Mohon tunggu...
G Tersiandini
G Tersiandini Mohon Tunggu... Lainnya - Mantan guru di sekolah internasional

Mantan guru, penikmat kuliner dan senang bepergian.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Merasakan Berkemah di Tanakita, Cisaat, Sukabumi

7 Januari 2016   12:33 Diperbarui: 11 Januari 2016   07:52 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernah dengan tentang Tanakita, tempat “camping” nyaman atau sering juga disebut “glamping”, karena kita tidak harus bersusah payah memasak saat lapar atau haus dan tidur di tenda dengan alas sekedarnya? Tanakita terletak di kawasan Taman Nasional Gede Pangrango, Cisaat, Sukabumi; dengan area perkemahan seluas 2 hektar dan mampu menampung sampai 200 orang. Di sini kita bisa tinggal di tenda yang dilengkapi dengan kasur, bantal dan kantung tidur; serta bisa mandi air panas serta toilet yang lumayan bersih (tergantung jumlah pengunjung saat itu).

Sebenarnya saya sama sekali tidak berencana menginap di Tanakita, namun saat kakak saya menunjukkan sebuah foto milik temannya yang sedang menginap di Tanakita ketika liburan Natal, langsung timbul keinginan untuk menginap di sana.

Kami pun mulai mencari-cari informasi tentang tempat ini. Semakin kami baca review tentang Tanakita, semakin besar keinginan kami untuk mengunjungi tempat tersebut. Setelah mendapatkan nomor kontak mereka, kami pun mulai menanyakan kapan kira-kira kami bisa ke sana. Ternyata tempat ini banyak sekali peminatnya, dan akhirnya kami mendapatkan slot untuk tanggal 2-3 Januari. Kami lalu mencari tiket kereta api dari Bogor menuju Sukabumi. Beruntung kami masih mendapat tiket menuju Sukabumi, walaupun di kelas ekonomi. Namun, kami sama sekali tidak mendapatkan tiket pulang untuk tanggal 3 Januari pada jam yang kami inginkan. Tiket yang tersedia hanya untuk jam 5 pagi. Wah, pagi sekali. Akhirnya kami putuskan untuk menyewa kendaraan dari Sukabumi.

Setelah tiket didapat dan konfirmasi tentang transportasi untuk kembali kami dapatkan, bersama kakak dan kedua keponakan, saya pun memulai perjalanan pada tanggal 2 dengan kereta pertama yaitu jam 7:55. Ternyata mulai tahun 2016, kereta jurusan Bogor-Sukabumi hanya melayani kelas ekonomi dan kelas eksekutif sudah tidak ada lagi.

Kereta tiba di Bogor tepat waktu, namun keberangkatan ke Sukabumi mengalami keterlambatan. Kereta baru berangkat menjelang jam 8:20. Perjalanan pun terasa sangat lambat karena kereta bergerak sangat lamban. Menurut penumpang yang duduk di sebelah saya, sedang ada perbaikan rel. Pada jam 10, seharusnya kereta sudah tiba di Cisaat, namun kami belum juga sampai di Cibadak. Akhirnya kami tiba di Cibadak dan kereta pun berhenti di Cibadak sekitar setengah jam lebih, karena menunggu kereta yang berangkat dari Sukabumi lewat. Setelah kereta dari Sukabumi lewat, kereta yang kami tumpangi pun mulai berjalan, lambat sekali. Pada jam 11:30 akhirnya kami tiba di setasiun Cisaat (satu setengah jam terlambat dari jadwal yang tertera di tiket).

Di setasiun, supir angkot rekanan Tanakita sudah menunggu. Kami kemudian melanjutkan perjalanan menuju Tanakita. Sampai Tanakita, jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. Saat tiba di Tanakita, kami disambut dengan ramah oleh Pak Nding. Kami langsung ditawari minum dan makanan kecil yang tersedia di sana. Sebenarnya waktu “check in” adalah jam 2 siang, tetapi ketika kami tiba, tenda kami sudah siap sehingga kami bisa langsung memasukkan barang-barang bawaan kami ke tenda. Kami mendapatkan tenda paling ujung di lapangan dekat area utama. Sebenarnya ada tiga tempat, yaitu di dekat area utama yang terletak di area paling atas, kemudian ada lagi area di bawahnya dan ada satu lagi di area paling bawah. Awalnya kami ingin menempati tenda yang ada di area paling bawah, namun kami akan berada di sana sendirian. Akhirnya kami pun menempati tenda yang ada di bagian paling atas tersebut.

 

Setelah semua barang masuk tenda, kami kembali ke area utama untuk menikmati teh hangat sambil menanyakan beberapa hal, seperti kegiatan apa saja yang bisa kami lakukan. Tidak lama berada di area utama, bel tanda makan siang dibunyikan. Kami pun dipersilakan makan siang karena kami akan “check out” keesokan harinya sebelum makan siang, jadi makan siang untuk esok harinya diubah untuk hari itu. Makan siang terdiri dari nasi putih, lele goreng kering, bakwan jagung, sayur bayam dan teri kacang serta ada rambutan. Sambil makan siang saya pun menanyakan apakah mungkin untuk pergi ke curug siang itu mengingat saat itu langit begitu gelap. Belum sempat Pak Nding menjawab pertanyaan saya, hujan pun turun cukup lebat.

Tidak lama kemudian Pak Nding mendekati saya dengan seorang pemandu yang bernama Kang Cilpley dan mengatakan bahwa Kang Cipley yang akan mengantarkan kami pergi ke Curug Sawer. Kami menunggu sampai hujan reda dan berangkatlah kami menuju Curug. Baru saja berjalan sampai gerbang Taman Wisata, hujan turun kembali. Kang Cipley memberi saya dan keponakan laki-laki saya jas hujan, karena hanya kami berdua yang tidak memakai “jacket” tahan air; dan kami kembali meneruskan perjalanan.

Jalan yang harus kami lalui tentu saja becek dan licin. Jadi kami harus berjalan dengan hati-hati agar tidak terpeleset. Keponakan laki-laki saya, karena masih berumur 4 tahun, langsung digendong oleh Kang Cipley karena jalan yang kami lalui memang sangat licin.

Setelah berjalan naik dan turun selama 45 menit, akhirnya sampailah kami di Curug Sawer. Suasananya agak gelap karena memang sudah sekitar jam 2:30 dan berkabut karena masih gerimis. Saya melihat beberapa orang turun ke curug walaupun sudah diperingatkan untuk tidak berenang di curug karena berbahaya. Beberapa lagi sibuk berfoto-foto dengan latar belakang curug. Curug ini cukup tinggi dan aliran airnya deras dan dingin. Sungai yang mengalir pun terlihat indah.

 

Kang Cipley mengingatkan agar kami segera kembali pada jam 3:30. Menjelang jam 3:30, kami mulai meninggalkan curug. Hari semakin gelap, kami memutuskan untuk kembali melalui jalan lain dengan mengendarai ojek. Kami masih harus berjalan sekitar lima menit untuk sampai di pangkalan ojek.

 

Kami menyewa empat ojek untuk kembali ke Tanakita. Perjalanan kembali ke “camp” ternyata tidak mudah. Jalan yang harus kami lalui berlumpur dan licin, sehingga tukang ojek harus mengemudikan ojeknya dengan hati-hati agar kami tidak terjatuh. Setelah lima belas menit perjalanan di tanah berlumpur, kami pun akhirnya sampai di jalan berbatu. Tidak lama kemudian sampailah kami di Tanakita.

Setelah tiba di Tanakita, kami langsung kembali ke tenda dan bersiap-siap untuk mandi. Kamar mandi terletak agak jauh dari tenda dan tepat berada di bawah area makan. Tersedia empat kamar kecil dan empat kamar mandi dengan air panasdan dingin, serta empat wastafel. Saat itu air panasnya sempat habis karena pengunjung cukup banyak, jadi kami mandi dengan air dingin. Brrrrrr. Rupanya di area bawah juga tersedia satu area mandi yang terdiri dari tiga kamar mandi, dua kamar kecil dan dua wastafel. Kami baru mengetahuinya keesokan harinya saat melihat-lihat di area perkemahan yang terletak di bawah. Kamar mandi di sini memakai “gas water heater”, selain itu penggunanya juga tidak banyak, sehingga air panasnya masih berjalan dengan baik.

Sesudah mandi, kami berkumpul di area utama. Beberapa pemandu bersiap-siap membuat api unggun. Karena sedang hujan, maka api unggun diadakan di area utama yang bertenda. Jika tidak hujan, api unggun diadakan di ruang terbuka di dekat area utama. Setelah api unggun menyala, para petugas di sana membakar singkong. Selain singkong, kita juga dapat menikmati combro yang disediakan. Sambil minum teh hangat yang dengan bebas dapat kita buat, saya menikmati hangatnya api unggun. Sementara itu kedua keponakan saya sibuk membakar marshmellow di atas api. Mereka senang sekali berada di sana karena ini adalah pertama kalinya mereka “camping”.

 

Tidak lama kemudian, makan malam pun segera tiba. Malam itu menu kami adalah ikan bakar, sayuran, buah, dan soto. Kami juga dihibur oleh sebuah “home band” yang menyanyikan beberapa lagu the Beatles, Noah, Peterpan, dll. Setelah makan, Kang Cipley mengajak kami untuk melihat kunang-kunang. Saat saya turun ke bawah, saya tidak menemukan Kang Cipley, namun di kejauhan saya melihat orang-orang bergerombol. Saya pikir mereka juga akan melihat kunang-kunang. Rupanya mereka akan menyalakan kembang api. Wah seru juga! Tak mengapa tidak melihat kunang-kunang, melihat kembang api juga menyenangkan.

Setelah kembang api habis, kami kembali ke atas ke area utama. Di sana beberapa orang sedang membakar jagung. Kami pun menikmati jagung bakar dan jahe panas. Aduh nikmat sekali. Beberapa pengunjung bernyanyi-nyanyi sambil berjoget.

Kantuk mulai menyerang dan keponakan saya yang berumur empat tahun sudah tidak sabar ingin kembali ke dalam tenda. Dia ingin segera merasakan bagaimana rasanya tidur di dalam tenda, karena ini adalah pengalaman pertama baginya. Akhirnya setelah membersihkan diri, kami pun kembali ke tenda.

Keesokan harinya saya dan kakak saya bangun sekitar jam 6 pagi. Sebenarnya kami masih enggan untuk bangun, tapi kami ingin melihat matahari terbit dari danau Situgunung yang katanya indah. Sayang, saat kami berjalan ke kamar mandi, matahari sudah terbit. Akhirnya kami putuskan untuk tidak mengunjungi situ. Tidak lama kemudian bel makan pagi berbunyi dan saya segera membangunkan kedua keponakan saya untuk sarapan.

Para petugas mengajarkan anak-anak untuk membuat “pancake”. Anak-anak yang ada di sana tampak senang sekali membuat “pancake” mereka sendiri. Selain “pancake”, sarapan hari itu terdiri dari nasi goreng, ayam goreng, dan mie goreng. Juga disediakan telur dadar.

 

Setelah makan, Kang Cipley menawari kami untuk ke danau, namun karena kami sudah pernah ke Situgunung, kami lebih memilih untuk mencoba “flying fox”. Sebenarnya penunjung bisa juga bermain di sungai atau melakukan “river tubing”, tetapi karena kami akan segera dijemput, maka “flying fox adalah pilihan kami. Kedua keponakan saya sangat senang, mereka bahkan ingin melakukannya lagi. Setelah itu kami berjalan ke Rumamera (villa merah), yaitu bagian dari Tanakita namun terletak agak jauh dari “camp” tempat yang kami tinggali. Pemandangan dari Rumamera lebih bagus dan tenda yang terdapat di sana juga lebih sedikit. Suasananya lebih enak. Ternyata selain di Rumamera, masih ada satu lagi “camp” Tanakita yang terletak di tepi sungai.

 

Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh, kami harus segera kembali ke “camp” karena jam sebelas kami akan dijemput oleh mobil yang kami sewa. Saat kembali ke “camp” saya bertemu dengan pemandu yang lain dan mereka sedang melihat lutung. Saya bersama keponakan laki-laki saya dan Kang Cipley pun penasaran ingin melihat lutung. Ternyata ada dua lutung sedang bersantai di atas pohon. Ukuran mereka cukup besar, berwarna hitam dan berekor panjang. Terlihat juga dua ekor lutung sedang melompat dari dahan pohon satu ke pohon yang lain. Tentu saja ini pemandangan yang tidak biasa untuk kami. Cukup lama kami di sana mengamati lutung-lutung tersebut bergelantungan di pohon tinggi. Setelah puas melihat lutung, kami segera kembali ke “camp”.

Dalam perjalanan menuju tenda, saya melihat sebuah lorong yang ketika malam sebelumnya, saat pergi ke kamar mandi saya lewati. Saya menanyakan fungsi dari lorong tersebut kepada Kang Cipley, dan dia mengajak kami masuk ke dalam lorong itu. Ternyata kami tiba di seberang, tepatnya di dapur. Jadi, lorong ini digunakan untuk mengangkut/mengirim bahan-bahan makanan agar tidak terlihat dan mengganggu pengunjung yang sedang duduk-duduk di area utama.

Dari sana saya dan keponakan saya segera kembali ke tenda dan bersiap-siap untuk mandi, karena kendaraan yang akan mengantar kami ke Bogor sudah dalam perjalanan menuju Tanakita.

Pengalaman tinggal di kemah di Tanakita serta kegiatan-kegiatan yang kami lakukan sangat menyenangkan dan tentu saja pengalaman ini tidak akan pernah kami lupakan. Disamping itu, para pemandu dan pegawai di Tanakita sangat ramah dan ringan tangan. Mudah-mudahan suatu hari nanti kami bisa kembali ke sana lagi.

 

Gmt07012016

Sumber foto: milik pribadi

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun