Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Perasaan untuk Dirasa, Bukan Dibayangkan

2 November 2022   05:11 Diperbarui: 2 November 2022   05:15 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perasaan untuk Dirasa bukan untuk Dibayangkan (gambar: greatist.com, diolah pribadi)

Sampai di dokter tersebut, suami di USG, hasilnya bagus, menurut dokter tersebut. Kembali dokter memberi diagnosis yang sama, yaitu sakit lambung. Akhhh....saya sudah mulai panik. Kembali pikiran-pikiran jauh melambung. Apakah suami saya memang sudah mengidap penyakit lambung yang begitu parah?

Sepertinya doa dan harapan saya setiap hari belum juga terealisasi. Begitu parahkah timbunan karma buruk saya selama ini? Setiap hari saya harus mengajar, masak, merawat suami dan setiap malam saya memijat tulang belakang suami untuk mengurangi sakitnya, sampai dia tertidur.

Kadang-kadang bisa sampai pukul 3 atau 4 subuh. Saat itulah saya bisa tertidur sebentar. Pukul 5 harus bangun untuk menyiapkan makanan suami dan anak saya yang waktu itu baru duduk di bangku SMP. Secara fisik, saya sangat lelah, luar biasa lelah. Tetapi semangat saya untuk menjaga suami membuat saya bertahan.

Tiga bulan berlalu, suatu hari saya perhatikan mata suami berubah menjadi kuning. Kembali saya membawa suami saya ke klinik dan saat itu, dokter memberi rujukan untuk check darah. Sore harinya, saya membawa suami saya untuk mengambil hasil check darah sekaligus kontrol ke dokter.

Ternyata suami saya mengidap penyakit Hepatitis A. Dokter menyarankan untuk istirahat di klinik, saat itu saya merasa aneh, kenapa di klinik yang minim fasilitas, bukan di rumah sakit?

Saya Pun meminta rujukan agar suami saya dirawat di rumah sakit. Jawaban dokter sangat luar biasa, "Tidak perlu bu, ini hanya sakit biasa. Dirawat di sini saja".

Saat itu juga rasa marah saya meluap. "Apakah karena kami menggunakan asuransi, maka kami tidak boleh memilih?" Itu pertanyaan saya ke dokter. "Sekarang saya mau minta rujukan ke rumah sakit di Malaka." Kemarahan saya membuat saya begitu berani menuntut.

"Di sini saja bu, penyakit ini tidak perlu sampai ke Malaka." Dokter menolak.

"Kalau begitu saya bawa pulang saja suami saya." Saya membalas dengan ketus.

"Ibu harus menandatangani surat penolakan dirawat di klinik ini, kalau terjadi apa-apa dengan suami ibu, itu bukan tanggung jawab kami." Dokter memberi statemen yang membuat saya lebih marah.

"Ayo kita pulang." Saya mengajak suami saya yang sudah lemas tanpa menghiraukan ocehan dokter.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun