Siang itu si sulung yang baru saja menyelesaikan rapat online karena WFH tiba-tiba menghampiriku dan bertanya, "Mama... Mama pernah gak ketemu orang yang baiiiiik banget sampai Mama bingung mau gimana?"
Saya melihat ke arahnya, lalu bertanya, "Siapa kak?"
Anak saya menjawab, "Dia CEO perusahaan... Orangnya baiiiiiik banget Ma... dan dia sukses. Aku bolak balik ketemu dia dan selalu baiiik banget. Wajahnya ramah, kalau bicara adem tapi membawa solusi. Menghargai orang, tapi yang paling aku suka dia gak pernah mau ngerugiin orang. Pokoknya baiiik banget Ma! Bingung aku kok ada orang sebaik dia!"
Saya perhatikan muka anak saya yang bahagia karena bertemu orang baik. Tapi, juga ada kebingungan besar kok bisa ada orang sebaik itu?
Melihat wajah bingungnya, saya bersyukur karena si Sulung bisa membawa topik ini, sehingga saya bisa memiliki kesempatan untuk membagikan Ajaran Dhamma yang sedang kupelajari kepada anak saya.
Saya lalu bertanya kembali, "Coba kamu amati kak, kira-kira apa yang dia lakukan yang membuat dia menjadi orang yang baiiiiik banget juga sukses"
Anak saya menjawab cepat dengan mata berbinar, "DIA BUDDHA Ma!" Dia kuatkan lagi jawabannya "Iya Ma, DIA BUDDHA!"
Saya benar-benar tidak menyangka jawaban cepat itu keluar cepat dari mulutnya. Tentu saja itu hanyalah sebuah asumsi tidak berdasar. Agama seseorang tidak serta merta membuat pribadinya menjadi lebih baik. Ah, anak saya naif. Karena memang itu hanyalah sebuah kebetulan saja.
Tapi, karena saya ingin membicarakan tentang ajaran Dhamma, jadi langsung saja kuberikan pemahaman yang benar.
Saya lalu bertanya kembali kepadanya "Kamu tahu maksud dari kata menjadi Buddha, Kak?"