Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Masih Melekat pada Harta Duniawi? Mari Renungkan Mayat

14 November 2022   05:09 Diperbarui: 14 November 2022   06:40 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masih Melekat Pada Harta Duniawi, Mari Renungkan Mayat (gambar: theindianexpress.com, diolah pribadi)

Kita selalu dijebak dengan kenikmatan dari harta dan kekuasaan yang kita miliki. Seseorang merasa senang karena dia memiliki rumah mewah dan jika memungkinkan mempunyai rumah mewah dalam jumlah yang banyak. Dia berbahagia karena memiliki mobil mewah dan uang yang banyak yang disimpan di bank.

Seseorang yang sedang menjabat di dalam sebuah perusahaan besar atau di pemerintahan merasa bahwa dia berkuasa sehingga dia sering melakukan hal-hal yang kurang etis. Dia tidak memperlakukan bawahannya dengan sopan santun.

Saat berkunjung ke rumah teman kita yang kaya, sering kita temukan kata-kata kasar maupun suara yang membentak dari anak-anak mereka kepada pelayan mereka di rumah.

Kita selalu mengejar kekayaan dan kekuasaan sehingga terjerat dalam kemelekatan. Kita selalu membanding-bandingkan harta benda kita dengan yang dimiliki oleh teman-teman, tetangga, ataupun saudara-saudara. Kita merasa sedih dan kecewa apabila harta benda kita lebih sedikit dari pihak lain. Kita selalu melekat pada harta duniawi yang selalu mendatangkan kesedihan dan penderitaan.

Kita boleh saja mengejar kekayaan dan kekuasaan namun tidak melekat. Kalimat bahwa "Uang tidak dibawa mati" memang benar, jadi janganlah melekat.

Mari kita renungkan seseorang yang baru meninggal, dalam adat Tionghoa.

Pada saat seseorang yang meninggal di rumah sakit, setelah pengurusan administrasi rumah sakit oleh keluarganya maka jenazahnya langsung dibawa ke balai persemayaman tanpa singgah ke rumah mewahnya. Pada saat seseorang telah meninggal, rumah mewah tidak dapat dibawanya dan tidak berfungsi baginya.

Pada saat di balai persemayaman, jenazah akan dimandikan dan dirias. Jenazah akan dirias dengan bedak, gincu, dan kosmetik lainnya yang sudah pernah digunakan oleh jenazah lainnya. Padahal, saat masih hidup, orang tersebut memilih maunya merek-merek tertentu dan tidak mau berbagi dengan saudara ataupun temannya. Pada saat sudah menjadi jenazah dia tidak dapat memilih lagi dan dia harus memakai kosmetik yang pernah dipakai oleh jenazah yang lain.

Pada saat seseorang hidup, dia melakukan koleksi terhadap tas-tas, sepatu, tali pinggang, jam tangan dan aksesori lainnya yang bermerek. Pada saat dia meninggal maka dia akan meninggalkan barang koleksinya. Saudara-saudaranya dan anak-anaknya yang akan menggunakan aksesorinya.

Seseorang yang memiliki banyak uang tidak dapat membawa uang tersebut setelah dia meninggal. Dalam peti mati, hanya diisi dengan uang kertas sembahyang sesuai dengan adat Tionghoa.

Jadi, semua harta duniawi akan ditinggal setelah seseorang meninggal.

Teman-teman dekat, saudara-saudara, dan keluarga akan melayat ke balai persemayaman. Sering juga beberapa teman, saudara, dan keluarga tidak dapat hadir karena mereka melakukan sesuatu kegiatan yang tidak dapat mereka tinggalkan.

Banyak teman, saudara, atau keluarga mulai beralasan untuk tidak mengikuti acara pemberangkatan jenazah ke tempat krematorium atau ke tempat kubur.

Sesampai di tempat kubur atau krematorium maka akan dibacakan doa dan pemberian hormat terakhir. Peti mati bersama dengan jenazah saja masuk ke dalam ruangan api untuk dibakar sedangkan teman-temannya, saudara-saudaranya, ataupun keluarganya hanya berada di depan pintu krematorium. Biasanya, setelah jenazah selesai dibakar maka pihak keluarga akan mengambil abunya dan masukkan ke dalam guci.

Demikian juga jika yang meninggal memilih untuk dikuburkan maka pada saat peti mati dan jenazah dimasukkan ke dalam lobang, teman-temannya, saudara-saudaranya, ataupun keluarganya akan meninggalkannya.

Cerita perenungan tentang mayat di atas menguraikan bahwa harta dunia adalah tidak kekal. Harta yang kita miliki, tidak dapat menemani pada saat kita meninggal. Akhirnya kita akan sendiri. Teman, saudara, dan keluarga juga akan meninggalkan kita.

Kita harus dapat belajar untuk merelakan. Dengan kerelaan, kita tidak melekat pada kekayaan dan kekuasaan. Kita dapat berlatih kerelaan dengan berdana. Kerelaan dapat mengurangi penderitaan dalam hidup kita. Latihan terhadap kerelaan secara bertahap dapat mendatangkan kebahagian bagi kita.

Semoga kita dapat bebas dari kemelekatan. Semoga kita dapat berbahagia. Semoga semua makhluk hidup berbahagia. Sadhu...sadhu...sadhu.

Salam metta.

**

Medan, 14 November 2022
Penulis: Thomas Sumarsan Goh, Kompasianer Mettasik

Long Life Learning

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun