Dengan demikian, tidak sepatutnya kita berpikir bahwa pemerintah mengenakan pajak kepada rakyatnya untuk tujuan pemerasan atau untuk menyenangkan negara/aparatnya saja. Sudah saatnya kita berpikir bahwa pajak yang kita bayar adalah untuk dikembalikan kepada rakyatnya dalam bentuk pembangunan fasilitas-fasilitas yang digunakan untuk kepentingan rakyatnya demi tercapainya kesejahteraan.
Selain itu, perlu diingat bahwa Dhamma Hyang Buddha tentang Maitri / Metta (Cinta kasih) dan Karuna (Welas asih); "agar semua makhluk berbahagia, salah satu cara agar disalurkan dalam bentuk berdana. Dengan demikian, kita akan memiliki rasa cinta kasih dan welas asih kepada semua makhluk hidup agar sejahtera."
Membayar Pajak adalah salah satu bentuk dana yang dianjurkan Hyang Buddha. Karena Pajak disalurkan untuk Pembangunan, yang tujuannya bagi kesejahteraan semua orang. Misalnya Pembangunan rumah sakit, tempat ibadah, sekolah, perbaikan jalan, pembangunan dan perawatan infrastruktur, dan suprastruktur. Membayar gaji polisi, tentara, ASN, pensiunan, dan lain-lain.
Karena semuanya untuk kesejahteraan rakyat banyak, untuk itu suatu perbuatan mulia bagi umat Buddha jika dapat membayar pajak. Dan, tentu hal tersebut juga merupakan karma baik sebagai bekal kehidupan selanjutnya.
Lain daripada itu, membayar pajak juga merupakan wujud umat Buddha berterima kasih. Katannu Katavedi sebagai ungkapan menyokong negara, dengan cara membayar pajak secara berkala dan teratur, jujur, dan benar.
Negara juga tidak tinggal diam dengan memungut pajak serampangan. Semua warga negara yang menjadi Wajib Pajak adalah mereka yang sudah berpenghasilan sesuai ketentuan perpajakan yang telah ditetapkan. Sedangkan bagi mereka yang belum berpenghasilan, masuk ke dalam golongan orang yang berpenghasilan tidak kena pajak (PTKP). Mereka tidak dikenakan pajak kecuali untuk hal-hal lainnya yang telah diatur oleh pemerintah.
Hyang Buddha menganjurkan kepada mereka yang telah berhasil mengumpulkan kekayaan, agar tidak lupa membayar pajak.
"Dengan harta kekayaan yang telah dikumpulkannya dengan bersemangat, dengan cara-cara yang sah dan tanpa kekerasan, seseorang dapat membuat dirinya bahagia, orang tua, pasangan hidupnya, anaknya, dan orang-orang di sekitarnya juga berbahagia." (Anguttara Nikaya III , hal 45).
Dengan demikian seorang Buddhis yang baik tidak akan menolak untuk membayar pajak kepada Pemerintah sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Membayar pajak merupakan kewajiban dharma yang wajib dipatuhi oleh setiap umat Buddha yang saleh, dan sekaligus sebagai warga negara yang sadar dan bertanggung jawab terhadap negaranya.
Berkat kebenaran (Dharma) yang membuat umat Buddha Indonesia patuh membayar pajak, turut mempercepat pencapaian Cita-cita bangsa Indonesia seperti yang tertuang dalam isi Pembukaan UUD1945.