Aku adalah sehelai handuk mandi, buatan RRT asli China. Atau tepatnya handuk jadul alias tempo dulu yang terbuat dari bahan katun tipis, tapi mempunyai daya serap yang sangat kuat. Teksturku sejenis dengan  handuk muka/ leher "good morning", namun ukuranku dua kali darinya. Walaupun demikian karena bahanku sangat tipis maka aku sangat irit tempat tidak seperti handuk mandi lainnya yang tebal.
Aku hasil produksi pabrik di negara asalku dan sampai di sini sebagai barang import yang terdampar di tempat kulakan yang bernama Pasar Pagi. Dan entah apa yang terjadi, sampai-sampai aku terselip di antara motif bunga-bunga nan feminim. Semua ini dimungkinkan karena adanya human error yang bisa saja terjadi di semua bidang termasuk pengelompokan diriku. Aku pasrah saja karena tidak dapat protes, yang pasti pembeliku akan kecewa.
Corakku terlihat sangat tidak menarik dibandingkan dengan kelompokku yang cantik penuh warna-warni. Aku bermotif  raket lengkap dengan shuttlecocknya bertuliskan "badmington, yang akhir-akhir ini kutahu ada kesalahan dalam penulisannya. Tapi aku maklum saat aku diproduksi belum ada KBBI, sehingga ada kelebihan huruf "g" dalam penulisan "badminton".
Keberadaanku di toko "Rapi Jali" cukup lama, sampai pada suatu siang yang terik datanglah seorang wanita cantik ke toko tempatku berada. Dia sibuk memilih paket ikatan yang berisi satu kodi atau dua puluh lembar handuk di dalamnya. Dan yang dipilihnya motif bunga-bunga. Â
Dengan tergesa-gesa si wanita itu mengambil paketan yang ada aku di dalamnya. Kurasa dia hanya melihat dari luar, dua sisi paketan handuk yang bermotif bunga mawar di satu sisi dan bunga lily di baliknya. Lalu dengan penuh keyakinan si pemilik toko menyakininya bahwa bundelan yang dipegang si calon pembeli semuanya bermotif bunga.
Sesampainya di kantor, si wanita itu langsung diserbu oleh teman-temannya yang menitip beli. Ada yang mengambil tiga dan kebanyakkan ambil dua lembar. Semuanya memilih teman-temanku yang bercorak cantik-cantik, tersisalah diriku sendiri yang tak terpilih. Tiada seorang pun yang menyentuhku, mereka tidak menyukai aku, "huh ... huh ... huh, sebegitu jelekkah aku?"
Si cantik itu ternyata bernama Intan, ia duduk termangu memandangi diriku dikelilingi teman-temannya. Sampai ada seseorang yang penasaran dan membuka plastik kemasanku dan memegang kedua sisiku. Corakku pun terpampang di depan semua orang. Semuanya menatap dengan pandangan mencemooh.
"Ih, kok motifnya seperti ini sih, jelek banget, ini mah motif handuk buat cowok, kamu yakin Tan, cik L mau?" Katanya sambil melemparku ke lantai. Rupanya calon pemilikku bernama cik L. (Hening sesaat, sampai ada yang nyeletuk)
"Jelek banget ya, sapa yang mau tukar, kamu tuh In, yang ungu buat cik L aja!, kamu kan beli tiga, yang ini buat suamimu, kan cik L cuma beli satu, masa dikasih yang paling jelek "
Orang yang dipanggil In ini menggelengkan kepalanya sambil mendekap handuk berwarna pink, ungu, dan biru. Setelah itu dia mulai nge-gas "Kenapa punyaku yang harus ditukar? Punya kamu aja." Suasana agak memanas karena diriku.
"Waduh gimana nih? kalau untuk nukarin, rasanya malas banget jalan ke sana lagi, tadi aku terburu-buru sehingga tidak sempat buka paketannya disana. Aku juga gak yakin cik L mau. Tapi mau gimana lagi? Ada gak yang mau nukar dengan yang ini?" Sambung Intan sambil menghela nafas.
Semuanya terdiam, tidak bergeming untuk menukar pilihannya, masing-masing mempertahankan handuk yang dipilihnya.
Diam-diam mereka bersiasat agar aku dapat diterima oleh cik L yang saat itu tidak ada di tempat. Ci L sedang tugas keluar kota selama dua hari. Intan melipat dan memasukkanku ke plastik lagi dan menaruhnya diatas meja kerja cik L. Aku hanya bisa berharap, moga-moga cik L menyukaiku.
Di pagi yang cerah itu, Intan menyerahkanku pada ci L, sambil mengatakan semuanya bermotif sama seperti diriku, dan tidak ada yang berwarna ungu seperti yang diinginkan cik L. Ada rona kecewa dan tak percaya di wajah orang yang dipanggil cik L itu. Rupanya doi juga tidak menyukai motifku. Sesampainya di rumah, aku dilemparnya ke sudut lemari, sepertinya dia tahu kalau teman-temannya memperdayainya. Â
Hampir dua tahun aku tak tersentuh, sampai akhirnya cik L mau berpergian ke Thailand, karena doi termasuk tipe cewek yang easy going maka tak heran bawaanya hanya satu koper kabin untuk sepuluh hari disana.
Doi sempat binggung karena kopernya sudah penuh dan tidak mungkin diisi dengan handuk mandi yang tebal. Akhirnya aku terpilih, dan sebelum masuk koper, aku dicucinya dulu.
Ha ... ha ... ha ... keren juga nih pertama dipakai langsung untuk keluar negeri. Pada saat itu juga aku berhasil mencuri hati pemilikku si cik L. Aku mudah dirawat, aku dapat mengeringkan tubuhnya dengan cepat, karena daya serapku yang luar biasa. Dan karena aku sangat tipis, sehingga hanya butuh waktu singkat untuk membuatku kembali kering, cukup diangin-angini sebentar saja, aku sudah siap untuk digunakan kembali.
Aku selalu dibawa kemana saja oleh pemilikku. Kemana pun ia pergi, aku juga pergi. Baik di dalam maupun luar negeri. Thailand sudah beberapa kali, pernah juga ke Jepang. Dan wow ... aku juga ikut serta cik L berziarah ke India, perjalanan yang sama sekali tidak terduga.
Bukan hanya itu, sebelum covid merajalela, hampir setiap tahun terhitung sejak tahun 2014, cik L selalu membawaku untuk turut serta merayakan Waisak di Borobudur.Â
Tahun berganti tahun, tak terasa aku sudah berumur 27 tahun terhitung sejak aku masuk lemarinya. Dan sampai kini keadaanku masih terawatt. Terakhir kali aku menunaikan tugas saat doi reunian dengan teman-teman SMEA-nya di Kala Cabin, Lembang.
Setelah pulang, aku dicuci bersih-bersih kemudian disimpannya lemari. Aku beruntung karena benar-benar dapat membantu doi dalam urusan membersihkan tubuhnya di saat jauh dari rumah. Dan kalau diihitung, paling-paling aku hanya dipakai setahun sekali jadi tidaklah heran aku masih tampak seperti baru.
Nasib teman-temanku tidaklah sebaik diriku, ini kuketahui pada saat ada outing kantor. Seseorang yang ikutan beli handuk sepaketan dengan diriku ternyata sekamar dengan cik L. Waktu ci L membedah isi ranselnya sebelum menuju ke kamar mandi, temannya yang bernama Yenny berseru, "Eh nih handuk yang dulu kita beli nitip Intan ya? Gue inget motif elo aneh sendiri, yang lainnya motif bunga ..."
"Nah ... benarkan elo orang pilihin gue yang jelek, tapi ga apa-apa deh, karena dia lain daripada yang lain jadi ga gampang tertukar," imbuh cik L berlapang dada.
"Gue punya, dua-duanya udah masuk tong sampah, sempat gue jadiin kain pel. Kok elo punya masih kinclong sih, sekarang sepertinya udah ga ada yang jual tuh yang kaya gitu. Ingat-ingat waktu itu harganya mahal juga, dua belas ribu lima ratus, mungkin setara dengan harga Terry Palmer sekarang." Yenny terus mengoceh sambil membongkar isi kopernya.
Sesaat kemudian ada yang mengetuk pintu, ternyata dia si Lili
"Li, lihat, handuk si Lana yang dulu barengan kita nitip Intan, ternyata masih bagus lho, elo punya masih ada?" Si Yenny langsung membrondong Lili dengan rasa penasaran.
"Saya punya udah ga tau kemana, udah robek sih, jadi buat lap dan udah dibuang dari kapan-kapan. Iya ya, kok bisa sih Lana punya masih bagus?" jawab Lili sambil merabaku.
"Gue eman-eman Li, karena nyari handuk yang tipis tapi nyerep kaya gini susah. Gue pernah dibeliin Greetje, yang tipis kaya gini tapi ga nyerep, ga enak kalau handukan tapi ga kering."
"Ya tapi kamu punya awet banget, sepertinya udah lebih dari dua puluh tahun." Sambung Lili lagi.
"Gue pakainya hanya untuk berpergian aja, jadi jarang-jarang, terus gue cuci sendiri, ga masuk mesin cuci." Imbuh Ci L
Dari pembicaraan mereka, kutahu teman-temanku tidak seberuntung diriku, Nasibnya berbeda dengan diriku, mereka yang dikagumi dan terpilih pada awalnya, kini telah dicampakkan.
Rupanya handuk juga memiliki karmanya sendiri, karena kami berasal dari pabrik yang sama tapi berakhir dengan cara yang berbeda. Semoga aku selalu dapat menjalankan tugasku dengan baik, seperti yang kulakukan selama ini.
Itulah kisahku, dari yang tidak disukai, menjadi barang kesayangan, namun jangan sampai melekat ya non...
Semoga semua mahluk berbahagia.
**
Jakarta, 14 Desember 2022
Penulis: Sumana Devi, Kompasianer Mettasik
Hidup Harus Penuh Sati, Setiap Saat Diamati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H