Mohon tunggu...
G Tersiandini
G Tersiandini Mohon Tunggu... Lainnya - Mantan guru di sekolah internasional

Mantan guru, penikmat kuliner dan senang bepergian.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menyaksikan 'Alms Giving Ceremony' & Berkunjung ke Air Terjun Kuang Si di Laos

26 Juli 2016   12:12 Diperbarui: 27 Juli 2016   00:10 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Airnya cukup deras | Foto-foto: koleksi pribadi

Kami bertiga pun berangkat naik tuk-tuk. Karena tuk-tuk itu di kiri dan kanannya terbuka, maka saat masih di kota, kami harus terpapar debu yang cukup tebal karena di sana sedang banyak pembangunan. Namun, setelah di luar kota, udaranya pun menjadi semakin bersih. Di kiri kanan kami terdapat hutan jati.

Jalanan menuju tempat itu pun bagus dan sangat sepi, seolah-olah jalan itu milik kami sendiri. Setelah hampir sekitar satu jam, kami tiba di pintu masuk menuju 'Butterfly Park' dan 'Kuang Si Waterfall'. Setelah membayar 20000 kip per orang, kami pun masuk ke Taman Nasional itu. Tempatnya teduh dan bersih.

Ada dua jalur menuju air terjun itu. Satu melalui jalan tanah, dan yang satu lagi lewat jalan yang sudah beraspal. Kami memilih jalan tanah. Tidak jauh dari situ terdapat 'bear sanctuary'. Kami berhenti dulu untuk melihat beberapa beruang. Alamak, beruang di sana gemuk-gemuk. Lucu sekali. Ada yang tiduran, ada yang mandi di kubangan, ada juga yang sekedar berjalan-jalan.

Beruang gemuk | Foto-foto: koleksi pribadi
Beruang gemuk | Foto-foto: koleksi pribadi
Dari tempat penangkaran beruang, kami berjalan lagi naik. Suara deburan air semakin terdengar jelas. Di hadapan kami membentang kolam berwarna hijau tosca dengan air terjun yang pendek.

Cantik sekali. Saya pikir ini air terjunnya. Walaupun cantik agak kecewa juga rasanya saat itu karena air terjun di negara kita jauh lebih bagus dan tinggi. Beberapa wisatawan Korea mulai berfoto-foto. Ada yang masuk ke dalam air, ada yang hanya di tepi saja.

warna air hijau tosca yang menawan | Foto-foto: koleksi pribadi
warna air hijau tosca yang menawan | Foto-foto: koleksi pribadi
Kakak dan keponakan saya langsung duduk di bangku yang tersedia di situ sambil menikmati keindahan alam yang ada di hadapan mereka, sementara saya mengikuti orang-orang yang berjalan lebih ke atas.

Rupanya semakin ke atas, semakin indah pemandangannya. Air terjun ini bertingkat-tingkat dan tidak dalam. Ada beberapa wisatawan yang duduk di beberapa bangku yang disediakan di dalam kolam.

Airnya cukup deras | Foto-foto: koleksi pribadi
Airnya cukup deras | Foto-foto: koleksi pribadi
Foto-foto: koleksi pribadi
Foto-foto: koleksi pribadi
Saya sibuk mengambil foto-foto air terjun tersebut. Ketika saya sadar, rupanya saya hanya sendirian. Namun saya terus melanjutkan perjalanan. Semakin ke atas, pemandangan yang ada di hadapan saya semakin menawan. 

Akhirnya saya sampai di air terjun utama. Wah airnya deras dan indah sekali. Beruntung saya mendapat pemandangan yang indah, karena saat sebelum berangkat saya sempat melihat foto-foto air terjun ini yang diunggah di internet dan airnya tidak sederas yang saya lihat saat itu. Tentu saja saya langsung mengambil foto sebanyak-banyaknya.

