Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kolaborasi Aku, Aku, dan "Aku"

21 Oktober 2022   04:44 Diperbarui: 21 Oktober 2022   04:48 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pikiran pun bisa mengukir 'cerita' apa saja. Memberi label pengalaman hidup secara dramatis ataupun penuh makna. Sudah jelas jauh dari kebenaran yang sesungguhnya karena kebenaran adalah fenomena tanpa persepsi dan tanpa tambahan pengalaman tertentu dari pikiran dan perasaan.

Fenomena batin dapat menjadi ruwet jika dipengaruhi berbagai persepsi, pengalaman batin bercampur pikiran dan perasaan sebelumnya (bisa juga dari pengalaman kita atau dari generasi terdahulu kita). Ia kemudian bergulung dengan kesadaran indra kita saat 'mengalami kondisi batin berikutnya.

Keruwetan ini membuat kita tidak lagi berada pada 'saat ini'. Tenggelam dalam pemikiran yang terus beranak-pinak dan menguasai keseluruhan aktivitas kita dalam sehari-hari. Persepsi dan kebingungan mental begitu kuat, mengelabui semua kondisi yang nyata 'saat ini'. Kesadaran batin menjadi sulit untuk mengenali kebenaran dan membuat kita jatuh dalam penderitaan batin yang semakin dalam.

Berkali-kali jatuh di lubang yang sama. Bagai keledai, itulah yang kualami. Minimnya kesadaran membuat aku mengikuti anxietyku. Masuklah aku dalam perangkap batinku sendiri. Pikiran dan perasaan muncul mengikuti persepsi lampau. Persepsi lampau terbentuk oleh pemaknaan lampau. Pemaknaan lampau dipengaruhi oleh keterbatasan pemahaman di usia tersebut dan dengan lingkungan yang ada saat itu.

Saat kuikuti perasaan dan pikiran tersebut, aku masuk dalam lubang penderitaanku sendiri. Setidaknya, aku memahami kebenaran ini. Aku tidak menyalahkan orang lain juga diriku atas 'derita' yang terlahir dari cerita pikiran. Mungkin aku tenggelam berhari-hari, tapi aku dapat kembali lagi. Aku merasakan semua yang terjadi bagai sebuah mimpi. Sebuah fenomena batin, hasil rekayasa pikiran.

Mengetahui berbagai fase kondisi batin di atas, sangat penting untuk kita melatih kesadaran.  Gunanya agar kita dapat selalu mengamati pikiran, perasaan dan apapun yang muncul saat objek bersentuhan dengan indra kita. Hanya mengamati tanpa menghakimi. 

Sering kali kita menghakimi diri kita sendiri atau orang lain. Belakangan aku mulai menyadari. Apa yang menjadi penghalang dalam hidupku untuk selalu berbahagia adalah pikiran dan perasaan serta persepsi yang muncul dari dalam diriku sendiri.

Seorang temanku bertanya, bagaimana rasanya mengalami depresi itu? Menurut pengalamanku, depresi dikarenakan ketidakterampilan memilah pikiran mana yang sesuai keadaan dan pikiran mana yang sudah bercampur dengan persepsi, perasaan dan bentuk-bentuk pemikiran lain yang terekam di bawah sadar kita.

Istilah kata depresi jangan sampai menjadi bentuk penghakiman baru kepada mereka yang mengalaminya. Banyak hal yang harus diupayakan saat mereka mengalaminya. 

Siapa yang menginginkan untuk mengalami anxiety dan depresi. Mereka butuh solusi, bukan stigma negatif dari masyarakat. Welas asih yang murni tanpa penghakiman salah satu hal yang dapat membantu mereka. Tidak mudah untuk mendapatkan hal itu dari orang-orang.

Betul, selalu sadar sedang apa saat ini sangat membantu kita untuk hidup di saat ini sehingga tidak tenggelam pada pemikiran. Namun, untuk mereka yang sudah masuk pada masa depresi sedang dan berat butuh penanganan medis serta kegiatan olahraga yang mendukung serta lingkungan yang penuh penerimaan secara total. Jangan pernah menyerah. Terus berusaha agar dapat terlepas dari kondisi tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun