Nampak di sini, epidemi seperti halnya Covid-19, bisa didekati dan ditanggulangi secara ilmiah, terutama dengan menggandeng para epidemiologi. Serahkan pada ahlinya, biarkan mereka melakukan observasi, menganalisa, dan memberi saran kepada pemerintah untuk menyelesaikannya.
Satu hal penting yang mesti disadari, hasil maksimal atas berbagai perhitungan di atas mensyaratkan data primer yang benar dan akurat. Misalnya soal berapa banyak orang yang sakit, tentu tergantung pada banyaknya orang yang di tes yang memadai. Dalam arti persentase mereka yang di tes berbanding dengan jumlah penduduk. Jumlah tes harus ditingkatkan sedemikian rupa, sehingga sampai pada titik dimana peningktan jumlah tes tidak lagi berpengaruh pada peningkatan mereka yang terbukti positif.
Jika kondisi ideal ini bisa dicapai, maka angka yang keluar yang tercermin dalam grafik kasus positif, tingkat kesembuhan, dan kematian bisa dijadikan pedoman untuk merekomendasikan setiap kebijakan pemerintah soal pengetatan, penutupan, atau pelonggaran wilayah.
Hanya dengan cara ini, kepercayaan masyarakat bisa pulih dan tidak ragu lagi beraktivitas. Dan roda ekonomi pun bisa berputar lagi.
Langkah ini pula yang selayaknya dilakukan pemerintah. Sehingga setiap kebijakan pertama-tama didasarkan oleh kajian ilmu epidemologi. Bukan oleh keinginan lain, seperti langsung melompat ke pertimbangan ekonomi. Sesuatu yang berisiko  lantaran virusnya masih berkeliaran, tanpa kita tahu berapa banyak orang yang terinfeksi.
Di tengah situasi ini berpaling pada ilmu dan menyerahkan pada ahlinya, jadi sikap yang bijak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H