Mohon tunggu...
Gabriel Sujayanto
Gabriel Sujayanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

blogger penulisan efektif (djantobronto.wordpress.com), editor, freelancer, penyuka fotografi.

Selanjutnya

Tutup

Money

Hantu Krisis & Pengusaha Manja

23 September 2015   07:40 Diperbarui: 23 September 2015   08:37 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Begini sederhananya. Kalau perjalanan kita sebagai sebuah bangsa mulus dan enak, itu pertanda bahwa kita sedang ‘terlena’ atau bergerak menurun. Sebaliknya saat beban kita terasa berat, itu pertanda bahwa kita sedang mendaki. Lagipula kalau tak terasa berat, para menteri dan pemerintah akan cenderung lamban. Berikut petikan kisah dari buku yang ditulis Rhenald Kasali, yang berjudul Agility: Bukan Singa yang Mengembik.

Anda pasti ingat dengan bencana tsunami yang melanda Aceh pada tahun 2004. Aceh lumpuh. Semua akses ke sana terputus. Hanya satu yang tersisa, yakni Bandara Sultan Iskandar Muda. Bandara itu jadi penting karena akses bantuan hanya bisa lewat sana. Tanpa bantuan, ratusan ribu rakyat Aceh bakal sengsara.

Masalahnya, semua fasilitas komunikasi dibandara rusak. Tak bisa digunakan. Selain itu, bandara Aceh hanya sanggup melayani 6-8 penerbangan perhari. Area parkir pesawat dan gudang sangat terbatas. Sementara itu, pasca tsunami, ada ratusan pesawat yang mendarat tiap hari.

Pesawat- pesawat itu mengangkut berton-ton bantuan berupa makanan, pakaian hingga obat. Jadi, bandara harus beroperasi jauh di atas kapasitasnya. Krisis, itulah yang terjadi di Aceh, dan terbukti dengan jumlah kru terbatas, pengelola bandara Aceh bisa melayani ratusan pesawat yang hilir mudik. Tsunami menempa kru bandara Aceh  menjadi tim yang agile. Lincah, ulet, tidak gampang menyerah, dan dalam kondisi darurat mampu mengurus diri sendiri. Kita tentu ingin bangsa kita menjadi bangsa yang punya agility tinggi. Bukan bangsa yang cengeng dan manja. Padahal rupiah kita hanya melemah Rp1.500-an terhadap dolar AS.

Jangan sampai melemahnya rupiah kali ini membuat kita lupa  pengalaman berharga tahun 1998, yakni krisis yang melahirkan ratusan ribu hingga jutaan UKM. Negara yang tangguh adalah negara yang 80% perekonomiannya ditopang oleh pengusaha-pengusaha skala UKM, bukan pebisnis skala konglomerat.

Senada dengan Rhenald Khasali, Ketua Asosiasi Kewirausahaan Sosial Indonesia, (AKSI) Bambang Ismawan menyatakan bahwa kita perlu optimis menghadapi kondisi saat ini. Yang penting, selain memperbaiki aturan dan regulasi yang ada, pemerintah harus membangun usaha mikro dan kecil yang ulet.
"Pemerintah harus mempercepat pengembangan usaha mikro yang mencapai 2,89 juta orang dan 531 ribu unit usaha kecil, agar usaha kerakyatan ini menjadi menopang perekenomian bangsa ini," ujarnya kepada penulis.

Ia menjelaskan, saat ini, kemandirian pengusaha mikro dalam mengembangkan usahanya masih kurang, karena keterbatasan akses modal usaha, manajemen yang kurang baik dan pemasaran. "Jika Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 diberlakukan, usaha mikro ini sulit bersaing dan dikhwatirkan mereka akan bangkrut," ujarnya.

Berdasarkan data BPS 2013, jumlah tenaga kerja usaha mikro mencapai 5.408.857 orang dan usaha kecil sebanyak 4.325.254 orang. Bambang menyatakan bahwa untuk menggali potensi masyarakat, perlu dilakukan pengembangan kelembagaan yang mandiri & manusiawi. Yaitu prinsip pendekatan yang menghargai martabat orang miskin, serta mendorong keterlibatan pengusaha kecil dalam proses pengembangan diri.

Nah, kini pilihan berpulang ke diri kita masing-masing. Apakah kita memilih bersandara pada rasa takut & selalu menunggu untuk selalu disuapi oleh pemerintah? Atau kita memilih untuk menempa diri, belajar & bertumbuh bersama krisis, yang belum pasti seburuk yang digembar-gemborkan oleh segelintir ekonon dan pengamat itu. @@@

Foto: harianterbit.com

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun