Lilin yang biasanya diletakkan di altar Buddha merupakan lambang atau simbol penerangan. Dalam hal ini, lilin melambangkan atau menyimbolkan ajaran Buddha (Dhamma). Dhamma berfungsi sebagai "pelita" yang menerangi batin dengan mengusir kegelapan batin dan ketidaktahuan (avijja).
Lilin juga bisa menjadi lambang atau simbol bahwa rangkaian karma dalam kehidupan ini - bentuknya adalah kehidupan itu sendiri - akan habis atau selesai pada waktunya atau sesuai dengan kondisinya. Yang perlu dipahami adalah selagi suatu makhluk masih ada di arus samsara, kelahiran kembali akan terus dialami oleh makhluk tersebut.
10. Dupa atau Hio
Dupa atau hio, yang sering dinyalakan di altar Buddha, melambangkan atau menyimbolkan keharuman atau wanginya ajaran benar (Buddha Dhamma), yang menyebar ke segala arah bahkan ke semua alam.
Namun berbeda dengan keharuman atau wangi dupa atau hio yang menyebar hanya searah dengan tiupan angin, keharuman atau wanginya Dhamma menyebar ke segala arah bahkan ke semua alam.
Dupa atau hio juga melambangkan keharuman atau wanginya kebajikan yang dilakukan, akan menyebar ke segala arah, bahkan ke semua alam. Oleh karenanya, keberadaan dupa atau hio juga mengingatkan kita untuk lebih banyak berbuat baik sepanjang kehidupan. Sebaliknya, berhati-hatilah dengan perbuatan buruk, aroma atau bau busuknya juga akan menyebar ke segala arah dan ke semua alam.
11. Bunga
Bunga dalam agama Buddha menjadi lambang atau simbol ketidakkekalan (anicca). Buddha mengajarkan bahwa segala sesuatu yang berkondisi, yang terbentuk dari perpaduan unsur, yang saling bergantungan adalah tidak kekal, akan berubah adanya.
Bunga dibentuk awalnya oleh bakal bunga, lalu mulai mekar perlahan menjadi bunga sempurna. Tahapan ini berlanjut dengan bunga mulai melayu dan pada akhirnya gugur atau luruh sepenuhnya. Kelayuan bunga melambangkan atau menyimbolkan kehidupan yang akan mengalami kelapukan dan menuju ke kematian.
Ada pula yang mengartikan keharuman atau wanginya bunga dengan keharuman dan wanginya ajaran Buddha (Dhamma) serta kebajikan. Tentu saja hal ini diperbolehkan dan sah-sah saja sepanjang dapat mengingatkan dan memotivasi kita untuk lebih banyak mempraktikkan Buddha Dhamma dan melakukan kebajikan.
12. Air