Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Donor Organ Tubuh Manusia dalam Pandangan Agama Buddha

11 November 2022   11:11 Diperbarui: 11 November 2022   11:23 1295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Donor Organ Tubuh Manusia Dalam Pandangan Agama Buddha (gambar: allprodad.com, diolah pribadi)

Empat keadaan batin yang luhur

Brahmavihara (sering juga disebut appamanna) diartikan sebagai "keadaan batin yang Luhur". Brahmavihara terdiri dari empat keadaan batin yang luhur, yakni metta (cinta kasih), karuna (welas asih atau belas kasihan), mudita (turut bersimpati, bergembira, berbahagia), dan upekkha (keseimbangan batin atau ketenangseimbangan).

Metta adalah pikiran cinta kasih universal yang dipancarkan kepada semua makhluk tanpa kecuali. Apa yang dimaksud dengan "tanpa kecuali"? Sebagaimana yang dikatakan oleh Buddha di dalam Karaniyametta Sutta (Ajaran tentang cinta kasih), Metta dipancarkan kepada makhluk hidup apa pun yang ada, yang goyah dan yang kokoh, yang panjang atau yang besar, yang sedang, pendek, kecil, kurus atau pun yang gemuk, yang tampak atau pun yang tak tampak, yang berada jauh atau pun dekat, yang telah menjadi atau pun yang belum menjadi, semoga mereka semuanya hidup berbahagia.

"Tanpa kecuali" dalam pemancaran metta juga berarti dipancarkan kepada baik makhluk yang sedang berbahagia atau pun yang sedang menderita. Intinya, metta dipancarkan kepada semua makhluk dengan harapan baik agar semuanya, tanpa kecuali, bisa berbahagia.

Karuna adalah pikiran welas asih atau belas kasihan universal yang dipancarkan kepada semua makhluk tanpa kecuali, sebagaimana halnya dengan metta. Perbedaannya adalah karuna dipancarkan karena adanya perasaan iba sehingga dikhususkan atau ditujukan kepada semua makhluk yang sedang menderita. Karuna mengandung harapan baik agar semua makhluk yang sedang menderita bisa segera terbebas dari penderitaannya dan bisa berbahagia.

Mudita adalah pikiran yang bersimpati atau turut senang, gembira, bahagia yang dipancarkan secara universal kepada semua makhluk tanpa kecuali, sebagaimana halnya dengan metta dan karuna. Perbedaan mudita dengan keduanya adalah mudita dipancarkan terkhusus atau tertuju kepada semua makhluk yang sedang berbahagia. Mudita mengandung harapan baik agar semua makhluk yang sedang berbahagia bisa mempertahankan kebahagiaannya.

Upekkha adalah keseimbangan atau ketenangseimbangan pikiran atau batin, yang teguh, kokoh, dan seimbang. Keberadaan upekkha memungkinkan pikiran atau batin tidak goyah atau terbawa oleh situasi dan kondisi yang dihadapi, yang baik maupun buruk, yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan.

Dana sebagai bentuk melepas sesuai ajaran Buddha

Dana dalam ajaran Buddha seringkali dikaitkan dengan kedermawanan atau kemurahhatian. Dalam pandangan umum, dana dipraktikkan dengan cara memberi. Yang diberikan bisa yang bentuknya nyata, semisal barang, atau yang bentuknya tidak nyata, semisal tenaga, ucapan yang baik, atau pikiran yang baik. Dalam konteks yang lebih dalam sesuai dengan ajaran Buddha, dana sebetulnya adalah praktik melepas dari keterikatan atau kemelekatan.

Ada tiga tingkatan dana yang seharusnya dilakukan oleh makhluk-makhluk secara bertahap hingga akhirnya bisa dipraktikkan secara sempurna sampai ke tingkatan tertinggi. Buddha adalah makhluk yang telah menyempurnakan 10 kebajikan (parami atau kesempurnaan dalam kebajikan). Salah satu dari 10 parami tersebut adalah dana.

Tiga tingkatan dana sesuai ajaran Buddha untuk menuju kesempurnaan dalam melepas adalah:

  • Berdana kepemilikan duniawi atau materi atau harta benda.
  • Berdana tubuh atau organ tubuh atau sesuatu yang sangat amat berharga.
  • Berdana kehidupan sendiri untuk kebaikan dan manfaat bagi orang atau makhluk lain.

Berdonor organ tubuh manusia adalah sesuai dengan ajaran Buddha

Jadi berdonor organ tubuh atau tubuh itu sendiri (setelah kematian) adalah sesuai dengan ajaran Buddha. Pendonoran organ tubuh atau tubuh seseorang (setelah kematian) dengan tujuan memperbaiki kualitas kehidupan orang lain atau untuk kemajuan ilmu pengetahuan (terutama kedokteran) demi meningkatkan kualitas kehidupan manusia di muka bumi, jelas merupakan praktik dana yang sejalan dengan ajaran Buddha.

Berdonor organ tubuh dengan didasarkan kepada niat untuk mengurangi penderitaan atau keterbatasan yang dialami oleh orang lain sehingga orang lain tersebut bisa berkurang atau hilang penderitaan atau keterbatasannya, dan menjadi berbahagia, adalah praktik nyata karuna.

Tujuan Buddha membabarkan ajaran-Nya adalah untuk mengurangi penderitaan berbagai makhluk, untuk keselamatan dan kesejahteraan berbagai makhluk. Ajaran Buddha bukan hanya untuk kebahagiaan sementara tetapi untuk mengakhiri secara total atau tuntas penderitaan yang dialami oleh makhluk-makhluk.

Penolakan atau ketidakmauan untuk berpartisipasi dalam melakukan donor organ tubuh atau tubuh (setelah kematian) dari sebagian orang, kemungkinan berasal rasa kuatir, cemas, dan takut yang didasari oleh tidak memadainya pemahaman dan kebijaksanaan sejati akan keberadaan diri.

Ada orang yang percaya bahwa apabila ada bagian tubuh atau organ tubuh mereka yang diambil setelah kematian, mereka selanjutnya akan pergi tanpa kelengkapan diri yang cukup untuk menjalani kehidupan berikutnya atau kehidupan setelah kematian. Mereka mungkin tidak akan diizinkan untuk menjalani kehidupan di surga atau kehidupan yang baik setelah kematian di kehidupan ini karena organ tubuhnya tidak lengkap.

Sesuai dengan ajaran Buddha, kematian seorang manusia terjadi saat kesadaran seseorang terpisah dengan tubuh jasmaninya. Bersambungnya atau berlanjutnya kembali kesadaran, menentukan kehidupan selanjutnya setelah kematian. Jadi tubuh jasmani dari orang yang sudah meninggal, tidak dibawa ke kehidupan selanjutnya meskipun misalnya dia terlahir kembali di alam manusia atau alam-alam kehidupan lainnya yang memiliki tubuh jasmani.

Setelah beberapa waktu seseorang meninggal dunia, tubuh jasmaninya perlahan akan mulai rusak. Tubuh jasmani orang yang sudah meninggal pada akhirnya akan kembali ke sumber energinya masing-masing. Ada yang kembali ke tanah, ada yang kembali ke air, dan ada yang kembali ke udara atau atmosfir. Tidak peduli betapa baiknya tubuh jasmani itu diperlakukan dan disimpan. Hanya soal waktu, tubuh jasmani orang yang sudah meninggal, termasuk berbagai organ tubuh di dalamnya, akan mulai membusuk dan terurai.

Alih-alih membiarkan organ-organ tubuh membusuk dan menjadi tidak ada gunanya lagi sama sekali, donor organ tubuh yang masih dapat digunakan oleh manusia lain yang membutuhkan, dapat menjadi alternatif untuk terus berbuat baik meski episode sebagai manusia di kehidupan ini telah berakhir.

**

Tangerang, 11 November 2022
Penulis: Toni Yoyo, Kompasianer Mettasik

Professional | Trainer |Consultant | Speaker | Lecturer | Author

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun