Agung berkisah tentang penyakitnya. Tanpa disadari, ternyata dia mempunyai kadar gula berlebihan dalam dirinya. Kondisi ini baru diketahui setelah mempunyai luka yang tidak pernah sembuh di jempol kakinya.
Ternyata sudah terlambat. Luka tersebut telah merusak jaringan di sekitar kakinya. Tidak ada jalan lain, kecuali diamputasi. Dia harus merelakan jempol kakinya diamputasi (bukan seluruh bagian kakinya).
Apakah urusannya sudah beres? Ternyata belum selesai. Masih ada tahap berikutnya; memulihkan jaringan pada kaki yang masih bisa diselamatkan. Sebuah proses panjang yang sangat tidak nyaman.
Agung menceritakan prosesnya. Dia dipindahkan ke ruangan lain. Di sana, perawat akan membuka semua penutup lukanya. Menyiramnya dengan cairan. Mengunting jaringan yang rusak. Membersikan jaringan yang mati. Dan menutup kembali lukanya setelah semuanya selesai.
Dia harus melakukan itu setiap hari. Dua kali sehari. Semuanya dilakukan tanpa ada obat penghilang rasa sakit, tanpa bius lokal. "Sakit sekali. Saya sudah tidak tahan. Saya sudah putus asa." Air matanya mengalir.
Saya hanya bisa diam. Terpaku. Membisu. Saya tidak bisa berkata apa-apa. Saya juga baru tahu bagaimana cara merawat luka akibat diabetes. Saya tidak tahu, apa yang harus saya sampaikan. Saya tidak punya saran dan nasihat apa pun.
Saya yakin, semua orang yang akan datang hanya bisa memberikan nasihat yang sama. Bersabar. Anggap saja ini cobaan hidup. Kamma buruk Anda sedang berbuah.
**
Hidup terkadang membawa kita dalam kondisi seperti ini; tidak ada pilihan yang bisa dilakukan.
Saya membayangkan diri saya seperti dalam perjalanan di jalan bebas hambatan. Harapannya bisa lebih lancar sehingga bisa sampai tujuan lebih cepat. Ternyata terjadi kemacetan panjang karena ada kecelakaan atau ada truk yang muatannya tumpah ke jalan. Tidak ada pilihan. Tidak ada gunanya mengeluh dan marah-marah. Hanya bisa bersabar dan sampai bisa melewati titik kemacetan tersebut.
Sambil melakukan sejumlah terapi, saya hanya bisa bersabar menunggu dan menunggu sampai pemulihan terjadi.