Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Meditasi Metta kepada Orang yang Dibenci

7 April 2023   05:55 Diperbarui: 7 April 2023   05:51 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Meditasi Metta ke Orang yang Dibenci (gambar: calmsage.com, diolah pribadi)

Penulis sering mendapat pertanyaan dari teman-teman yang berminat mengikuti meditasi, salah satunya mengenai meditasi metta (cinta kasih). Sebab teman-teman mengetahui kalau penulis sedang belajar bermeditasi. Oleh karena itu penulis mencoba membagikan pengalaman pribadi dengan harapan semoga tulisan ini bermanfat buat pembaca.

Langkah awal harus membayangkan perasaan cinta kasih dulu, dan hal ini tidaklah sulit. Sebab penulis adalah seorang ibu. Dengan membayangkan buah hatinya saja, metta langsung muncul.

Setelah itu memancarkan cinta kasih kepada diri sendiri, tentunya harus mempunya cinta kasih ke diri sendiri dulu, baru ada cinta kasih buat dibagi. Kalau sendiri saja tidak mencintai diri sendiri, bagaimana Anda bisa mencintai orang lain? Itu kira-kira opini penulis sendiri.

Setelah metta ke diri sendiri sudah kuat , barulah memancarkan ke orang yang kita hormati, dalam hal ini bisa ke guru kita. Usahakan memancarkan metta bukan ke lawan jenis.

Sudah kuat metta ke orang yang kita hormati, barulah  ke orang yang kita cintai dan kasihi. Tentu di sini tidak terlalu sulit.

Langkah selanjutnya ke orang netral. Disini kesulitan mulai muncul. Bagaimana bisa memancarkan metta ke orang yang bahkan kita kurang kenal (netral). Tetapi dengan menguatkan metta ke orang yang kita kasihi, ternyata semuanya mungkin.

Langkah yang paling sulit adalah memancarkan metta ke orang yang dibenci. Saat memancarkannya, rasa metta itu bisa hilang begitu saja.  Ada penolakan dari batin untuk memancarkannya.

Berulang kali penulis mencoba, sampai merenungi mengapa rasa benci ini begitu besar? Apakah penyebabnya?

Ternyata setelah diselidiki, ada luka lama yang belum sembuh, penulis belum bisa memaafkan seseorang yang telah memperlakukannya dengan seenaknya.

Rasa benci, rasa sakit, rasa marah, masih utuh tertinggal di dalam batin meski dalam keseharian baik-baik saja.  Kalau ketemu orang ini, penulis bisa seperti biasa, dan berpikir sudah memaafkannya. Ternyata batinnya berkata belum.

Wahai batin! Sebegitu pendendamnya dikau?

Akhirnya penulis memutuskan mengambil kertas,menulis 10 alasan mengapa harus memaafkan musuhnya :

1. Menurut ilmu kedokteran, rasa benci yang saya tanam dalam diri saya ini akan menghasilkan hormon yang sangat berbahaya buat badan saya.

2. Orang lain boleh menyakiti saya tetapi saya adalah tuan bagi badan dan batin. Saya berhak memilih buat sakit atau tidak. Memang selama ini sudah saya jalankan, tetapi setelah ingin memancarkan metta buatnya, saya baru menyadari, ternyata selama ini pikiran saya saja yang berkata begitu, tetapi batin saya tidak, batin saya sakit.

3. Inilah yang namanya dukkha, sebuah perasaan tidak puas, tidak menyenangkan. Dan saya harus mencari penyebabnya dan cara buat melenyapkannya.

4. Anicca, perasaan sakit itu kadang muncul, kadang lenyap. Hidup sendiri pun anicca, kalau saya bawa kebencian ini terus, kapan saya bisa mencapai pencerahan?

5. Anatta, saya ini hanyalah seonggok daging yang sedang disakitin oleh seonggok daging yang lain. Kalau saya tidak ada, terus siapa sebenarnya yang sedang disakiti?

6. Sakit hati ini bisa dipakai sebagai pupuk di dalam pelatihan. Jadi baik-baik saja kalau dia begitu sama saya. Malahan saya harus berterima kasih karena telah menjadi guru kehidupan buatku. Tanpanya mungkin saya tidak akan bermeditasi.

7. Kira-kira masih sisa berapa lama hidup saya dan dia? Kalau kami begitu terus, apakah ada gunanya? Apakah saya akan menyesal saat menyaksikan kematiannya maupun sebaliknya dia yang menyesal saat menyaksikan kematian sayaAndai hari ini adalah hari terakhir saya di dunia ini, apakah saya akan memaafkannya?

8. Selama ini saya menaruh konsep dan kriteria bahwa seorang  harus begini dan begitu. Saat seseorang  tidak seperti itu, maka saya benci dan kecewa. Dalam hal ini sebetulnya saya terlalu menggenggam pandangan dan persepsi saya, padahal  persepsi dan pandangan saya belum tentu benar. Lepaskanlah pandangan, persepsi tentang konsep dan kriteria serta harapan yang menjadi patokan saya,maka  kebencian ini ikut bersamanya.

9. Sangat mudah melihat kesalahan orang lain tetapi susah melihat kesalahan diri sendiri. Apakah saya juga bersalah? Ada peribahasa favorit saya, "Gajah di pelupuk mata tidak tampak, semut diseberang lautan tampak yang artinya kesalahan sendiri meski besar tetapi tidak kelihatan, sedangkan kesalahan orang lain yang sekecil apapun kelihatan."

10. Kalau saya terus hidup dengan kebencian dari masa lalu, kapan saya akan bahagia? Ingatlah pesan bhante Uttamo "Segala  yang  datang hadapi, segala yang telah pergi jangan dicari dan segala yang belum datang jangan dinanti."

Kesimpulan: saya harus hidup dan fokus saat ini. Saat inilah yang terpenting dalam hidup ini, bukan hidup dengan membawa beban dan luka masa lalu, saya harus melepaskan kebencian ini.

Setelah mendaftarkan 10 alasan ini, penulis mulai bermeditasi lagi. Apakah penulis sanggup memancarkan metta buat yang dibenci?

Oh tidak! Ternyata batinnya begitu pendendam.

Rasa sakit itu muncul lagi setiap kali akan memancarkan metta untuk yang dibenci.

Dan akhirnya penulis memutuskan untuk menyadari rasa sakit dan benci ini. Penulis  menghadapi rasa sakit itu tanpa mengintervensi dan ajaib! Rasa sakit itu ternyata anicca (tidak kekal) juga. Setelah diperhatikan sekian lama, mereka lenyap!

Dan kini penulis telah bisa memancarkan cinta kasih untuknya. Semoga Anda sehat, bahagia dan damai ...

**

Jakarta, 07 April 2023
Penulis: Lisa Tunas, Kompasianer Mettasik

A Loving Mom Who Learns Writing

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun