[caption id="attachment_393197" align="aligncenter" width="300" caption="Rumah Betang di Buntoi"]
[caption id="attachment_393198" align="aligncenter" width="300" caption="Tangga rumah Betang Buntoi"]
Kayu yang digunakan sangat tua, namun bentuk tangganya sangat indah. Rumah ini sudah sangat tua dan sudah berdiri sejak tahun 1870, namun kayunya masih kokoh. Kami benar-benar mengagumi keindahan rumah Betang ini. Agak takut juga kami saat memasuki rumah tersebut. Heran juga, kenapa tidak ada satu orang pun yang keluar untuk menemui kami atau menegur kami. Saat memasuki rumah itu, kami melihat ada seorang anak perempuan yang bukannya mendekat atau bertanya apa tujuan kami ke situ, dia malah pergi masuk ke sebuah ruangan. Aneh! Puas melihat-lihat bagian dalam rumah, kami pun turun kemudian menuju belakang rumah. Rumah ini berdiri tinggi di atas tanah. Di bagian bawah penulis melihat beberapa ekor ayam berkeliaran.
[caption id="attachment_393199" align="aligncenter" width="300" caption="Bagian dalam rumah Betang "]
[caption id="attachment_393200" align="aligncenter" width="300" caption="Bagian belakang rumah Betang"]
Puas menikmati keindahan rumah Betang, kami berjalan menuju tepi sungai yang ada di seberang rumah tersebut. Kami duduk-duduk di situ sambil mengamati rumah Betang dari tepi sungai dan tak lupa mengabadikannya. Indah sekali peninggalan leluhur kita. Saat sedang memandangi dan mengagumi peninggalan leluhur kita tersebut, penulis melihat dua anak kecil berdiri di teras rumah. Kemana saja mereka saat kami tadi berada di sana? Bersembunyi kah?
Kami kemudian kembali ke mobil dan penasaran apakah masih ada rumah-rumah Betang lainnya. Kedua mahasiswa yang mengantarkan kami rupanya tidak begitu mengenal tempat-tempat di sekitar situ. Mereka kemudian teringat tentang daerah Mandomai. Menurut mereka di sana masih terdapat beberapa rumah panggung. Kami pun kemudian dibawa oleh mereka mengunjungi Mandomai.
Setelah beberapa saat kami melewati perkampungan dan di hadapan kami berdiri sebuah jembatan yang berwarna merah yang melintas di atas sungai Kahayan. Nama jembatan itu adalah jembatan Gohong. Unik sekali jembatan tersebut. Warnanya mencolok dan bentuknya menarik. Kami tentu saja berhenti sejenak untuk mengabadikan jembatan tersebut sambil menunggu giliran untuk melintasinya.
[caption id="attachment_393203" align="aligncenter" width="300" caption="Jembatan di Mandomai"]
[caption id="attachment_393204" align="aligncenter" width="300" caption="Jembatan yang melintasi sungai Kahayan"]
[caption id="attachment_393206" align="aligncenter" width="300" caption="Sandung di Mandomai"]
Kami melewati rumah-rumah penduduk yang ada di sana. Ada yang berada di atas air dan masih terlihat bagus ada juga yang terlihat rusak. Kami juga melewati rumah-rumah panggung dan beberapa sandung. Akhirnya kami berhenti di sebuah rumah panggung. Rumah tersebut cukup besar dan rupanya masih ditinggali. Kami minta izin agar diperbolehkan untuk melihat-lihat rumah tua tersebut. Penghuninya berasal dari suku Dayak Ngaju dan dengan ramah mereka mempersilakan kami melihat-lihat. Kami diminta untuk mengisi buku tamu sebelum melihat-lihat bagian dalam rumah. Di ruang tamu terletak foto-foto rumah dan leluhur merekadari zaman dulu. Di situ juga terdapat sebuah salib di dinding. Pantas, kami tidak melihat sandung di depan rumah, rupanya mereka sudah menganut agama Kristen sehingga tidak meletakkan sandung di depan rumah mereka. Ketika masuk ke ruang tengah, kami melihat beberapa buah tempat tidur. Rupanya rumah tersebut dihuni oleh beberapa keluarga. Dapurnya sederhana dan di belakang rumah mengalir sebuah sungai.
[caption id="attachment_393207" align="aligncenter" width="300" caption="Rumah panggung di Mandomai"]
[caption id="attachment_393208" align="aligncenter" width="300" caption="Bagian dalam rumah panggung"]
[caption id="attachment_393209" align="aligncenter" width="300" caption="Dapur rumah panggung"]
Setelah melihat-lihat seisi rumah, kami menyempatkan diri untuk bercakap-cakap dan berfoto dengan pemilik rumah. Di depan rumah anak-anak kecil bermain sepak bola, jadi suasanya cukup ramai. Sesudah itu kami pun mohon diri. Namun, sebelum pulang kami minta izin untuk melihat-lihat bagian bawah rumah. Rumah ini ditopang oleh kayu-kayu yang berdiri dengan rapi. Indah sekali.
[caption id="attachment_393210" align="aligncenter" width="300" caption="Bagian bawah rumah panggung"]
Saat kembali kami berhenti di daerah hilir Mandomai dimana di situ terdapat Gereja Immanuel yang dulu dijadikan zending sebagai pusat penyebaran agama Kristen. Gereja tersebut termasuk gereja tertua di Kalimantan Tengah. Setelah mengambil beberapa gambar, kami kemudian melanjutkan perjalanan. Di perjalanan, kami sempatkan berhenti di jembatan Pulau Telo yang juga melintasi sungai Kahayan. Kami pun sempat berhenti di sebuah pasar “kaget” di salah satu daerah yang kami lewati. Senang juga bercakap-cakap dengan penduduk setempat.