat melihat anak tangga yang harus dilalui masih panjang. Waduh lelah juga rasanya. Keringat sudah mengucur dengan deras. Namun, semua itu terbayarkan saat sampai di 'panenjoan'. Semua rasa lelah hilang saat melihat pemandangan di kejauhan. Waduk Cirata kelihatan indah, juga sawah-sawah yang ada di bawah.  Tanpa membuang waktu, saya pun segera mengabadikan pemandangan tersebut dari berbagai sudut. Indah sekali.

Melihat waduk Cirata dari kejauhan
Melihat waduk Cirata dari kejauhan
Pemandangan dari Gunung Parang
Pemandangan dari Gunung Parang
Waduk Cirata di kejauhan
Waduk Cirata di kejauhan
Sawah-sawah terlihat dari Gunung Parang
Sawah-sawah terlihat dari Gunung Parang
melihat-dari-atas-579764fabc22bd43118b4582.jpg
melihat-dari-atas-579764fabc22bd43118b4582.jpg
Pemandu saya masih juga memaksa saya untuk melanjutkan perjalanan menuju anak tangga di gunung batu tersebut, namun saya menolak, apalagi guntur semakin sering terdengar. Saya putuskan untuk turun. Benar saja, saat sudah setengah perjalanan gerimis pun turun. Kami mempercepat langkah agar segera sampai di bawah. Saat tiba di saung, hujan segera turun dengan deras. Kami pun berteduh di situ sambil memandangi Gunung Parang di hadapan kami yang tertutup kabut. Setelah beberapa saat berteduh dan hujan belum juga menunjukkan tanda-tanda akan reda, kami kembali ke mobil karena hari semakin sore dan kami tidak mau kemalaman tiba di Jakarta.

Gunung Parang diselimuti kabut
Gunung Parang diselimuti kabut
Kami pun segera kembali ke Jakarta, tetapi sebelumnya kami harus mencari restoran terlebih dahulu karena supir kami harus berbuka puasa dan perut kami sudah keroncongan karena belum makan siang. Akhirnya kami menemukan restoran yang tidak begitu ramai dan makan di situ. Menurut saya makanan yang disajikan biasa-biasa saja, tetapi kami tetap harus makan. Selesai makan kami melanjutkan perjalanan pulang menuju Jakarta.

Saya merasa belum puas mengekplorasi Gunung Parang. Mudah-mudahan di masa mendatang saya dapat kembali ke sana dan mencoba untuk memanjat tebing (yang melalui anak tangga) di gunung tersebut.

gmt26072016

sumber foto: milik pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun