Kedua adalah pemahaman yang masih keliru, salah mengerti dan kita belajar Dhamma itu bukan dari terjemahan Bahasa pertama, yakni Bahasa Pali, bias bisa terjadi kalau salah menerjemahkan. Sehingga bisa jadi ketika terjemahannya kurang tepat namun yang dibaca itu sudah merasa benar, dan merasa sudah tahu.
Hal yang ketiga itu kita baru punya satu atau dua modal saja, yaitu hanya punya perhatian dan semangat, namun belum punya kebijaksanaan, atau bisa juga kita hanya memiliki dua diantara tiga hal tersebut, yakni kebijaksanaan, perhatian dan semangat.
Berikutnya keterkaitan debu dengan yang saya rasakan dalam cerita di atas sesungguhnya ketika kita merenung bahwa debu-debu pengotor batin jauh lebih banyak daripada debu-debu yang datang ke toko saya. Debu-debu itu berupa keserakahan, kebencian, dendam, irihati, keraguan, kemalasan dan lainnya. Sehingga seandainya seseorang berjuang membersihkan debu yang satu, bukan tidak mungkin debu-debu lain semakin banyak. Maka dari itu perlu yang pengetahuan serta kesadaran penuh untuk melihat hal-hal tersebut. Perlu pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, daya Upaya benar, perhatian dan samadhi benar penembusan bisa direalisasikan.
Cara sederhana yang bisa kita lakukan adalah dengan belajar ajaran kebenaran, praktik hal-hal yang benar, termasuk melatih diri dalam pengembangan batin. Menumbuhkan kesadaran setiap saat adalah cara untuk mengembangkan kebijaksanaan yang disertai dengan semangat dan perhatian penuh.
Mengetahui debu-debu batin, berusaha membersihkan dengan penuh semangat, penuh perhatian dan disertai kebijaksanaan merupakan cara kita membersihkan debu-debu dari pengotor batin. Selamat berjuang.
Salam metta,
**
Jakarta, 21 Juli 2024
Suhendri, Kompasianer Mettasik
Dharmaduta | Pengajar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H