Dahulu ketika awal saya memasuki dunia pekerjaan di kantor, saya bekerja di sebuah Kantor Konsultan. Waktu itu usia saya masih awal 20 tahun. Saat itu saya mempunyai atasan yang sangat menikmati pekerjaannya.Â
Pagi-pagi sekali, jam 7 sudah sibuk bekerja di ruangannya, dan biasanya pulang larut malam sekitar jam 10 bahkan lebih. Rutinitasnya itu dilakukan setiap hari kerja.
Saat itu saya bertanya kepada rekan kerja saya, "kalau beliau setiap hari kerja seperti itu, kapan beliau bisa menikmati hidup?".
Rekan kerjaku kemudian berkata, "justru seperti itulah beliau berbahagia dan menikmati hidupnya".
Ada pula atasan lain yang mempunyai kebiasaan yang sama, pulang sangat larut. Suatu hari anaknya yang masih kecil ikut menjemput bundanya ini pulang kerja.Â
Saya tak sengaja mendengar celoteh sang anak,"Bunda, apakah saya boleh membeli waktu Bunda, hingga kita bisa menghabiskan waktu bersama". Walau saya tersenyum, namun ada kepedihan di hati saya ketika mendengarnya.
Banyak orang yang mengejar karirnya demi pundi-pundi uang. Tapi ada juga orang yang memang memiliki hobi bekerja dan bekerja. Seharian di kantor dari pagi sampai malam merupakan kenikmatan tersendiri untuknya.
Ada juga orang yang memang karena tuntutan pekerjaan hingga harus bekerja seharian dan penuh tekanan. Suatu hari ada seorang pemilik perusahaan yang ikut serta dalam retret meditasi kesehatan dikarenakan ia didiagnosa kanker ganas.
Selama retret berlangsung ada peraturan untuk dilarang berkomunikasi, apalagi pegang handphone. Ternyata beliau menemukan kebahagiaan karena tidak pegang handphone selama retret, karena tidak ada yang membuat beliau menjadi stress.
Saya pun akhirnya pernah kerja dimana saya harus datang jam 7 pagi dan pulang kerja larut malam dan selama kerja penuh tekanan. Dan hasilnya? Saya sakit. (hahaha).
Sebenarnya memiliki penghasilan lebih baik dibanding dengan menjadi pengangguran. Tetapi haruslah bisa menjaga keseimbangan waktu untuk bekerja dan waktu untuk orang-orang di sekitar kita.
Banyak orang yang di waktu muda bekerja mati-matian dan ketika sudah tua menjadi sakit-sakitan. Akhirnya tabungannya pelan-pelan habis untuk biaya berobat.
Ada seorang teman saya yang bekerja sangat keras, bahkan ketika beliau sakit tetap memaksakan diri bekerja bahkan pulang malam. Sekarang beliau sudah meninggal dunia tanpa membawa satu pun harta yang telah dikumpulkannya.
Sebenarnya apakah arti bahagia? Apakah jika orang yang kaya raya itu bahagia? Kaya raya itu bukan sebagai tolak ukur bahagia, karena tidak semua bisa dibeli dengan uang, misalnya kesehatan tidak bisa dibeli dengan uang.
Tak sedikit orang kaya yang belum puas dengan apa yang dimiliki, selalu merasa kekurangan, tidak bersyukur dengan apa yang telah dimilikinya. Malahan ada orang yang tidak kaya, tetapi ia selalu bersyukur dengan apa yang dimiliki.Â
Bahkan dalam keterbatasannya ia masih rajin berbagi baik dalam bentuk uang atau tenaga, membantu orang lain yang membutuhkan. Walau tidak kaya, ia sangat bahagia.
Kebahagiaan itu apabila kita bersyukur dengan apa yang sudah kita miliki. Hidup di dunia ini boleh dibilang singkat, maka itu selalu bersyukur dan berbuat baiklah, maka kebahagiaan akan datang kepadamu.
**
Jakarta, 6 Oktober 2022
Penulis: Mustika T, Kompasianer Mettasik
Perajut Hari-Hari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H