Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pattica Samuppada, Hukum Sebab Musabab yang Saling Bergantungan

5 November 2023   05:55 Diperbarui: 5 November 2023   06:25 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Paticca Samuppada (gambar: shm.org, diolah pribadi)

Makhluk-makhluk yang terjerumus ke dalamnya tidak dapat berbuat kebajikan sendiri. Mereka harus menunggu pelimpahan jasa dari kita para manusia. Oleh sebab itu, terlahir sebagai manusia membutuhkan timbunan karma baik yang luar biasa banyaknya. Jadi, janganlah sia-siakan kesempatan dalam hidup ini untuk selalu dan selalu berbuat baik.

Paticca Samupadda merupakan ajaran tentang proses kelahiran dan kematian, juga mengurai tentang sebab musabab tumimbal lahir yang dapat menembus dimensi waktu. Di sini aku akan membagikan sekelumit kisah hidupku yang kalau dipikir aneh tapi nyata.

Begini ceritanya.

Sekitar tahun 1980 sampai 1990 keadaan kota Jakarta dapat dikatakan masih sangat-sangatlah aman. Jarang ada berita tentang penodongan dan penjambretan. Meskipun demikian, aku tiga kali mengalami penodongan di mikrolet saat pergi ke kantor. Sebagai cewek yang rada-rada tomboy aku tidak terlalu menyukai perhiasan. Ditambah lagi, big-bossku sering mewanti-wanti bawahannya untuk tidak memakai perhiasan yang berlebihan.

Pertama kali aku kena todong, uang sebesar sepuluh ribu rupiah atau setara dengan tujuh puluh lima ribu rupiah sekarang melayang. Saat itu aku tidak merasa panik atau takut walaupun pisau dilekatkan ke pinggangku. Tidak ada "kerugian" yang benar-benar aku alami, baik secara fisik maupun materil. Itu karena atas kejadian itu, bosku yang baik hati setuju untuk memberikanku kompensasi atas kemalanganku.

Kali kedua aku mengalami penodongan, uang yang hilang agak banyak. Selain uang pribadi, juga uang kantor sebesar lima belas ribu rupiah. Saat itu duit perusahaan aku bawa untuk membeli kebutuhan kantor di sebuah supermarket.

Seharusnya, pada hari itu aku langsung melaksanakan tugasku. Tapi, karena hari sudah menjelang petang, aku memutuskan untuk berbelanja pada keesokan harinya saja. Alhasil, kemalangan pun kudapat dalam perjalanan pulang ke rumah. Dan, sebagaimana kejadian pertama, aku masih bisa tenang menghadapinya. Pisau di pinggang tidak membuatku gemetar. Dan, perusahaan tidak menyalahkan diriku atas kejadian itu.  

Ada Dutiyampi (kali kedua), eh... belum lengkap rasanya kalau belum Tatiyampi (kali ketiga).

Penodongan yang terakhir dilakukan oleh empat orang.

Entah mengapa pada hari itu, nyawaku serasa hilang separuh. Sesaat setelah mikrolet menurunkan ibu-ibu dan beberapa anak sekolah, aku baru sadar jika sisa diriku dan tiga orang pria berwajah sangar di dalam kendaraan itu.

Salah satu pria yang duduk di sampingku mulai mencolek-colek lututku. Kusangka ia ingin melecehkanku, hingga aku membentaknya. Pada saat itu, aku baru sadar jika mereka adalah gerombolan perampok. Seorang pria lainnya yang duduk di depanku menodongku dengan belati yang terhunus. Sementara dua kawannya sudah mengobok-obok isi tas dan dompetku. Aku hanya bisa memohon agar mereka tidak mengambil KTP-ku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun