Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Menggunakan Kata "Semoga" dalam Berdoa?

2 Maret 2023   05:55 Diperbarui: 2 Maret 2023   05:58 7335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengapa Menggunakan Kata "Semoga" dalam Berdoa? (gambar: mylovelyview.com, diolah pribadi)

Perlu dipahami dengan benar bahwa suatu harapan atau doa dapat tercapai jika didukung oleh berbagai kondisi atau syarat yang kondusif, yakni jika; APA yang dilakukan tepat, dengan WAKTU yang sesuai, TEMPAT yang sesuai, dengan CARA yang cocok, oleh PELAKU yang tepat, dan dengan ALASAN yang kuat untuk selalu mengingat cita-cita yang ingin diraih itu.

Inilah "the science of getting the goal". Buddhisme meyakini bahwa setiap hal terjadi karena berbagai faktor atau syarat yang mendukung. Bukan semata hanya satu faktor atau karena campur tangan dewa, Buddha, mantra sakti, afirmasi atau incantiation. 

Kata "semoga" memiliki dua implikasi positif, Jika itu terjadi, ya bagus; Jika tak terjadi pun tak masalah". Berfikir dengan cara seperti ini akan membuat kita lebih fleksibel. Tetap menjaga harapan yang besar agar doa terpenuhi, tetapi di sisi lain tidak menimbulkan stres atau tekanan batin. Lebih baik lagi jika konsep "the science of getting the goal" dilakukan dengan sepenuh hati.

Beberapa motivator sering menanamkan ide bahwa seseorang yang memiliki keinginan yang kuat, ia harus bisa, harus pasti. Jika keyakinan ini sudah dipegang teguh maka tujuannya pasti akan tercapai. Sangat tidak bisa untuk dilakukan sebaliknya. Penuh keraguan. Testimoni-testimoni dari mereka yang sudah berhasil membuat si motivator laksana memiliki kemampuan setingkat dewa.

Sayangnya, mereka lupa bahwa yang memberikan motivasi jumlahnya tidak banyak. Bisa saja hanya 5% dari seluruh peserta. Banyak hal berbeda yang penulis temukan di lapangan. Akibat "ide" yang ditanam itu, beberapa orang mengambil aksi nekad. Mereka keluar dari pekerjaan, menghabiskan seluruh tabungan untuk menjadi seorang wirausaha sukses.

Dan, ketika kegagalan itu menerpa dan mereka kembali lagi kepada si motivator untuk meminta saran, jawaban yang ditemukan hanya satu jenis; "Anda hanya kurang yakin saja. Perbanyak doa!"

Apakah setiap doa yang "tidak menggunakan kata semoga" pasti dijawab? Cobalah nilai secara obyektif, jangan subyektif! Pertama, tentu ada kisah sukses. Bisa jadi karena memang usaha, tetapi di sisi lain bisa juga karena faktor "luck". Jika keberhasilan sudah dibicarakan, tidak jarang pula cocokologi pun dijadikan pemanis. Membuat sebuah teori yang seolah-olah valid bahwa keyakinan kuat yang menjadi penyebabnya. Dan doa yang dipanjatkan pasti selalu terpenuhi.

Demikian pula dengan fakta bahwa mereka yang berhasil belum tentu berdoa. Sementara yang gagal bisa saja adalah pendoa ulet.

Buddhisme mengajarkan bahwa takada yang pasti di hidup ini kecuali kematian. Tercapainya suatu doa harapan juga tak pasti dalam satu kehidupan ini. Jika pasti maka tidak ada satu pun orang yang gagal, menderita di kehidupan ini. Karena berdoa itu sungguh mudah untuk dilakukan oleh setiap orang.

Berusaha terus-menerus untuk menemukan semua kondisi tepat, orang yang terlibat, waktu, tempat, cara, dan alasan yang tepat itu tidaklah mudah. Apalagi jika ditemukan sekaligus. Butuh perjuangan untuk menempuhnya hingga berhasil.

Semoga semua makhluk Bahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun