Ketiga perasaan tersebut adalah perasaan menyenangkan, perasaan menyakitkan, dan bukan keduanya yang kadang diartikan sebagai netral atau seimbang.
Perasaan yang menyenangkan, yang dicari dan didambakan oleh setiap orang dalam pandangan Dhamma disebut sebagai dukkha. Bersebab perasaan menyenangkan yang muncul dan lenyap serta bergantung pada kondisi adalah sulit dipertahankan dan tidak memuaskan.
Perasaan menyakitkan yang tidak disukai, yang dijauhi, dan dihindari disebut sebagai anak panah, yang sudah pasti menyakitkan jika seseorang terpanah.
Sedangkan perasaan yang bukan menyenangkan dan bukan menyakitkan harus dilihat sebagai perasaan yang tidak kekal. Bersebab perasaan demikian akan berubah dan masih bergantung pada sifat kemunculan dan kelenyapannya.
Sekarang, kita kembali pada anak panah sebagai perasaan yang menyakitkan. Jika anak panah tertancap pada jasmani maka kesakitan pada jasmani akan timbul.
Dan umumnya mereka yang belum terlatih dan tidak terpelajar dalam Dhamma menganggap jasmani sebagai diri, atau diri memiliki jasmani, atau jasmani ada di dalam diri, atau diri dalam jasmani.
Mereka dikuasai oleh pemikiran bahwa;
"Saya adalah jasmani, jasmani adalah milik saya."
Dengan demikian ketika jasmaninya mengalami perubahan, maka muncul perasaan yang menyakitkan dan segala macam bentuk penderitaan seperti dukacita, tangis dan ratap yang amat sedih, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan.
Begitu pula apa yang dianggap diri pada perasaan, persepsi, bentuk-bentuk kehendak, dan kesadaran.
Itulah yang dinamakan terpanah oleh anak panah kedua yaitu perasaan menyakitkan yang didera dan menetap di batin. Itupun dikenal sebagai batin yang tidak berkembang bagi seseorang yang membiarkan perasaan menyakitkan menyerbu dan menetap di pikiran.