Kuang Si dari samping | foto-foto: koleksi pribadi
Kuang Si dari samping | foto-foto: koleksi pribadi
Seluruh Kuang Si (tampak depan) | foto-foto: koleksi pribadi
Seluruh Kuang Si (tampak depan) | foto-foto: koleksi pribadi
Kuang Si dan kolam hijau tosca | foto-foto: koleksi pribadi
Kuang Si dan kolam hijau tosca | foto-foto: koleksi pribadi
Hari itu pengunjung cukup banyak dan mereka tentu saja berpose dengan latar belakang air terjun. Angin cukup besar sehingga saat berdiri di jembatan untuk melihat air terjun dengan jelas, kamera dan badan kami menjadi basah. Di situ juga ada beberapa biksu yang bermain-main di kolam yang ada di dekat jembatan.
Para biksu bermain-main di kolam air terjun | foto-foto: koleksi pribadi
Para biksu bermain-main di kolam air terjun | foto-foto: koleksi pribadi
Para biksu itu kemudian pergi lagi menapaki jalan setapak. Awalnya saya sempat mengikuti, tapi melihat jalanannya cukup terjal, saya urungkan niat saya, karena kakak dan keponakan saya masih di bawah dan saya berjanji akan kembali ke bawah kepada pengemudi tuk-tuk pada jam 1 siang.

Jadi saya takut terlambat. Saya kemudian memutuskan untuk turun dan mencoba mengajak kakak dan keponakan saya untuk naik melihat air terjun utama. Sayang kalau tidak melihatnya. Akhirnya mereka pun naik dan yang pasti sangat menyukai pemandangan yang mereka lihat.

Setelah puas menikmati air terjun Kuang Si, kami memutuskan untuk kembali ke tuk-tuk. Kami mengambil rute jalan aspal. Wah beruntung ketika berangkat kami memilih jalan tanah. Jika kami mengambil rute jalan aspal, kami tidak akan melihat kolam-kolam berwarna hijau tosca yang indah.

Kami kemudian kembali menuju Luang Prabang. Di perjalanan kami berhenti sejenak di perkampungan suku Hmong untuk melihat desa mereka dan mungkin membeli hasil kerajinan mereka. Saat tiba di perkampungan Hmong, suasananya sepi sekali. Banyak yang sedang rebahan di lapak mereka. Saat melihat kami datang, mereka langsung bangun dan mulai menawarkan dagangan mereka. 

Rupanya suku Hmong yang ada di Laos berbeda dengan orang-orang Hmong yang ada di Sapa. Di Sapa , Vietnam Utara, mereka terlihat unik dengan pakaian sehari-hari mereka yang masih tradisional, sementara di Laos mereka sudah berpakaian seperli layaknya orang-orang Laos. Tidak ada gelang kaki, gelang tangan, penutup kepala yang indah, baju hitam dll. Namun, kain yang mereka pakai adalah hasil tenunan mereka sendiri.

Perkampungan Hmong di Laos | foto-foto: koleksi pribadi
Perkampungan Hmong di Laos | foto-foto: koleksi pribadi
Rumah suku Hmong di Laos | foto-foto: koleksi pribadi
Rumah suku Hmong di Laos | foto-foto: koleksi pribadi
Anak Hmong dengan pakaian ala Laos, namun kainnya tenunan Hmong | foto-foto: koleksi pribadi
Anak Hmong dengan pakaian ala Laos, namun kainnya tenunan Hmong | foto-foto: koleksi pribadi
Kami juga dapat melihat anak-anak perempuan dan perempuan dewasa yang menunggui lapak mereka, sementara yang laki-laki dengan santainya tidur di 'hammock' atau di depan rumah. Bagi saya,  desa ini tidak impresif seperti di Sapa, Vietnam. Hasil tenunannya juga berbeda dan tidak sebagus yang di Sapa. Jadi setiap orang normal pasti akan beradaptasi dengan negara tempat mereka tinggal.

Tidak lama kami di kampung Hmong, kami lalu kembali ke Luang Prabang untuk beristirahat karena sore harinya kami ingin mendatangi 'night market' yang belum kami kunjungi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun