Setelah tiba di Tanakita, kami langsung kembali ke tenda dan bersiap-siap untuk mandi. Kamar mandi terletak agak jauh dari tenda dan tepat berada di bawah area makan. Tersedia empat kamar kecil dan empat kamar mandi dengan air panasdan dingin, serta empat wastafel. Saat itu air panasnya sempat habis karena pengunjung cukup banyak, jadi kami mandi dengan air dingin. Brrrrrr. Rupanya di area bawah juga tersedia satu area mandi yang terdiri dari tiga kamar mandi, dua kamar kecil dan dua wastafel. Kami baru mengetahuinya keesokan harinya saat melihat-lihat di area perkemahan yang terletak di bawah. Kamar mandi di sini memakai “gas water heater”, selain itu penggunanya juga tidak banyak, sehingga air panasnya masih berjalan dengan baik.
Sesudah mandi, kami berkumpul di area utama. Beberapa pemandu bersiap-siap membuat api unggun. Karena sedang hujan, maka api unggun diadakan di area utama yang bertenda. Jika tidak hujan, api unggun diadakan di ruang terbuka di dekat area utama. Setelah api unggun menyala, para petugas di sana membakar singkong. Selain singkong, kita juga dapat menikmati combro yang disediakan. Sambil minum teh hangat yang dengan bebas dapat kita buat, saya menikmati hangatnya api unggun. Sementara itu kedua keponakan saya sibuk membakar marshmellow di atas api. Mereka senang sekali berada di sana karena ini adalah pertama kalinya mereka “camping”.
Setelah kembang api habis, kami kembali ke atas ke area utama. Di sana beberapa orang sedang membakar jagung. Kami pun menikmati jagung bakar dan jahe panas. Aduh nikmat sekali. Beberapa pengunjung bernyanyi-nyanyi sambil berjoget.
Kantuk mulai menyerang dan keponakan saya yang berumur empat tahun sudah tidak sabar ingin kembali ke dalam tenda. Dia ingin segera merasakan bagaimana rasanya tidur di dalam tenda, karena ini adalah pengalaman pertama baginya. Akhirnya setelah membersihkan diri, kami pun kembali ke tenda.
Keesokan harinya saya dan kakak saya bangun sekitar jam 6 pagi. Sebenarnya kami masih enggan untuk bangun, tapi kami ingin melihat matahari terbit dari danau Situgunung yang katanya indah. Sayang, saat kami berjalan ke kamar mandi, matahari sudah terbit. Akhirnya kami putuskan untuk tidak mengunjungi situ. Tidak lama kemudian bel makan pagi berbunyi dan saya segera membangunkan kedua keponakan saya untuk sarapan.
Para petugas mengajarkan anak-anak untuk membuat “pancake”. Anak-anak yang ada di sana tampak senang sekali membuat “pancake” mereka sendiri. Selain “pancake”, sarapan hari itu terdiri dari nasi goreng, ayam goreng, dan mie goreng. Juga disediakan telur dadar.
Dalam perjalanan menuju tenda, saya melihat sebuah lorong yang ketika malam sebelumnya, saat pergi ke kamar mandi saya lewati. Saya menanyakan fungsi dari lorong tersebut kepada Kang Cipley, dan dia mengajak kami masuk ke dalam lorong itu. Ternyata kami tiba di seberang, tepatnya di dapur. Jadi, lorong ini digunakan untuk mengangkut/mengirim bahan-bahan makanan agar tidak terlihat dan mengganggu pengunjung yang sedang duduk-duduk di area utama.