Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keberuntungan Ada atau Tidak Ada?

16 September 2022   04:36 Diperbarui: 16 September 2022   04:46 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keberuntungan Ada atau Tidak Ada? (gambar: npr.org, diolah pribadi)

Berbicara soal keberuntungan, rasanya pasti kamu pernah mengalami hari-hari yang berjalan begitu baik lalu kamu nyeletuk "Besok gak usah keluar-keluar ah, luck-ku udah abis".

Atau mungkin kamu sedang berada dalam keadaan yang membuatmu merasa menjadi orang paling tidak beruntung sedunia.

Mungkin itu soal mendapatkan barang yang jelek saat beli di market place kehabisan barang-barang yang kamu beli, ketipu investasi bodong atau gagal mendapatkan giveaway.

Pertanyaannya, apakah kamu beruntung atau tidak beruntung? Hehehe, lagian, memangnya keberuntungan itu beneran ada?

Kalau ada, bisa dong harusnya kita eksploitasi, dimanfaatkan demi kebaikan hidup? Hahaha, kan seru.

Daripada bingung, mari kita bahas lebih dalam soal keberuntungan ini.

Keberuntungan itu hanyalah (Soal Perspektif)

Benarkah itu? Oke, mari kita coba perhatikan. Tsutomu Yamaguchi adalah seorang pekerja yang sempat ditugaskan ke Hiroshima pada tahun 1945. Ketika dia sampai, bom atom dijatuhkan.

Dia selamat dari ledakan tersebut, hanya untuk ditugaskan ke Nagasaki setelah kejadian tersebut tepat ketika bom dijatuhkan lagi, dan dia selamat.

Jadi, apakah Yamaguchi itu beruntung? Atau gak? Steven Hales dan Jennifer Johnson dalam paper mereka yang termasuk dalam jurnal Philosophical Psychology, berhipotesis bahwa orang yang cenderung optimis akan melihat kejadian tadi sebagai keberuntungan, alih-alih ketidakberuntungan seperti yang dianggap orang-orang yang cenderung pesimis.

Mereka melaksanakan penelitian yang mencari tahu hubungan optimisme dan pesimisme seseorang terhadap persepsi mereka akan keberuntungan.

Orang-orang yang memiliki sifat optimis cenderung menilai kejadian seperti yang tadi sebagai keberuntungan.

Steven dan Jennifer juga melakukan penelitian lain di mana mereka menciptakan skenario yang sama, hanya saja dibungkus secara berbeda.

Skenario pertama mengatakan bahwa Tara Cooper memenangkan 5 dari 6 lotre yang ia beli.

Sementara skenario kedua mengatakan bahwa Tara Cooper itu mengalami 1 kegagalan dari 6 lotre yang dia beli.

Hasilnya, hampir semua orang-orang yang mendapatkan skenario pertama mengatakan bahwa Tara Cooper itu beruntung, sedangkan orang-orang yang mendapatkan skenario kedua mengatakan bahwa Tara Cooper itu tidak beruntung.

Kalau Optimis Tapi Nggak Beruntung, Gimana?

Kalau kamu merasa sudah cukup optimis dan tetap merasa terikat dalam ketidakberuntungan, mungkin beberapa hal ini dapat membantumu.

Richard Wiseman, seorang profesor di bidang psikologi di University of Hertfordshire menciptakan sebuah "Sekolah Keberuntungan", membuat keberuntungan dengan cara "menciptakan dan menyadari selalu ada peluang kesempatan."

Masalah utama dalam orang-orang yang sering menganggap diri mereka itu tidak beruntung itu adalah ketakutan akan mengambil risiko dan kurang perhatian.

Jangan menunggu hal-hal untuk mendatangimu, kamu yang harus mendatangi mereka.

Orang dengan tingkat keresahan yang tinggi cenderung memiliki level kemampuan untuk menyadari hal yang gak disangka lebih rendah dari orang yang memiliki positive outlook dalam hidupnya.

Maka dari itu kamu juga harus tahu bagaimana cara mencegah kecemasan yang berlebihan.

Selain bahwa kamu harus setia untuk terus mencari kesempatan, kamu juga harus menjaga mindset bahwa keberuntungan itu juga masih sesuatu yang bisa kamu dapatkan.

Bangunlah sikap tahan banting dalam mengubah 'ketidakberuntungan' menjadi 'keberuntungan'. Richard Wiseman melakukan sebuah percobaan di mana dia menyediakan skenario bagi orang-orang yang menganggap diri mereka beruntung dan tidak.

Skenario tersebut adalah bayangkan kamu sedang berada di bank lalu tiba-tiba perampok datang dan kamu tertembak di lengan.

Menurutmu, itu sebuah kejadian yang beruntung atau gak?

Jika jawabanmu adalah sial karena 'ngapain sih aku ada di bank pas perampokan?', maka kamu mungkin termasuk orang yang menganggap dirimu tidak beruntung.

Orang-orang yang menganggap diri mereka beruntung akan lebih banyak mengatakan bahwa 'hal yang lebih buruk bisa saja terjadi' atau yang sering kamu dengar, 'untung cuma segini'.

Kamu sebaiknya membangun kemampuan untuk selalu bangkit lagi dari segala kejadian yang menimpamu; mengubahnya menjadi kejadian yang baik alih-alih berfokus pada keburukan kejadian tersebut. Kamu bisa memulainya dengan mengubah mindset-mu.

"Sekolah Keberuntungan" yang diadakan oleh Richard Wiseman ini sudah terbukti memberikan dampak yang baik bagi orang-orang yang menganggap diri mereka tidak beruntung maupun beruntung. Sekitar 80% orang merasa lebih bahagia setelah menerapkan attitude yang diajarkan.

Lakukan hal yang berbeda dari rutinitasmu sesekali, ambillah kesempatan sebanyak mungkin, keep a positive outlook dalam menjalani hidup, dan bagaimana menghadapi ketidakberuntungan dengan bersyukur! Keberuntungan Itu...

**

Makassar, 16 September 2022
Penulis: Enrique Justine Sun, Kompasianer Mettasik

Podcaster | Public Speaker | Author | Dharmaduta | Songwriter 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun