Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Menggunakan Kata "Semoga" dalam Berdoa?

2 Maret 2023   05:55 Diperbarui: 2 Maret 2023   05:58 7335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengapa Menggunakan Kata "Semoga" dalam Berdoa? (gambar: mylovelyview.com, diolah pribadi)

Saya mencoba menjawab pertanyaan sesuai judul dengan bertanya kepada sebuah AI yang sedang nge-tren saat ini. Hasilnya berupa artikel singkat yang saya sertakan dalam tulisan ini. Mari kita simak,

Doa adalah salah satu aktivitas yang dilakukan oleh banyak orang untuk menghadap Sang Pencipta dan memohon pertolongan serta keberkahan dalam berbagai hal. Di dalam doa, kata-kata yang dipilih pun memiliki arti dan makna yang mendalam. Salah satu kata yang sering digunakan dalam doa adalah "semoga". Namun, mengapa kata ini begitu penting dalam berdoa? Mari kita bahas lebih dalam.

Pertama-tama, penggunaan kata "semoga" dalam doa menunjukkan rasa rendah hati dan penyerahan diri kepada kehendak Tuhan. Saat berdoa, manusia tentu memiliki keinginan dan harapan tertentu. Namun, dengan menggunakan kata "semoga", manusia menyadari bahwa keinginan tersebut hanya mampu terwujud jika Allah menghendaki. Oleh karena itu, penggunaan kata "semoga" juga berarti manusia memohon agar Allah memberikan kebaikan sesuai dengan kehendak-Nya yang paling baik.

Selain itu, kata "semoga" dalam doa juga mengandung makna harapan yang besar. Ketika seseorang berdoa, ia tentu berharap agar permintaannya dikabulkan oleh Allah. Dengan menggunakan kata "semoga", manusia memohon agar harapannya tersebut menjadi kenyataan. Namun, sekaligus juga menyadari bahwa hanya Allah-lah yang mampu memenuhi keinginan tersebut.

Penggunaan kata "semoga" dalam doa juga menunjukkan keinginan untuk mendapatkan keberkahan dari Allah. Ketika seseorang memohon dalam doa, ia tidak hanya meminta hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan pribadi, namun juga memohon agar Allah memberikan kebaikan dan berkah kepada seluruh umat manusia. Dalam hal ini, penggunaan kata "semoga" menunjukkan bahwa manusia tidak hanya meminta untuk dirinya sendiri, tetapi juga memperhatikan kepentingan orang lain.

Terakhir, penggunaan kata "semoga" dalam doa juga menunjukkan kepercayaan yang kuat kepada Allah. Ketika manusia berdoa, ia memohon kepada Sang Pencipta yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih. Dengan menggunakan kata "semoga", manusia menyadari bahwa hanya Allah-lah yang mampu memberikan kebaikan dan menolong dalam segala hal. Oleh karena itu, penggunaan kata "semoga" dalam doa juga menunjukkan kepercayaan yang kuat bahwa Allah akan memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya.

Dalam kesimpulannya, penggunaan kata "semoga" dalam doa memiliki makna dan arti yang mendalam. Selain menunjukkan rasa rendah hati dan penyerahan diri kepada kehendak Tuhan, kata "semoga" juga mengandung makna harapan yang besar, keinginan untuk mendapatkan keberkahan dari Allah, dan kepercayaan yang kuat kepada Sang Pencipta. Oleh karena itu, saat berdoa, hendaklah selalu disertai dengan kata "semoga" sebagai wujud keikhlasan dan harapan yang besar kepada Allah.

Bagaimana menurut pandangan penulis sebagai Buddhis dalam hal berdoa menggunakan kata "Semoga?"

Kata "Semoga" juga banyak ditemukan dalam doa-doa Buddhisme. Tujuannya tidak lain untuk menjaga keseimbangan batin. Tetap melakukan yang terbaik melalui doa tanpa melekat padanya. Dalam arti, selain doa usaha manusia juga penting. Dengan demikian, melalui kata "Semoga" seorang buddhist juga bisa berlatih untuk terhindar dari kekotoran batin atau (nafsu amarah, nafsu serakah, atau melekat dan ketidak-tahuan atau egois).

Sayangnya, kata "Semoga" di dalam doa ini kadang mendapat olok-olokan dari motivator bahkan beberapa pemuka agama. Seakan-akan kata "Semoga" ini bermakna "keraguan". Lebih parah lagi ada yang berkata jika doanya pasti tak dikabulkan atau kemungkinan besar tidak terkabulkan.

Perlu dipahami dengan benar bahwa suatu harapan atau doa dapat tercapai jika didukung oleh berbagai kondisi atau syarat yang kondusif, yakni jika; APA yang dilakukan tepat, dengan WAKTU yang sesuai, TEMPAT yang sesuai, dengan CARA yang cocok, oleh PELAKU yang tepat, dan dengan ALASAN yang kuat untuk selalu mengingat cita-cita yang ingin diraih itu.

Inilah "the science of getting the goal". Buddhisme meyakini bahwa setiap hal terjadi karena berbagai faktor atau syarat yang mendukung. Bukan semata hanya satu faktor atau karena campur tangan dewa, Buddha, mantra sakti, afirmasi atau incantiation. 

Kata "semoga" memiliki dua implikasi positif, Jika itu terjadi, ya bagus; Jika tak terjadi pun tak masalah". Berfikir dengan cara seperti ini akan membuat kita lebih fleksibel. Tetap menjaga harapan yang besar agar doa terpenuhi, tetapi di sisi lain tidak menimbulkan stres atau tekanan batin. Lebih baik lagi jika konsep "the science of getting the goal" dilakukan dengan sepenuh hati.

Beberapa motivator sering menanamkan ide bahwa seseorang yang memiliki keinginan yang kuat, ia harus bisa, harus pasti. Jika keyakinan ini sudah dipegang teguh maka tujuannya pasti akan tercapai. Sangat tidak bisa untuk dilakukan sebaliknya. Penuh keraguan. Testimoni-testimoni dari mereka yang sudah berhasil membuat si motivator laksana memiliki kemampuan setingkat dewa.

Sayangnya, mereka lupa bahwa yang memberikan motivasi jumlahnya tidak banyak. Bisa saja hanya 5% dari seluruh peserta. Banyak hal berbeda yang penulis temukan di lapangan. Akibat "ide" yang ditanam itu, beberapa orang mengambil aksi nekad. Mereka keluar dari pekerjaan, menghabiskan seluruh tabungan untuk menjadi seorang wirausaha sukses.

Dan, ketika kegagalan itu menerpa dan mereka kembali lagi kepada si motivator untuk meminta saran, jawaban yang ditemukan hanya satu jenis; "Anda hanya kurang yakin saja. Perbanyak doa!"

Apakah setiap doa yang "tidak menggunakan kata semoga" pasti dijawab? Cobalah nilai secara obyektif, jangan subyektif! Pertama, tentu ada kisah sukses. Bisa jadi karena memang usaha, tetapi di sisi lain bisa juga karena faktor "luck". Jika keberhasilan sudah dibicarakan, tidak jarang pula cocokologi pun dijadikan pemanis. Membuat sebuah teori yang seolah-olah valid bahwa keyakinan kuat yang menjadi penyebabnya. Dan doa yang dipanjatkan pasti selalu terpenuhi.

Demikian pula dengan fakta bahwa mereka yang berhasil belum tentu berdoa. Sementara yang gagal bisa saja adalah pendoa ulet.

Buddhisme mengajarkan bahwa takada yang pasti di hidup ini kecuali kematian. Tercapainya suatu doa harapan juga tak pasti dalam satu kehidupan ini. Jika pasti maka tidak ada satu pun orang yang gagal, menderita di kehidupan ini. Karena berdoa itu sungguh mudah untuk dilakukan oleh setiap orang.

Berusaha terus-menerus untuk menemukan semua kondisi tepat, orang yang terlibat, waktu, tempat, cara, dan alasan yang tepat itu tidaklah mudah. Apalagi jika ditemukan sekaligus. Butuh perjuangan untuk menempuhnya hingga berhasil.

Semoga semua makhluk Bahagia.

**

Jakarta, 02 Maret 2023
Penulis: Purna Chandra, Kompasianer Mettasik

Cobalah untuk Menjadi Manusia Bernilai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun