Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pillow Talk #9: (Mana) Kesombongan yang Pandai Menyamar

13 November 2022   12:12 Diperbarui: 13 November 2022   12:18 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pillow Talk #9: (Mana) Kesombongan yang Pandai Menyamar (gambar: freepik.com, diolah pribadi)

Ade: "Mami lagi baca buku apa?"

Mami: "Berani tidak disukai' di dalamnya banyak membahas teori Alfred Adler."

Ade: "Siapa Adler?"

Mami: "Seorang psikolog terkenal. Menurut Adler, perasaan itu ada perasaan inferior (merasa lebih rendah) dan superior (merasa lebih tinggi). Bahkan ada yang kompleksnya. Kompleks inferioritas (perasaan rendah diri/tidak nyaman dengan diri sendiri) dan kompleks superioritas (perasaan superior semu). Semua perasaan ini muncul karena membandingkan diri sendiri dengan orang lain"

"Perasaan inferior bisa menjadi bahan bakar bagi seseorang buat maju dan tumbuh. Misalnya:  Ade memiliki perasaan inferior dengan merasa diri sendiri bodoh (padahal belum tentu bodoh). Karena merasa bodoh, maka Ade mulai memperbaiki kualitas diri dengan rajin belajar dan akhirnya lulus dengan nilai terbaik. Upaya Ade untuk meningkatkan kualitas diri inilah yang menjadikan Ade superior."

"Masalah muncul saat Ade mulai menjadikan perasaan inferior sebagai alasan. Misalnya Ade berpikir saya ini bodoh makanya saya tidak akan bisa sukses, tidak akan ada orang yang mau berteman dengan saya yang bodoh ini, dan sebagainya. Perasaan minder inilah yang dinamakan Kompleks inferioritas."

Ade: "Mami! Ade tidak bodoh! ok!"

Mami: "Kan cuma contoh De! Hehehe..."

"Seseorang yang menderita kompleks inferior yang parah, takut mengambil upaya nyata untuk berubah, bahkan dalam kasus parah, mereka menolak kompleks inferioritas mereka dan menebusnya dengan cara berbeda, dengan bersikap seolah-olah dirinya superior."

"Contoh: Seorang anak yang merasa bodoh, bukannya lebih giat belajar malah ketagihan main game karena merasa hanya di dunia game, dia bisa dapat bintang dan disorakin. Inilah kompleks superioritas (perasaan superior semu)."

Ade: "Contoh lain , Mami berdandan menor  buat menutup wajah yang  jelek."

Mami: "Eh.. awas ya!  Grrrr...!"

Ade : "(Hahaha... ) Ade jadi ingat ajaran Buddha tentang merasa diri sendiri lebih bodoh (inferior) dari orang lain adalah tidak benar, merasa setara dengan yang lain adalah tidak benar, merasa lebih baik (superior) daripada orang lain pun tidaklah benar sebab  tiada aku (anatta)."

Mami: "Benar sekali De!  Semua unsur membandingkan dengan orang lain disebut kesombongan. Dan kalau akunya tidak ada (anatta), terus apa yang mau disombongkan?"

Ade: "Aneh mi, merasa inferior dan setara mengapa disebut sebagai kesombongan dan tidak benar? Bukankah itu bisa menjadi bahan bakar buat menjadi superior?"

Mami: "Sebab di sini ada unsur membandingkan dengan orang lain. Dalam hidup ini kalau kita selalu membandingkan, kita tidak akan bisa bahagia dan menjadi benar."

"Karena diatas bukit ada bukit, diatas awan ada awan. Kalau selalu membandingkan, kapan bisa merasakan kedamaian?"

Ade: "Jadi sikap yang benar harus bagaimana?"

Mami: "Jangan pernah membandingkan diri sendiri dengan diri orang lain! Karena kalau Ade melakukannya maka hidup Ade tidak akan damai."

"Bahan bakar bisa dari dalam diri sendiri, tidak perlu dengan membandingkan dengan orang lain!  Caranya dengan menjadi terbaik dari versi diri sendiri.  Bandingkan masa lalu Ade sama masa sekarang. Apakah ada perubahan? Apakah ada kemajuan? Selalu motivasi diri sendiri untuk menjadi versi terbaik diri sendiri itulah yang benar."

"Ada beberapa tips yang bisa dilakukan ketika kesombongan muncul, Ade bisa bangun kesadaran dalam batin sebagai berikut :

1.  Oh... Saya telah membandingkan diri sendiri dengan orang lain.

2.  Sikap membandingkan ini merupakan hal yang tidak bermanfaat.

3.  Saya harus melepaskannya saat ini juga.

4.  Saya menyadari bahwa masing-masing manusia memiliki kelebihan dan kekurangan. Sudah selayaknya saya tidak membandingkan diri saya ini dengan orang lain."

"Apakah Ade paham?"

Ade: "Zzzzzz..."

**

Jakarta, 13 November 2022
Penulis: Lisa Tunas, Kompasianer Mettasik

Loving Mom who Learns Writing

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun