Perasaan (vedana) yang kita rasakan setiap saat adalah tidak kekal. Perasaan yang tidak kekal adalah penting sekali untuk dipahami karena dalam kehidupan sehari-hari pada kenyataannya kita selalu merasakan suka atau duka. Kita menderita karena kita masih percaya dan melekat bahwa perasaan merupakan sesuatu yang kekal. Seseorang yang memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi, menjalankan gaya hidup mewah, berprofesi sesuai dengan bakatnya, dan memiliki status kehidupan yang terhormat selalu melekat kepada objek kenikmatan yang dimilikinya.
Sejak kecil kita hanya melakukan hal-hal yang dapat mendatangkan kebahagiaan melalui perasaan. Kita bersekolah supaya kita dapat memperoleh gelar, dengan adanya gelar maka kita memperoleh pekerjaan yang baik dan jabatan yang tinggi. Dengan jabatan yang tinggi maka kita akan memperoleh uang yang banyak dan menjadi kaya raya. Kita yang sudah menjadi kaya raya akan menimbulkan perasaan yang menyenangkan.
Kita berhasrat untuk selalu memperoleh perasaan yang bahagia dan perasaan yang dapat menyenangkan hati kita sendiri. Kita selalu terjebak pada perasaan diri sendiri. Kita selalu ingin memunculkan perasaan yang senang-senang saja. Pokoknya, hati kita maunya senang terus, sehingga kita menolak perasaan yang tidak menyenangkan. Kita selalu menginginkan perasaan yang menyenangkan supaya dapat menjadi kekal dan abadi, namun hal ini tidak mungkin karena semua yang bersifat materi adalah tidak kekal. Demikian juga, perasaan adalah tidak kekal.
Penolakan Terhadap Hal yang Tidak Menyenangkan
Awalnya, kita harus belajar menolak perasaan yang tidak menyenangkan hati dengan cara yang positif, yaitu tanpa merugikan makhluk lain. Namun, sering kali, kita selalu mendatangkan kesenangan dan perasaan bahagia untuk diri sendiri dengan mengganggu kebahagiaan orang lain. Kita tidak jarang memunculkan kemarahan kita, kebencian kita, dan kejengkelan kita melalui tubuh kita, misalnya dengan mata yang memelotot, perbuatan memukul, atau kata-kata kasar sehingga membuat perasaan pihak lain menjadi tidak bahagia.
Seorang pekerja di dalam perusahaan merasa kecewa melihat rekan kerjanya yang dipuji dan naik pangkat. Dia mulai kehilangan ketenangan, kedamaian, kehilangan akal sehat, dan kehilangan keseimbangannya. Dia berusaha untuk menyaingi rekannya dengan melakukan penyebaran kata-kata fitnah, tentu saja, hal ini sudah merugikan pihak lain.
Kita selalu melekat pada diri kita, milik kita, dan selalu ingin merasakan hal yang menyenangkan dari sesuatu yang berada di luar perasaan kita. Hal ini telah menimbulkan pandangan salah. Pandangan salah adalah perasaan yang menyenangkan merupakan perasaan yang kekal, sehingga hal ini sangat merusak kedamaian.
Jika kita memahami bahwa perasaan yang menyenangkan ataupun perasaan yang tidak menyenangkan adalah tidak kekal, tidak stabil maka kita bisa menanti jika perasaan kita sedang mengalami tidak senang. Kita menanti sesaat supaya perasaan tidak enak berlalu. Setelah berlalu, kita melanjutkan diskusi atau mengambil keputusan.
Banyak orang yang mengalami depresi, stres, dan bahkan melakukan bunuh diri karena mereka berpikir, masalahnya adalah kekal sehingga tidak dapat diselesaikan.
Kita dapat mengikis pandangan salah tentang perasaan adalah dengan mengembangkan persepsi ketidakkekalan sampai menguat, supaya kita dapat hidup damai dan bahagia. Kita dapat merealisasinya dengan meditasi.
Mengikis Pandangan Salah oleh Perasaan Melalui Meditasi
Meditasi dapat mengembangkan perhatian (sati), yang pengamatannya hanya pada sesuatu yang muncul pada saat ini, bukan pada sesuatu di masa lalu atau masa depan. Kita tidak dapat mengembangkan kebijaksanaan jika kita mengamati sesuatu pada masa lampau karena kita tidak akan dapat melihat ketidakkekalan secara nyata dalam bermeditasi karena sudah lenyap, demikian juga pengamatan pada khayalan di masa depan yang memang belum ada objeknya pada saat ini. Kita tidak dapat membuktikan segala sesuatu adalah tidak kekal di masa lalu dan masa depan.
Kebijaksanaan pada saat bermeditasi itulah yang memberitahu kita bahwa hukum yang abadi di saat ini, adalah adanya kemunculan dan kelenyapan. Karena pada saat ini kejadiannya adalah muncul dan lenyap adalah tidak kekal (anicca) maka kejadian di masa lalu kejadiannya juga demikian, dan kejadian di masa depan juga sama adalah muncul lenyap.
Perasaan adalah Dukkha
Kita harus melakukan perenungan terhadap perasaan supaya dapat menghancurkan pendapat bahwa perasaan dapat memberikan kebahagiaan. Jika dihubungkan dengan Empat Kebenaran Mulia, maka perasaan merupakan Kebenaran Mulia yang pertama, yaitu adanya perasaan maka adanya Dukkha.
Kita masih mengejar perasaan kebahagiaan seumur hidup, dengan mengorbankan banyak hal, karena belum menyadari atau ketidaktahuan (avijja) akan Kebenaran Mulia yang pertama. Ketidaktahuan (avijja) dan nafsu keinginan (tanha) terus mendorong kita untuk mengejar perasaan yang menyenangkan dan menolak perasaan yang tidak meyenangkan. Kita yang berlatih meditasi akan dapat melihat perasaan secara berulang-ulang, sehingga memperkuat persepsi ketidakkekalan. Perasaan senantiasa berubah.
108 Jenis Perasaan
Apabila kita mengurai perasaan maka akan terdapat 108 jenis perasaan. Kita mempunyai 6 indera, yaitu indera mata, telinga, hidung, lidah, tubuh dan batin kita. Masing masing dari ke-6 indera tersebut dapat memunculkan 6 perasaan, yaitu perasaan yang muncul dari mata, dari telinga, dari hidung, dari lidah, dari tubuh dan dari batin.
Selanjutnya, masing masing landasan indera di atas dapat memunculkan 3 perasaan, yaitu: perasaan suka, perasaan duka, dan perasaaan tidak suka dan tidak duka (netral), sehingga 6 dikali 3 menghasilkan 18 jenis perasaan.
Jika terdapat 18 jenis perasaan yang muncul dalam diri kita sendiri (secara internal) dan 18 jenis perasaan yang muncul dari luar diri kita (secara eksternal), berarti kita sudah mengenal 36 jenis perasaan.
Selanjutnya, 36 jenis perasaan ini dapat muncul dalam dimensi waktu yang berbeda, yaitu masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Jika dikalikan 36 jenis perasaan dengan 3 dimensi waktu yang berbeda, diperoleh 108 jenis perasaan yang berbeda.
Pengembangan Sati
Kita berlatih meditasi supaya dapat mengembangkan perhatian penuh (sati) setiap saat. Sati adalah faktor mental energi batin yang berkondisi. Kita ambil contoh proses melihat. Proses melihat muncul sebagai akibat dari gabungan banyak unsur yang mendahuluinya seperti kemunculan kesadaran mata yang bergantung pada indera mata dan objek atau cahaya.
Kesadaran pada mata tidak akan muncul jika tidak dibantu oleh faktor-faktor mental yang disebut dengan kontak. Pada saat terjadi kontak antara kesadaran mata, indera-mata, dan objek atau cahaya maka memunculkan perasaan. Selanjutnya, apa yang dirasakan oleh perasaan akan memperkuat persepsi sehingga batin yang mulai memikirkan objek tersebut berkembang yang akhirnya memperkuat pengembangan mental, yaitu nafsu-keinginan dan pandangan salah.
Apabila suatu objek adalah cantik dan menyenangkan pada saat dipandang maka timbul keinginan untuk terus melihatnya. Pada saat objek tersebut hilang maka adanya dorongan yang kuat untuk mencari upaya supaya dapat memandangnya kembali. Jadi proses melihat objek yang pertama akhirnya menyebabkan kerinduan untuk dapat melihat kembali objek tersebut.
Kita menyukai pasangan hidup kita, demikian juga sebaliknya, hal ini disebabkan bahwa kita dan pasangan kita memiliki persepsi yang sama, yaitu dapat membahagiakan satu sama lain sampai selamanya.
Kita yang berlatih meditasi akan muncul pengetahuan. Pengetahuan yang muncul melalui meditasi akan menghancurkan tentang pandangan salah yaitu tentang adanya makhluk. Kita akan menghilangkan persepsi tentang perasaan adanya makhluk, milik saya, diri saya yang kekal, dan roh yang kekal.
Ketika kita merasakan perasaan suka, kita mengetahui kita sedang merasakan perasaan suka. Yang merasakan bukan makhluk dan bukan milik individu, sehingga tidak ada yang merasakan selain perasaan itu sendiri.
Perasaan yang muncul, baik perasaan yang menyenangkan hati, perasaan yang tidak menyenangkan hati, atau perasaan yang menyenangkan atau perasaan yang tidak menyenangkan (netral) maka kita dapat memahaminya sebagai fenomena biasa saja yang muncul karena ada kondisi yang disebabkan adanya kontak dengan objeknya masing masing.
Objek meditasi dapat berupa objek materi dan objek non-materi (mental). Objek non-materi adalah perenungan terhadap perasaan. Dengan perasaan maka semua tampak jelas, karena perasaaan sangat jelas terlihat, yaitu: suka dan duka sangat jelas muncul. Jika perasaan timbul suka maka akan muncul kebahagiaan. Jika perasaan muncul maka akan menimbulkan kebencian.
Kita harus mengembangkan perhatian sehingga dapat membedakan perasaan suka, perasaan duka, atau perasaan tidak suka dan perasaan tidak duka (netral). Kita mulai memahami bahwa perasaan adalah tidak kekal (anicca), tidak stabil, dan Dhamma yang bercirikan perubahan.
Perasaan adalah sebuah fenomena yang muncul dan lenyap, sehingga kita tidak melekatinya lagi. Kita sudah dapat meningkatkan kualitas hidup kita, kita terbebas dari perasaan, tidak dikendalikan lagi oleh perasaan.
Kita merenungkan perasaan, tidak cukup perasaan secara internal yang muncul dalam diri kita karena kilesa dapat muncul dalam kemelekatan orang lain, sehingga kita juga harus mengikis perasaan yang berasal dari luar diri kita. Sebagian orang tidak dapat ikut berbahagia terhadap kebahagian dan kesuksesan orang lain. Untuk melenyapkan kilesa ini maka kita harus dapat memahami bahwa perasaan bahagia yang dirasakan oleh orang lain adalah tidak kekal juga.
Saat kita telah mengembangkan perhatian penuh maka perasaan merupakan Kebenaran Mulia 1 tentang dukkha. Batin dan jasmani merupakan kebenaran mulia tentang dukkha yang harus kita pahami sepenuhnya, semaksimal mungkin, dan sesempurna mungkin. Tubuh jasmani dan batin adalah tidak kekal. Segala seusatu yang tidak kekal adalah dukkha.
Penutup
Perasaan hendaknya harus dipahami dengan sebaik-baiknya. Perasaan adalah fenomena yang tidak stabil, perasaan bukan sesuatu yang menjadi milik kita, tidak ada makhluk yang merasakan, yang merasakan adalah hanya perasaan.
Fungsi dari meditasi adalah untuk latihan pertumbuhan dan perkembangan sati dan pengetahuan, bukan untuk menjadi kaya raya, bukan untuk menjadi sakti. Seseorang yang telah kaya raya atau memiliki kesaktian tentu saja bisa menderita. Jadi, kaya raya atau kesaktian adalah tidak kekal. Tidak kekal adalah penderitaan. Apapun yang penuh penderitaan adalah anatta. Apapun yang anatta bukanlah milikku, bukan aku dan bukan diriku.
Meditasi dapat meningkatkan kebijaksanaan, perhatian penuh, pengetahuan yang murni, dan pemahaman yang jernih.
Perenungan dan pemahaman perasaan tentang suka, duka, dan bukan suka atau bukan duka, harus dilakukan pada diri sendiri (internal) dan di luar diri sendiri (eksternal). Setelah kita melenyapkan asal mula kemunculan perasaan seperti keserakahan (lobha), kebodohan (avicca), dan nafsu keinginan (tanha) maka akan membuat hidup kita menjadi damai dan bahagia.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia, sadhu! Sadhu!! Sadhu!!!
Salam Metta
**
Medan, 04 November 2022
Penulis: Thomas Sumarsan, Kompasianer Mettasik
Long Life Learning
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H