Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kepada Siapakah Penghormatan Tertinggi Layak Diberi?

20 September 2023   05:55 Diperbarui: 20 September 2023   05:59 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ayo, siapa kira-kira yang paling pantas mendapat penghormatan tertinggi dari kita? Kalau menurutku, jawabannya adalah kedua orangtuaku, terutama kepada ibuku. Walaupun sikapku tidaklah sempurna, aku sangat menyayanginya.

Sayangnya, aku tidak pernah bisa memanjakan ibuku, baik dengan kata-kata dan perbuatan. Itu karena aku termasuk tipe brangasan. Apalagi menurut para tetua, aku dan ibuku chiong mulut. Tidak heran kalau ngobrol, sebelum lima menit, kami sudah saling besilang pendapat. Jadi, aku hanya bicara seperlunya saja.

Namun demikian, aku berbakti kepada beliau dengan cara berbeda. Menjadi anak yang selalu siaga, diam-diam tanpa kata, kuperhatikan semua kebutuhan dan Kesehatan beliau.

Ya, seorang ibulah yang pantas mendapatkannya. Semua ibu di seluruh dunia. Apakah ia adalah ibu dari seorang presiden atau ibu dari tukang sapu jalanan. Para ibu adalah perempuan-perempuan hebat dalam segala hal.

Anak-anak yang hebat dihasilkan oleh seorang ibu yang luar biasa. Perjuangan seorang ibu dalam membesarkan anak-anaknya patut diacungi jempol, tak peduli seberapa susahnya dia asalkan anak-anaknya bisa makan, ibu itu akan tersenyum iklas.

Oleh karena itu ada istilah seorang ibu bisa membesarkan sepuluh orang anak sendirian, sedangkan seorang anak belum tentu dapat merawat seorang ibunya dengan baik.

Coba kita renungkan dan bayangkan. Dari setitik janin, kita dipelihara dalam rahimnya. Penuh kehangatan selama sembilan bulan tanpa mengeluh. Dari awal usia kehamilan hingga melahirkan. Semuanya dijalani tanpa berkeluh kesah.

Kembali lagi pada kisahku.

Kata ayahku, aku ini termasuk anak yang menyusahkan. Seminggu sebelum kelahiran, aku sudah membuat heboh keluarga kecilku. Ibuku sudah kontraksi, seolah-olah aku sudah siap nongol di dunia ini.

Namun, tatkala dibawa ke bidan, ternyata aku tidak muncul-muncul. Yang keluar hanyalah darah berember-ember. Mama jadinya kelelahan, sehingga ia harus menginap di rumah bidan selama beberapa hari.

Menurut bidan yang menangani persalinan ibuku, aku ini kembar darah. Baru pada minggu berikutnya aku benar-benar hadir di alam semesta ini. Tak terbayangkan betapa menderitanya ibuku.

Setelah ibu penghormatan tertinggi barulah kuberikan kepada Ayahku. Ia begitu menyanyangiku sampai akhir hayat hidupnya. Bahkan dua hari sebelum beliau wafat, ia masih sempat menyediakan air mandi hangat untukku. Walaupun aku sudah sering menolaknya, tapi itulah yang selalu dikerjaan ayahku di saat cuaca dingin hari hujan.

Aku melarangnya karena takut beliau terpeleset dan tersiram air panas, maklum saat itu kami belum memiliki water heater. Terlebih lagi saat itu usiaku hampir 30, sudah bukan lagi balita yang harus dilayani.

Selesai mandi, sarapan sudah tersedia dimeja. Setiap sore ayahku selalu menungguku pulang kantor untuk makan bersama, ayahku juga suka menggodaku, beliau senang membuatku merajuk ya ... begitulah ayahku memanjakanku dengan segala caranya sendiri.

Kedua orang tuaku sangatlah patut mendapatkan penghormatan tertinggi. Bagiku beliau berdua adalah malaikat-malaikat pelindungku. Aku bahagia terlahir sebagai anak mereka. Walaupun beliau berdua telah lama tiada namun beliau tetap hidup di dalam hatiku.

Terima kasih Ibu, terima kasih Ayah yang telah memberikan kesempatan kepadaku untuk berkelana di dalam dunia ini. Tak terhingga jasamu kepadaku sehingga aku berhasil terlahir sebagai manusia.

Sebagai bentuk balas budiku, aku berusaha untuk selalu menjaga nama baik beliau, mengembangkan kebajikan-kebajikan yang beliau teladani, melimpahkan jasa-jasa perbuatan baikku kepada beliau berdua agar mereka tidak menyesal telah mengandung, melahirkan serta membesarkanku. Dan, secara tidak langsung engkau menghantarkanku untuk mematangkan benih-benih karma baik yang kutanam dikehidupan yang lalu.

Sabbe Satta Bhavantu Sukkhitata -- Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia.

**

Jakarta, 20 September 2023
Penulis: Sumana Devi, Kompasianer Mettasik

Hidup Harus Penuh Sati, Setiap Saat Diamati

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun