Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kisah Dewi Burung yang Menyelamatkanku

8 Februari 2023   05:55 Diperbarui: 8 Februari 2023   06:06 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejujurnya, aku lelah... Pikiran dan perasaan terus berubah. Kupikir tak layak aku menulis tentang dhamma. Aku 'masih' dalam perjalanan yang jauh. Namun saat kubaca tulisan kedua sahabat Mettasik-ku, muncul kembali semangat menorehkan kata-kata dalam sebuah cerita. Semoga gerak jemariku ini, dapat bermanfaat. Doaku dalam hati...

Hari itu, aku berada di rumah masa kecilku. Ahh, rumah dengan banyak jendela namun selalu tertutup. Yah, rumah masa kecilku terletak di pinggir jalan raya. Jendela rumah selalu tertutup karena debu beterbangan dari jalan.

Pandanganku menyapu sekeliling rumah masa kecilku itu. Tiba-tiba, tampak olehku dua ekor burung yang cukup besar. Yang satu berwarna abu-abu kehitaman. Satu lagi, cantik sekali. Berwarna putih dengan warna-warni di atasnya. Kulihat dengan jelas sekali. Lebih gemuk dan sedikit lebih besar dari burung yang tadi. Mereka seperti mencari jalan keluar dari rumahku.

"Bagaimana? Kok mereka bisa masuk ke dalam rumah?" pikirku. "Jendela dan pintu selalu tertutup. Baiklah, aku harus membukakan pintu samping beranda lebar-lebar. Kasihan kalau mereka tersesat di dalam rumah terlalu lama."

Lalu, kubuka pintu beranda samping rumah. Ooopss, ada beberapa anjing hitam besar sedang berbaring persis di depan pintu. Terlintas rasa khawatir. Aku khawatir kedua burung itu akan ditangkap mereka. Namun, tidak ada jalan lain. Jendela rumah masa kecilku itu, berbentuk kaca-kaca panjang dan kecil. Jendela nako zaman dulu. Kedua burung itu tidak mungkin bisa keluar melalui jendela itu.

Tidak ada jalan lain. Kubuka lebar pintu beranda sambil berjaga jika para anjing berupaya menangkap kedua burung tersebut. Benar saja. Dalam sekejap, kedua burung keluar melalui pintu beranda itu. Anehnya, para anjing tetap santai berbaring. "Ah, syukurlah," kupikir.

Saat kulihat ke depan, ternyata burung abu kehitaman sedang sakit. Burung putih warna-warni seolah dengan sayap kanannya memegang burung abu kehitaman. Keduanya terbang ke angkasa. Masih dalam jangkauan pandanganku, burung putih menoleh ke belakang. Entah kenapa, aku seperti melihat ia tersenyum. Seolah, ia mengucapkan terima kasih kepadaku. Burung putih yang gemuk dan cantik sekali.

Perasaan lega memenuhi dadaku. Saat aku berbalik badan, aku membuka mataku. Aku sudah bukan berada di rumah masa kecilku. Ada perasaan aneh saat aku terbangun. Mimpi tadi sangat jelas. Kulihat jam di telepon genggamku. Ternyata masih fajar. Sudahlah, aku tidur kembali saja.

Paginya, aku bangun dan berjalan kaki di sekitar kompleks rumahku. Sebetulnya, hari itu aku merasa agak pusing. Namun, aku tetap berjalan kaki santai agar dapat berolah raga. Olah raga dapat membuat tubuhku lebih bugar pikirku.

Kondisi kepala yang pusing, belum terlalu berkurang. Aku berjalan kaki hanya sebentar. Saat aku hendak pulang, kulangkahi portal di jalan yang tingginya kira-kira sepanggulku. Memang selama pandemi, jalan-jalan di kompleks perumahanku ditutup dengan portal-portal. Buatku, melangkahi portal adalah hal yang biasa. Aku sudah terbiasa mendaki bebatuan yang kadang lebih tinggi dari portal itu. Bertahun-tahun menjalani hiking bersama anakku.

Mungkin karena kepala yang masih pusing, aku jadi tidak terlalu waspada. Saat itu, aku memakai celana kulot batik yang agak longgar. Aku tahu ada sepasang besi kecil di atas palang itu. Aku tetap saja melangkah persis di atas kedua besi kecil itu.

Kaki kananku tiba-tiba tertahan. Wah, kedua besi kecil itu. Kain celana kulotku tersangkut pada besi kecil. Kejadiannya cukup cepat. Kaki kiri telah kuangkat ke atas sebelum aku menyadari kaki kananku tertahan di atas. Alhasil, kedua kaki berada di atas. Aku tak dapat berbuat apa-apa lagi selain pasrah. Jatuhlah aku dengan kedua tangan terangkat di atas. Celana kulotku robek besar.

Aku merasa seolah seperti sedang terbang. Ini terlintas di kepalaku saat kejadian itu berlangsung dengan cepat. Ah, seperti sedang terbang. Aku terjatuh dengan posisi seperti kertas yang lurus. Bagian bibir dan mulut menghantam aspal.

Bibir atasku berdarah luar dalam dan gigi depan atasku terasa sakit sekali.  Kuraba gigiku masih ada. Bibir atas saja sepertinya robek agak besar. Aku bisa merasakan darah segar di bibir atasku. Aku beruntung masih memakai masker saat terjatuh. Setidaknya, lebih baik daripada tidak memakai masker. Akupun segera berjalan kaki pulang ke rumahku.

Sampai di rumah, aku segera membuka maskerku. Bibir atas terasa perih sekali dan mulai membengkak. Robek agak besar di bagian dalam dan luar. Gigiku masih utuh. Aku tidak berani menyentuh bibirku karena terasa sakit sekali. Dengan air hangat dan kapas, kubersihkan darah di bibirku secara perlahan. Maskerku pelindung bibirku dari aspal. Aku agak yakin bibirku tidak akan infeksi.

Luka di bibirku, kubiarkan. Aku tidak mau mengobatinya karena terasa perih sekali. Kupikir, biasanya luka bisa menutup sendiri. Seperti sariawan, bisa sembuh sendiri. Memang terkadang, luka di tubuhku kubiarkan sembuh sendiri. Meski robeknya cukup besar, kupikir pasti akan menutup sendiri.  Ternyata selang dua minggu ke depan, luka di bibir atas membentuk keloid luar dan dalam. Aku baru menyadari. Sebaiknya, diobati agar dalam proses penyembuhan tidak terbentuk keloid. Ya, sudahlah...

Namun, ada satu hal yang membuatku tercengang. Aku baru saja menjalani operasi bahu 4 bulan sebelum kejadian. Kondisi tanganku masih belum bisa terangkat lurus ke atas. Aku masih menjalani fisioterapi rutin. Jam 11 pagi di hari yang sama, aku punya janji fisioterapi di Rumah Sakit.

Kejadian jatuh pagi itu, sebetulnya agak berbahaya untuk lengan dan bahu kananku. Posisi jatuh dengan kedua tangan lurus sebetulnya agak tidak mungkin karena tangan kanan belum bisa diluruskan pasca operasi. Akupun membatalkan janji fisoterapi dan segera bertemu dokter tulang kesayanganku yang sangat baik.

Dokter menggeleng-gelengkan kepala dan berpesan agar aku jangan sampai terjatuh lagi. Kondisi lengan dan bahu kanan pasca operasi tidak apa-apa. Sedikit meringis perih namun lega, akupun pulang ke rumah.

Sesampai di rumah, aku mulai berpikir. Saat terjatuh, tangan kanan bisa terangkat lurus. Sesungguhnya, tangan kananku masih belum bisa terangkat lurus saat itu. Kalau saja saat jatuh posisi tubuh tidak seperti tadi, tidak hanya berbahaya untuk bahu dan lengan kananku. Akan berbahaya pula untuk bagian tubuh lainnya.

Akupun teringat mimpi aneh di fajar tadi. Wah, mungkin Dewi Burung yang menyelamatkanku hari ini. Sudah bertahun-tahun, aku menebarkan beras di bagian luar lantai 2 rumahku. Pagi dan sore datang banyak sekali burung-burung kecil. Selama ini, mereka menjadi sahabatku pagi dan sore. Kupikir, ini jalan dana yang bisa kulakukan tanpa melekati. Tanpa berharap apapun dari mereka. Hanya rasa bahagia saat melihat burung-burung kecil itu merasa aman memakan beras yang kutaburkan.

Meski tampak di luar nalar, aku berpikir pasti 'ada yang menolongku' saat aku terjatuh. Mungkin burung putih itu seorang Dewi Burung. Wah, terima kasih sekali kupikir. Aku menjadi lebih yakin bahwa kebajikan sekecil apapun yang kita lakukan, akan membantu kita pada waktunya. Apapun bentuknya, lakukan kebajikan-kebajikan yang masih mampu  kita lakukan.

Demikian sekelumit pengalaman kisah kebajikan kecil yang sepertinya berbuah menjagaku saat kamma burukku berbuah.  Semoga bermanfaat dan semoga semua mahluk berbahagia.

**

Jakarta, 08 Februari 2023
Penulis: W Rny, Kompasianer Mettasik

Penulis | Shaksi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun