Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kebahagiaan Tertinggi sebagai Tujuan Utama

4 Oktober 2022   05:25 Diperbarui: 4 Oktober 2022   05:27 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebahagiaan Tertinggi sebagai Tujuan Utama (gambar: learnreligions.com, diolah pribadi) 

Sang Guru Mengajarkan Kebahagiaan

Empat Kebenaran Mulia merupakan hal utama yang diajarkan oleh Sang Buddha. Semua siswa memiliki tugas yang sama, yaitu memahami dengan utuh dan menembus Kebenaran tersebut. Sehingga, dalam hal ini tidak ada pembedaan tanggung jawab, baik yang dimiliki oleh para bhikkhu, bhikkhuni, serta para perumah tangga.

Tolok ukur seseorang memahami Empat Kebenaran Mulia secara utuh adalah tidak terjebak dalam pandangan yang keliru. Semisal, tidak semestinya menfitnah Sang Guru dengan menyampaikan bahwa beliau mengajarkan penderitaan, karena itu tidak sepenuhnya benar.

Beliau menunjukkan bahwa memang penderitaan itu ada. Hanya saja, penderitaan itu memiliki kemunculan serta kepadaman. Oleh karena itu, ada Sang Jalan yang mengarah pada Kepadaman Penderitaan secara penuh. Kepadaman Penderitaan inilah yang Beliau ajarkan. Secara umum, ketiadaan penderitaan dimengerti sebagai kebahagiaan. Demikian, bisa disimpulkan bahwa Beliau sesungguhnya mengajarkan Kebahagiaan.

Jenis-Jenis Kebahagiaan

Secara umum, ada yang disebut kebahagiaan jasmaniah (kayikasukha) serta kebahagiaan batiniah (cetasikasukha). Keduanya tidak bisa terpisahkan, karena yang mengenyam kebahagiaan jasmaniah tetap merupakan unsur-unsur batiniah. Demikian juga sebaliknya, unsur-unsur batiniah dapat mempengaruhi serta mengikat kondisi jasmaniah. Inilah bentuk kemunculan bersebab yang disebut sebagai paticcasamuppada.

Namun, dalam sudut pandang lain, ada kebahagiaan berumpan (samisasukha) serta kebahagiaan tidak berumpan (niramisasukha). Kebahagiaan berumpan adalah kebahagiaan yang terikat dengan pemuasan nafsu indriawi. Disebut berumpan, karena seumpama umpan yang berbau amis, demikian juga perihal-perihal pemuasan nafsu indriawi memiliki "amis", yakni dicengkeram oleh kehancuran serta mengarah pada vatta alias perputaran samsara.

Kebahagiaan berumpan juga disebut sebagai kebahagiaan berarus (sasavasukha), kebahagiaan berkemunculan (upadhisukha), serta kebahagiaan non-Arya (anariyasukha). 

Sebaliknya, kebahagiaan tidak berumpan adalah kebahagiaan yang tidak berarus (anasavasukha), tidak berkemunculan (nirupadhisukha), serta Arya (ariyasukha). Secara ringkas, niramisasukha adalah yang sepatutnya menjadi tujuan utama seluruh siswa Sang Buddha, karena merupakan Kebahagiaan Tertinggi yang biasa disebut sebagai Nibbana.

Praktik yang Selaras dengan Kebahagiaan Tertinggi

Tidak dipungkiri bahwa Sang Buddha dan para Siswa Arya mengajarkan banyak metode praktik demi pencapaian Kebahagiaan Tertinggi. Sebagai contoh, setidaknya sebelas cara disebutkan dalam Atthakanagarasutta, yang terdapat dalam Majjhimanikaya serta Anguttaranikaya.

Akan tetapi, beragam cara tersebut sepatutnya dimengerti sebagai tidak terpisah dari Jalan Tengah, yakni Jalan Arya Beruas Delapan yang dimulai dari Pandangan Benar (sammaditthi).

Pandangan Benar yang dimaksud di sini adalah pandangan yang lepas dari kedua ekstrem, apakah eternalis atau nihilis. Karena terlepas dari kedua ekstrem tersebut, seseorang dapat memahami Empat Kebenaran Mulia secara semestinya.

Berangkat dari pandangan demikian, maka dia akan memiliki Pikiran Benar (sammasankappa). Ucapan, perbuatan, serta mata pencahariannya pun tidak melenceng dari yang patut. Dengan demikian, dia pun memiliki upaya, pengingatan, serta keteguhan mengarah pada Pengetahuan dan Kebebasan yang merupakan Kebahagiaan Tertinggi.

Daftar Rujukan:

Feer, M. L. (Ed.). (1976). Samyutta-Nikaya: Maha-Vagga (Vol. V). London: The Pali Text Society.

Hardy, E. (Ed.). (1958). Anguttara-Nikaya: Dasaka-Nipata, and Ekadasaka-Nipata (Vol. V). London: The Pali Text Society.

Trenckner, V. (Ed.). (1979). Majjhima-Nikaya (Vol. I). London: The Pali Text Society.

Warder, A., & Morris, R. (Eds.). (1961). The Anguttara-Nikaya: Ekanipata, Dukanipata, and Tikanipata (2nd Edition ed., Vol. I). London: The Pali Text Society.

**

Jakarta, 04 Oktober 2022
Penulis: Bhikkhu A.S.K. Thitasaddho, Kompasianer Mettasik

Praktisi Dhammavinaya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun